***
(Flashback?)
Oktober 2018
Namanya Diandra Radyta, mahasiswi fakultas sastra di sebuah universitas di kota Malang, Jawa Timur. Dia memiliki dua sahabat yang bernama Fairy Anindyta (Fay) dan Ardima Dirgantara (Ardi). Mereka bertiga sudah bersahabat sejak lama dan kuliah di universitas yang sama pula. Fay satu fakultas dengan Diandra dan sama-sama semester tiga, sedangkan Ardi di fakultas tekhnik semester lima.
Diandra dan Fay tinggal di sebuah kos putri yang jaraknya nggak jauh dari kampus mereka, sedangkan Ardi tinggal bersama orang tuanya karena dia sendiri berdomisili di Malang.
Mereka berdua memang sengaja ngekos di Malang karena rumah mereka yang letaknya sangat jauh dari kampus. Dan dari sanalah petualangan cinta dan persahabatan keduanya di mulai.
Diandra adalah seorang gadis yang tomboy, supel, periang dan sangat ramah sama siapapun. Baik itu sama orang yang dikenalnya ataupun tidak, dia tidak pernah membeda-bedakan orang lain. Itulah kenapa semua orang menyukainya. Rambut pirang sebahu dan sedikit ikal, selalu ia kuncir di balik topinya yang setia nangkring di atas kepalanya kemana pun dia pergi.
Tapi seramah apapun dia, jika ada yang berani mengusik ketenangannya ataupun sahabat-sahabatnya, tidak ada ampun lagi dari Diandra. Dengan gagahnya dia selalu berani menantang duel pada mereka yang di anggapnya bersalah dan mencari masalah.
Penampilannya yang seperti preman pasar dengan celana jeans belel dan sobek dimana-mana, kaos hitam warna kesukaannya yang di padu dengan kemeja kotak-kotak kebesaran dan sepatu kets yang selalu menjadi style-nya setiap hari. Penampilannya memang hampir keseluruhan menyerupai cowok, bahkan 99% cowok.
Tak jarang, banyak orang yang salah mengira dan memanggilnya dengan sebutan 'abang'. Lucunya, dia sendiri tidak risih dengan sebutan itu. Bahkan terkesan merasa nyaman dengan panggilan tersebut.
Pernah suatu ketika ada seorang gadis yang mengajaknya kenalan dengan centilnya dan selalu memanggilnya 'abang' karena Diandra menyebut nama dirinya dengan sebutan 'Andra'. Namun, setelah mengetahui bahwa Andra bergender sama dengan gadis tersebut, tapi suka berpakaian bak laki-laki, gadis itupun perlahan minggat menjauh dari Diandra yang hanya tertawa geli melihat tingkahnya.
Tapi ... mau bagaimanapun penampilannya, Diandra tetaplah wanita tulen yang mempunyai perasaan normal terhadap lawan jenisnya. Tetap saja hal itu membuat keluarganya khawatir dengan tingkahnya yang nggak sedikit pun mirip perempuan sebagaimana mestinya dan sebagaimana kodratnya.
Oleh sebab itu, keluarga Diandra telah mempersiapkan calon suami untuknya. Karena sampai di usia ke 23 nya dia belum memiliki kekasih, membuat orang tua Diandra sangat khawatir dan takut bahwa anak gadisnya mempunyai hati yang melenceng.
Tak banyak membantah, Diandra pun menerima lamaran itu meski dia belum mengetahui bentuk dan wajah dari calon suami yang di jodohkan keluarganya. Itu semua dia lakukan hanya demi menyenangkan hati kedua orang tuanya. Ya, hanya itu. Demi orang tuanya, nggak ada yang lain.
Diandra sendiri tidak mempedulikan apapun yang orang lain katakan tentangnya. Selama kedua sahabatnya masih menemaninya dan menerima dengan apa adanya, dia akan merasa dirinya baik-baik saja.
Bahkan meski dirinya terkenal tomboy dan tengil, serta terkesan urakan, Diandra adalah gadis yang rajin dan pintar di fakultasnya. Selain itu, dia juga adalah seorang cewek yang mandiri. Disamping berkuliah, Diandra juga kerja paruh waktu hanya untuk mengisi kekosongan di sela-sela jadwal kuliahnya.
Dia berpikir, dengan bekerja dia bisa mendapatkan uang jajan dan memenuhi kebutuhan agar tidak terlalu membebani keluarganya. Kegiatan yang menurut dia sangat berguna daripada hanya sekedar main dan nongkrong menghabiskan uang nggak jelas.
Sebenarnya Diandra memang belum pernah jatuh cinta, apalagi sampai memiliki pacar. Namun uniknya, dia sangat suka membaca novel tentang kisah percintaan. Itulah Diandra.
Sungguh keunikan yang langka bagi kalangan gadis tomboy lainnya, yang notabene sangat jarang sekali mereka menyukai buku dan gemar membaca. Karena seperti yang banyak orang tahu, bahwa pada umumnya hanya kalangan para gadis cupu dan berkacamata tebal lah yang gemar membaca buku. Namun berbeda sekali dengan Diandra.
Karena keunikan itu lah yang membawanya pada cinta seorang cowok yang pandai berkata puitis layaknya sang pujangga.
Pertemuan mereka berawal di sebuah Book Store di dekat kampus. Tempat terfavorit bagi Diandra disaat dia sedang sendiri. Karena tak jarang kedua sahabatnya mempunyai kesibukan masing-masing, yang membuat mereka terkadang tak selalu bersama.
Tentang Book Store, tempat ini cukup besar dengan memiliki ruangan yang di khususkan bagi pembaca yang meminjam buku. Toko ini tidak hanya menjual buku-buku dengan berbagai kategori, tetapi juga menyewakan berbagai buku sebagai promosi penjualan, bahkan membuka kursus belajar bagi orang-orang yang ingin les mata pelajaran atau bahkan les kepenulisan di sana.
Mungkin bisa di bilang ini sebagai strategi marketing mereka agar buku-bukunya laris terjual. Hampir seluruh kategori buku tersedia di Book Store ini. Mulai dari keperluan sekolah sampai buku-buku novel percintaan, tentang keagamaan dan banyak lainnya.
Itu sebabnya Diandra sangat betah berada disini berlama-lama. Hampir semua jenis buku dia baca. Mulai dari buku tentang belajar memasak sampai buku romance story, bahkan buku horor sekalipun. Di tempat itu pula lah Diandra menuangkan inspirasi dan segala idenya dalam bentuk tulisan yang ia simpan dalam sebuah buku khusus yang selalu dia bawa kemanapun dirinya pergi.
***
Suatu pagi, Diandra bertemu dengan seorang cowok yang gaya berpakaiannya sangatlah rapi. Dia menebak pria itu adalah Manager di tempat ini. Dan benar saja dugaannya, cowok klimis tersebut memanglah manager di Book Store ini.
- Manager Reggy Kaivan-
Itulah nama yang terlihat dari name tag cowok tersebut.
Pertemuan mereka berawal dari sebuah ketidaksengajaan. Saat Diandra sedang berusaha mengambil sebuah buku romance berjudul 'Sebuah mimpi' karya dari penulis terkenal, sayangnya buku itu terletak di rak yang cukup tinggi, sehingga membuat dia kesulitan untuk menggapainya. Dengan berjinjit dan susah payah, akhirnya Diandra berhasil meraihnya.
Tapi tiba-tiba ...
Bruuuk ... !!!
Buku yang di ambilnya ambruk bersama kawan-kawannya dan menghujani kelapa Diandra.
"Aduuuh ..." pekik Diandra.
"Eh ... Hati-hati, Mas!" seru seorang cowok yang berpakaian rapi itu seraya membantu Diandra dari serangan para buku yang menghujaninya.
Sesaat sepertinya cowok itu sedikit kebingungan melihat penampilan Diandra yang seperti laki-laki tapi memiliki wajah yang ayu seperti perempuan pada umumnya.
Ya, Diandra memiliki wajah yang cantik alami, tapi kecantikannya tertutupi oleh penampilannya yang memang seperti cowok.
"Sebenarnya dia cowok apa cewek, ya? Kok wajahnya cantik?" batin pria tersebut kebingungan.
"Kamu nggak apa-apa?" tanyanya pada Diandra setelah merasa aman dari amukan buku yang ambruk.
"Aku nggak apa-apa kok. Terimakasih udah nolongin aku," ucap Diandra. "Maaf ya, Pak, gara-gara kecerobohanku semua bukunya jadi berantakan," ujar Diandra lagi merasa bersalah.
"Ah, ternyata dia perempuan, terdengar dari suaranya yang bukan laki-laki, " batin pria itu seraya tersenyum, karna merasa unik dengan perempuan yang ada di hadapannya.
"Nggak apa, yang terpenting itu keselamatan pengunjung yang merupakan calon customer kami. Lagi pula buku-bukunya juga tidak ada yang rusak, hanya berantakan dan ini bisa di bereskan kembali. Jadi nggak masalah dan jangan khawatir," ucap cowok tersebut sambil menyunggingkan seutas senyum.
Deg ...
"Duh, senyumnya manis sekali. Membuatku merasa adem. Serasa lagi ngegelosor di ubin mesjid, eh," celoteh Diandra dalam hatinya yang tiba-tiba merasa dag dig dug walau hanya sekedar di lempar senyum sama cowok klimis tersebut.
Kemudian cowok itu berjongkok, berniat membereskan semua buku yang tadi terjatuh. Karena Diandra merasa dirinya lah penyebab kekacauan ini, dia pun berinisiatif membantu membereskan buku-buku tersebut sebagai pertanggungjawaban atas kecerobohannya.
Greeep ...
Tanpa sengaja tangan mereka bersentuhan saat mengambil buku terakhir yang tergeletak di lantai.
Deg ... deg ... deg ...
Bunyi jantung mereka saling bersahutan dan bertalu-talu seperti kentongan Mesjid saat waktunya Adzan. Keduanya tersenyum kikuk dan segera saling melepaskan genggamannya masing-masing.
"Eh .. aduh .. maaf," lirih Diandra dengan kikuknya dan tiba-tiba merasa salah tingkah.
"Iya, aku juga minta maaf," jawab cowok tersebut seraya menganggukkan kepalanya.
Setelah semuanya selesai, cowok itu kembali menoleh ke arah diandra sambil mengulurkan tangan kanannya.
"Namaku Reggy Kaivan. Nama kamu siapa?" ungkapnya mengajak kenalan, sekaligus membuka obrolan.
"Hah? Oh, aku ... aku Diandra Radyta, Pak, tapi biasa di panggil Andra saja, " jawab Diandra mendadak gugup karena merasa grogi.
"Jangan panggil aku 'pak'. Panggil aja aku 'abang' saja ya," titah Reggy yang tak lepas dari senyumannya yang menawan.
"Tapi 'kan, bapak Manager disini? Masak iya, aku panggil 'abang'? Nanti dikiranya nggak sopan," jawab Diandra sungkan.
"Darimana kamu tahu kalau aku Manager disini?" Tanya Reggy kebingungan.
"Tuh," Diandra menunjuk name tag yang bertengger di dada kanan Reggy.
Spontan Reggy pun menunduk kearah telunjuk Diandra.
"Eh ... iya. Lupa ada name tag nya, hehe..." jawab Reggy cengengesan. "Iya, aku Manager baru disini," ungkap Reggy kemudian.
"Oh .. pantesan aku baru lihat Bapak, eh ... Abang," ujar Diandra.
"Kamu sering mampir kesini, ya?" Tanya Reggy penasaran.
"Iya ... cukup sering sih. Ini salah satu tempat favorit aku kalau lagi senggang dan nggak ada teman saat semua pada sibuk dengan urusannya masing-masing," ungkap Diandra seakan menceritakan keadaannya yang sebenarnya.
Obrolan mereka pun tetap berlanjut meskipun semua buku-buku udah selesai dibereskan.
***Setelah pertemuan pertama mereka di toko buku favorit, Diandra jadi makin getol berkunjung dan berlama-lama di toko buku itu.Entah apa yang Diandra lakukan di dalam sana, yang jelas dia sengaja berlama-lama baca diruangan khusus pembaca di gedung itu.Harapannya cuma satu, dia berharap bisa bertemu lagi dan lagi dengan manager cool tapi manis kaya gulali itu.Dan harapannya selalu terwujud.Manajer itu selalu menemuinya dikala waktu senggangnya."Ehem ... kamu lagi apa? serius amat?" Celetuk Reggie dari arah sebrang meja yang Diandra duduki."Hah...? eh... anu pak.. eh bang, aku lagi belajar nulis nih, hehe...." jawab Diandra yang terkejut.Dia lagi serius mengerjakan sesuatu di laptop kesayangannya yang menjadi hobi barunya itu."Belajar nulis? maksudnya kamu lagi belajar nul
*** Lemparan buku itu membuat mereka terkejut. Kemudian dengan santainya, Reggie berdiri dan menghampiri pengunjung tersebut. Reggie lalu membungkuk hormat dan meminta maaf pada pria tadi yang berada tak jauh dari meja mereka. Terlihat ada percakapan di antara mereka, sehingga membuat Reggie berkali-kali mengatupkan kedua tangannya sebagai tanda permohonan maaf yang mewakilkan ketiga sahabat itu. Dengan senyuman yang masih saja terus terkembang. Diandra mengedarkan pandangan ke seluruh pengunjung yang ada di ruangan itu, mereka saling berbisik. Ada yang melihat ke arah mereka bertiga, ada pula yang berbisik sambil melihat ke arah Reggie dan pengunjung pria tersebut. Selang beberapa menit kemudian, Reggie pun berbalik ke tempat duduk Diandra dan kedua sahabatnya. Suasana jadi sedikit menegang setelah insiden pelemparan buku tersebut. Kalau saja itu ruangan terbuka, mungkin Diandra sudah menggebrak balik pada pria tersebut yang sudah sangat tida
***Kemudian mereka beranjak pergi bersama-sama meninggalkan ruangan tersebut, dengan Reggie yang berjalan paling depan, di ikutin Diandra dan Fay yang berjalan berdampingan, kemudian di susul Ardi yang berjalan paling belakang. Mereka lalu menaiki anak tangga untuk menuju ke lantai dua.Ketiga sabahat itu mengira awalnya akan dibawa ke ruang kerja Reggie yang terletak di lantai dua, tapi dugaan mereka salah. Reggie masih terus berjalan berbelok menaiki anak tangga berikutnya. Tanpa banyak bertanya, ketiga sahabat itu tetap mengikuti kemana pun langkah Reggie membawa mereka.Akhirnya mereka sampai di pintu yang menjadi ujung anak tangga yang di perkirakan adalah lantai tiga. Namun lagi-lagi dugaan mereka salah. Setelah Reggie membuka pintu tersebut, tampaklah sebuah ruangan terbuka. Tepatnya ini adalah sebuah Roof top atau disebut juga atap gedung.Roof top gedung ini sangat teduh, tidak panas seperti kebanyakan atap gedung lainnya. Sekilas tempat i
***"Fay, aku mau curhat, nih," seru Diandra saat pulang dari Book Store tadi yang di antar oleh Ardi."Tumben? Memangnya kamu mau cerita apa, sih? Girang banget kayaknya," tanya Fay dengan santai."Aku di kasih nomornya Bang Reggie, dong," ungkap Diandra sambil langsung atraksi guling-guling di kasur, seperti kebiasaannya di saat Diandra merasa sangat girang.Tak lama kemudian ...Bluuugghhh ...Diandra nyemplung bablas dari kasur. Fay yang melihat aksi sirkus sahabatnya langsung tertawa terpingkal-pingkal."Aseeem kamu, Fay! Bukannya nolongin, malah ngetawain. Puas banget kayaknya lihat aku nyungsep," gerutu Diandra dengan manyun sambil berusaha bangkit dari sisi ranjang dengan tubuh terbelit selimut sembari mengusap-usap pinggang dan lengannya.Tapi Fay masih saja tertawa. Sampai-sampai dia memegangi perutnya dan sangat kesulitan menghentikan tawanya."Bisa nggak, kamu tuh berhenti ketawa? Berdosa banget, kamu. Huh ..
***Keesokan harinya, Fay sibuk mencari keberadaan Ardi karena dia ingin menceritakan semuanya tentang Diandra. Mau bagaimana pun juga, Fay sangat menyayangi Diandra seperti saudaranya sendiri. Dan tak ingin sesuatu yang berlebihan terjadi padanya.Bukan dia tidak menyukai Diandra dekat dengan Reggie, tapi Fay sangat khawatir apabila mereka berdua saling melibatkan hati dan perasaan, sementara Diandra sudah di jodohkan oleh orangtuanya. Itu pasti akan melibatkan banyak hati yang terluka.Sementara Fay sendiri belum tahu status Reggie seperti apa. Entah masih single atau sudah punya pasangan. Karena kalau Reggie sudah punya pasangan, itu akan menjadi boomerang bagi keduanya apabila cinta mereka terlanjur bersemi dan tumbuh tanpa disadari.Fay ingin agar Ardi membantunya mencari tahu fakta tentang seorang Reggie Kaivan tersebut. Apa statusnya dan darimana asalnya?"Duh .. Si Ardi kemana, sih? Kalau lagi genting kayak gini aja, susah banget nyarinya.
***Sementara di dalam ruang privasi Book Store -tempat favorit Diandra- dia tampak murung dan duduk seorang diri di meja paling pojok. Ternyata penyebabnya adalah karena hari ini Reggie tidak masuk kerja. Bukan karena sakit, tapi karena ternyata dia di tugaskan untuk mengurus projek di cabang kota lain oleh CEO Book Store ini.Diandra mengetahui hal tersebut dari pegawainya saat dia menanyakan sang Manager klimis, yang bahkan hingga menjelang sore yang di nanti tak juga muncul.Dreeet .. Dreeet .. Dreeet ..Tiba-tiba benda pipih yang bertuliskan 'OPPO' itu bergetar menandakan ada pesan masuk. Dengan segera Diandra membuka pesan tersebut, dan nama Reggie lah yang tertera disana. Seketika pipi Diandra bersemu merah saat membuka pesan itu."Assalamualaikum, Diandra!" tulis Reggie di pesan tersebut.Iya, ini adalah pertama kalinya Reggie mengirimkan pesan pada Diandra sejak mereka bertukar nomor."Waalaikumsalam, Bang," balas Diand
***Pagi harinya, Diandra dan Fay sangat sibuk mempersiapkan jam kuliah pagi."Hari ini mata kuliah apa, sih?" tanya Diandra sambil mengacak-acak beberapa diktatnya dengan terburu-buru."Pengantar Filsafat, Ndra," jawab Fay dengan santainya."Duh, mata kuliah yang paling aku benci, tuh. Padahal 'kan kita sastra, kudu ya .. ada mata kuliah Filsafat?" gerutu Diandra sambil tangannya terus menggeledah meja dan lemari bukunya. Sementara Fay masa bodoh dengan omelan Diandra itu.Fay memang sudah mempersiapkannya sejak semalam. Berbeda dengan Diandra yang gedebak-gedebuk karena belum mempersiapkan apapun untuk kuliah hari ini. Dia terlalu sibuk chattingan dengan manager handsome sampai pagi. Alhasil .. Fay pun jadi ikutan sibuk membantu segala keperluan Diandra yang bangun sedikit terlambat."Kamu sih, mendadak bucin. Jadi lupa segalanya, 'kan?" gerutu Fay yang manyun dengan bibir mungilnya."Ssttt ... berisik. Niat bantuin nggak, sih
***Sesampainya di taman -Telaga Sarangan-, Diandra celingukan mencari sosok pria yang selama beberapa ini ia rindukan. Tak berapa lama, dia pun menemukan sosok pria tersebut. Dia sedang duduk di sebuah kursi taman yang menghadap langsung ke air terjun di ujung telaga sambil membaca sebuah buku karya penulis terkenal.Diandra berjalan mengendap-endap, berharap bisa mengintip buku apa yang sedang Reggie baca dengan begitu serius."Nggak perlu mengendap seperti itu. Kalau kamu penasaran, tanya aja sama aku," celetuk Reggie yang seakan mengetahui kedatangan Diandra.Suara Reggie yang tiba-tiba itu cukup membuat Diandra hampir saja nyungsep ke depan dan semakin salah tingkah dibuatnya. Dengan tersipu malu, Diandra pun duduk di kursi samping Reggie."Maaf ya, lama nunggu!" ucap Diandra basa basi menghilangkan kegugupannya.Tak bisa dipungkiri, saat berhadapan langsung dengan Reggie, jantung Diandra seperti genderang yang mau perang. Begitupun den