“Bapak aja yang makan. Aku masih kenyang,” tolak Viana, halus. Padahal tadi dapat pesan dari Galla, pria itu menunggu untuk makan malam.“Ya sudah kalau gitu aku nggak jadi makan.” Teofilano modus.Dahi Viana mengernyit, bingung. “Tadi katanya Bapak lapar? Kok sekarang nggak jadi?”“Aku pengennya makan sama kamu. Kalau kamu nggak mau ya sudah, aku nggak mau makan sendirian.”“Trus gimana dong lapernya, Bapak bisa sakit kalau nggak makan.”Teofilano menyamarkan rasa senangnya dikuatirkan Viana. “Ya gimana lagi, kamu nggak mau temani aku makan.”Viana jadi tidak enak hati kalau begini. Padahal kalau makan dua kali dalam waktu berdekatan perutnya bisa begah. Terpaksa mengalah dari pada CEOnya sakit.“Ya sudah aku temani. Bahunya udah sakit kena tembak, perutnya nggak boleh ikutan sakit.”Teofilano tersenyum senang, modusnya tercapai dan Viana semudah itu dia giring sesuai kemauannya.“Kamu mau makan apa?”“Aku ikut Bapak, kan Bapak yang mau makan.”“Aku bisa makan apa saja. Jadi, kamu ya
Sontak karyawan-karyawan KIC yang kurang kerjaan ini semburat turun, seperti puluhan tikus berebut turun dari tangga takut dimarahi Teofilano setelah ketahuan mengintip CEO dan akuntingnya pacaran.“Pak Adam kenapa sih pake batuk segala?! Kan jadi bahaya posisi kita semua,” omel Taufiq, kepala HRD.“Ya habisnya Bapak modus banget. Pantas aja Vianaku kena jebakannya.”“Udah, nyerah aja loe, Pak. Saingan juga percuma. Meski menang muda situ kalah modal,” Luigi nimbrung.“Ya, kan kata Viana usaha tak menghianati hasil. Siapa tahu dapat kan?” Adam cengingisan.Semua orang tahu Adam suka Viana dari dulu, untungnya dia tidak gila. Cuma sekedar suka tapi tidak harus jadi miliknya—seperti Teofilano.Kalau Teofilano, jika sudah suka sesuatu pasti akan dia kejar sampai dapat.Obrolan mereka di lantai 5 mendadak terhenti karena mendengar sesuatu yang aneh.“Aahh … Aaahh … Aaahh ….”“Suara desahan siapa itu?” tanya Darren, lirih.Adam, Darren, Luigi, Taufig, Linda, Rafa, Sean, Tom, menelan ludah
Viana mengalami semacam PTSD setelah disiksa Cintya, Jasmine, dan Vonny waktu itu. Trauma berat itu yang membuatnya agak sedikit hilang ingatan. Namun akan ingat kembali, bisa membedakan mana nyata mana halusinasi setelah keadaan tenang.Hari ini hal itu muncul karena dia melihat pemicunya yaitu pisau Reyhart yang tadi digunakan untuk membuka sedikit bahu Teofilano, agar bisa mengambil peluru yang lumayan dalam.Tidak terasa 15 menit sudah sejak darah Viana pertama kali diteteskan perlahan ke tubuh Teofilano.Saat ini, Dokter Andrew dan Stevi—kepala perawat rumah sakit Luigi yang sedari tadi menunggui Teofilano untuk mengawasi ada keluhan apa tidak setelah transfusi, akhirnya tenang.“Tekanan darah, nadi, dan nafas Tuan Teo normal.”Tidak hanya Viana, semua karyawan KIC shiff pagi yang saat ini berjejal di dalam dan ruang kerja Teofilano ikut senang.Ada yang mengekspresikan lewat tepuk tangan memuji kesigapan Dokter Andrew, teamnya, Reynhart dan Viana yang berhasil menyelamatan kondis
Teofilano mendekati Viana hingga tersisa setengah meter jarak di antara mereka. Teofilano memindai Viana dengan manik hitamnya. Seperti mimpi melihat Viana. Apakah masih ada yang tersisa dari hidupnya?Teofilano benar-benar tidak percaya Viana masih hidup dan baik-baik saja. Padahal sudah 99 hari Viana diculik Hose atas suruhan Cintya. Bahkan dia dikirimi videonya saat Viana disiksa Cintya, Jasmine, dan Vonny. Sebab itu dia pikir Viana sudah mati dan percaya ucapan Cintya beberapa saat lalu kalau Viana dimutilasi.Karena di video itu Jasmine menggores pisau ke wajah Viana dan Cintya mencolokkan rokoknya ke lukanya. Sementara Vonny menyemangati mereka untuk menyiksa sampai mati agar suami mereka tidak diganggu oleh pelakor itu.Meskipun Teofilano tidak menyangka Viana bisa selamat dari siksaan itu, dia lebih tidak menyangka Viana bisa menari belly dance dengan sangat indah pula. Bagaimana bisa dia tidak tahu hal itu padahal sudah bertahun-tahun dekat dengan Viana.“Kamu bisa menari bel
Cintya datang ke markas Teofilano ditemani asisten pribadinya—Hose. Dari jauh dia bisa melihat Teofilano duduk di kursinya sembari merokok, menatap langkahnya.“Aku menyuruhmu tidak membawa anak buah, kenapa kamu membawanya?”Cintya tahu, dibalik suara tenangnya Teofilano ada ancaman yang lebih mengerikan. Karena itu dia tak mau lama-lama di sini.“Karena dia takut kamu membalasku!”Teofilano tertawa. “Suruhlah dia pergi, aku menginginkanmu.”“Kurang ajar!” Hose terprovokasi ucapan dan bahasa Teofilano.Teofilano cekikikan melihat gusar di wajah Hose. ‘Apa tidak ada perempuan lain sampai dia menginginkan Cintya?’Berbeda dengan Hose, Cintya tahu Teofilano tidak bersungguh dengan kata-katanya.“Cepat katakan! Apa maumu?!” desak Cintya. Berusaha tenang meskipun gugup karena dia dan Hose tidak diperbolehkan membawa senjata.Cintya tidak tahu ayahnya membututinya karena merasa tidak tenang Cintya dipanggil Teofilano dan melarang membawa anak buah, setelah kejadian beberapa hari ini.“Suru
Viana baru tersadar dari termangunya. Dia tidak tahu bagaimana saat ini sudah berada dalam pelukan Galla, pistolnya di rebut pria itu dan Galla menembak salah satu anak buah Teofilano. Rasanya semua terjadi dalam sekedip mata.“Galla, kenapa membunuhnya?” tanya Viana antara percaya dan tidak percaya dengan pria yang saat ini memeluknya.“Karena aku bukan Galla, Sayang.”"Hose?" Viana menangis sesenggukan, pucat pasi takut setengah mati melihat pria yang memeluknya memang bukan Galla. Pantas saja dia ragu sejak awal. Karena Galla yang dia kenal pria baik, tidak mungkin membunuh orang.“Apa topengku bagus?”Viana tak menjawab. Hanya menangis, ingin Teofilano datang detik ini juga. Viana semakin kelu ketika pria itu mencium lehernya dengan menodongkan pistol di pinggang.“Bagaimana kalau kita bersenang-senang di hotel?”Viana menggeleng, dia jijik tubuhnya disentuh pria lain selain Galla dan Teofilano.“Kenapa? Kamu takut aku tidak bisa menyenangkanmu?”“Bu—bukan begitu?”“Tapi apa?”“Ak