Home / Romansa / Terjebak Obsesi Sang CEO / 7. Permohonan di Tengah Hujan

Share

7. Permohonan di Tengah Hujan

Author: feynaa
last update Last Updated: 2025-04-23 09:21:32
Bruk!

Aw!” Ella mengerang kesakitan saat tubuhnya terhempas ke tanah yang becek dan licin, basah oleh guyuran hujan yang tak kunjung reda.

Ia menatap kain lusuh yang masih digenggam erat di tangannya—sehelai kain yang tadinya ia ikat di pagar balkon sebagai alat bantu untuk turun dari lantai dua. Ikatan yang ia buat ternyata tidak cukup kuat untuk menahan berat tubuhnya.

Berakhir jatuh dengan cukup keras.

Hujan deras menerpa wajahnya, mengaburkan pandangan, sesekali petir menggelegar. Rasa dingin menusuk hingga ke tulang-tulangnya, membuatnya menggigil. Ia berdiri, menahan rasa ngilu pada anklenya, sesekali merintih.

Memaksakan kakinya melangkah meski terpincang-pincang. Ia menyusuri semak-semak belukar. Mencoba mencari kalung yang dilempar Lorenzo. Ia harus menemukan kalung itu.

Tidak peduli tangannya yang terluka tergores ranting-ranting semak belukar. Gadis itu terus menyusuri taman. Matanya menyapu setiap sudut taman yang gelap.

Kepalanya tiba-tiba terasa pusing, membua
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   98. Petarung atau Pembunuh?

    Sinar matahari pagi merembes masuk melalui celah-celah tirai tebal, menerangi ruang gimnasium pribadi milik keluarga De Luca. Ruangan luas itu dipenuhi peralatan olahrga seperti matras, ring tinju, samsak, dan berbagai alat olahraga lainnnya. Tercium aroma apek dan pengap yang menunjukkan bahwa tempat ini jarang tersentuh kehidupan. Ella maklum karena rumah ini memang lebih sering menjadi basecamp darurat daripada tempat tinggal. Ella berdiri di tengah ruangan dengan ekspresi skeptis. Mengenakan kaos abu-abu dan celana legging hitam membalut kaki jenjangnya. Rambut cokelatnya diikat tinggi dengan beberapa helai yang lolos membingkai wajahnya. "Kemarin kau mengajariku menggunakan pistol, sekarang mau mengajariku tinju?" Ella bertanya dengan nada datar sembari menggerakkan tubuhnya untuk melakukan pemanasan. "Apa rencanamu, Lorenzo? Membentukku menjadi petarung atau pembunuh?" Lorenzo yang tengah memeriksa sarung tangan tinju menoleh dengan senyum miring yang penuh makna. Pr

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   97. Tidur Bersamaku

    Alfonso terdiam sejenak untuk menarik napas dalam dan menenangkan dirinya. Ia menatap Lorenzo dalam-dalam berharap pria itu mengerti tanpa harus melaki kekerasan dan pertengkaran karena mereka berada di tim yang sama. "Itulah yang harus kita bicarakan dengan sangat hati-hati, Lorenzo. Kita harus membuat rencana yang sematang mungkin. Kita akan membekali Ella dengan peralatan keamanan, seperti kamera tersembunyi, GPS, dan yang lainnya." Lorenzo melipat tangannya di depan dada. Di saat Alfonso mencoba untuk bicara dengan tenang, dengan pikiran yang jernih, tapi Lorenzo masih dengan ketegangan dalam tubuhnya, masih menganggap solusi Alfonso adalah ancaman. "Kita harus mengetahui lebih dulu siapa pengkhianat itu, berapa jumlah mereka. Kau dan aku akan fokus untuk melakukan penyerangan. Lessa akan menjadi koordinator utama yang fokus untuk membawa Ella ke tempat yang aman setelah kita turun." "Bagaimana jika rencanamu gagal?" Lorenzo bertanya dengan suara yang parau. "Maka kita

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   96. Lingkaran Setan

    Ruang tamu itu terasa mencekam di tengah cahaya reman-remang kekuningan. Meskipu remang-remang, cahaya lampu itu menyorot wajah kedua pria yang sedang bersitegang. Lorenzo berdiri di dekat jendela besar yang menghadap ke taman belakang, punggungnya yang tegap mengarah pada Alfonso. Jari-jari tangannya meremas erat tirai jendela hingga buku-buku jarinya memutih. Alfonso berdiri beberapa langkah di belakangnya, dipenuhi dengan kecemasan karena diamnya Lorenzo yang mencekam. "Tidak ada pilihan lain, Lorenzo," kata Alfonso memecah keheningan. Suaranya yang biasanya tegas kini terdengar rapuh dan penuh permohonan. Ia melangkah lebih dekat, tangannya terangkat menyentuh bahu saudaranya. "Kita membutuhkan bantuan Ella, atau semuanya akan hancur. Bisnis yang telah dibangun ayah kita selama puluhan tahun, keluarga dan hidup kita yang telah kita perjuangkan akan berakhir di sini. Hancur total tanpa tersisa." Lorenzo langsung membalik badannya dengan gerakan yang begitu cepat dan taja

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   95. Jangan Tinggalkan Aku

    Pintu kamar yang kokoh itu menunjukkan retakan-retakan halus di sepanjang engselnya. Suara hantaman berulang dari luar semakin membabi buta.Tangannya yang gemetar mencengkeram pistol dengan erat, buku-buku jarinya memutih karena tekanan. Telunjuknya masih di pelatuk, siap menariknya kapan saja jika diperlukan. Matanya terpaku pada pintu, tidak berani berkedip sedetik pun, seolah kejapan mata sekecil itu bisa menjadi celah bagi kematian untuk datang. Tubuhnya berdiri tegak, siap menghadapi kemungkinan terburuk jika pintu itu berhasil didobrak. Napasnya tersengal, keringat dingin mengalir di pelipis, bercampur dengan air mata di pipinya. Detak jantungnya bergemuruh, beradu dengan suara hantaman di pintu. Tiba-tiba lampu menyala. Cahaya terang menyilaukan mata membuat Ella terpejam sejenak. Namun, ketika kembali membuka mata, suara gedoran brutal di luar pintu seketika terhenti, meninggalkan keheningan yang malah lebih menakutkan. “Lorenzo, lampunya menyala."" Suaranya bergetar

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   94. Lorenzo, Aku Membutuhkanmu

    Kegelapan pekat menelan seluruh rumah dalam sekejap mata. Ella tersentak bangun dari tidurnya. Matanya terbuka lebar, tapi tidak ada yang bisa ia lihat. Hanya kegelapan pekat sejauh mata memadang seolah ia telah berada di dunia lain. Ella tidak pernah bisa tidur nyenyak tanpa adanya sedikit pun cahaya yang menerangi kamarnya. Jantungnya berdetak cepat setiap kali terperangkap dalam situasi gelap gulita seperti ini. Bahkan pendingin ruangan pun tidak berfungsi membuat ruangan terasa pengap dan dadanya terasa sesak. Napasnya mulai pendek dan tersendat, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. Tangannya tergerak meraba-raba nakas, berusaha menemukan lampu tidur yang biasanya bertengger di sana, menyinari ruangan meski cahaya remang-remang. Dengan gerakan terburu-buru ia mencoba menyalakan lampu tersebut, tapi tidak ada hasilnya. Listri di rumah ini mati total. Ia beralih meraba-raba permukaan tempat tidur dengan gerakan yang semakin panik. Berusaha mencari ponselnya. Dalam kepan

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   93. Bahagia Bersamamu

    Aroma hangus yang menyengat memenuhi setiap sudut dapur, membuat hidung Alfonso berkerut tidak nyaman. Di atas meja pantry, dua buah cupcake cokelat tergeletak dengan penampilan mengenaskan. Cupcake pertama—hasil karya Lessa—retak-retak seperti tanah kering. Sementara cupcake kedua—milik Ella, tidak lebih baik dari Lessa—warnanya hitam legam seperti arang. Sedangkan sang pemilik maha karya, wajahnya berantakan dengan noda tepung di wajah dan rambutnya. Namun, ekspresi mereka menunjukkan kelegaan karena berhasil menyelesaikan maha karyanya. Suara langkah kaki mendekat terdengar, Alfonso dan dua gadis itu menoleh ke asal suara. Alessio muncul di ambang pintu dapur. Ia refleks menutup hidung menggunakan punggung tangan. Keningnya berkerut dalam. “Astaga, apa baru saja terjadi kebakaran di sini?” tanya Alessio sedikit panik. "Alessio! Kemarilah, cicipi mahakarya kami!” ajak Lessa antusias dengan senyum jahil. Alessio mendekat dengan ragu-ragu. Matanya jatuh pada kedua "mahak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status