Share

04. TITIK TEMU

Sesuai janji. Pertemuan Bara dan Layla berlanjut ke pertemuan kedua. Dan untuk kali ini Layla membebaskan Bara untuk memilih tempat, karena awal mereka bertemu yang menentukan tempat Layla dan sekarang gantian.

Alhasil, Bara mengajak Layla melipir ke warung tendaan di pinggir jalan. Tenda pecel lele menjadi pilihan Bara karena Layla bilang, dia belum pernah makan langsung pecel lele di tempat. Jadi, Bara membawa Layla ke sana.

Awalnya Layla fine-fine saja, tapi setelah melihat ramainya orang di sana dan juga banyak pengamen, Layla sedikit ragu. Pasalnya, ada hal penting yang akan dibahas dan tentunya butuh keheningan untuk saling memahami dan berkonsentrasi.

 Namun, Bara meyakinkan Layla mau di tempat mana pun itu, kalau kita memusatkan atensi kita pada sebuah permasalahan yang di bahas, pasti bisa memahami dan menemukan titik terang.

Alhasil, Layla mengalah.

Di tengah-tengah percakapan, tahu-tahu ada seorang pengamen datang menginterupsi mereka dengan genjrengan gitarnya tepat di depan mereka. Awalnya Layla mau mengusir, dengan air wajah yang menahan rasa kesal. Sebisa mungkin Layla harus menjaga image  manis di depan Bara. Namun justru Bara menyerahkan selembar uang lima ribu sampai pengamen itu pergi.

“Jadi gimana, La?”  tanya Bara.

Layla mengeluarkan sesuatu dalam tasnya; Surat perjanjian.

“Kamu boleh baca dan pahami isinya. Kalau ada yang keberatan, boleh kita diskusikan lagi sampai nemu titik deal.

Bara mengangguk-angguk paham dan segera membuka surat perjanjian. Ada namanya yang tercantum di pihak kedua dan nama Layla di pihak pertama. Dia membaca salah satu poin di sana. Jika pihak kedua setuju untuk menikah kontrak. Maka akan mendapat uang kompensasi sebesar 80 Juta. Bara melirik Layla. “80 Juta?”

“Yap. Kenapa? Kurang?”

Tanpa diduga, justru Bara mencoretnya.

“Loh, kok malah dicoret?”

“Nggak perlu uang,” timpal Bara. “Di sini kita sama-sama diuntungkan, istilahnya simbiosis mutualisme atau bisa juga win-win solution. Iya, kan?”

“Tapi, kan, kamu kemarin tanya keuntungan kamu kalau setuju sama ajakan saya. Ya itu keuntungan kamu, Bara. Kenapa malah dicoret?”

Bara tersenyum, dia menatap Layla dengan sorot mata dalam. “Saya nggak butuh uang kamu. Tapi saya butuh status kita nanti. Dan tentu saya pikir nggak perlu pakai nominal uang sebanyak ini segala, kalau kayak gini sama aja kamu beli saya.”

Layla tertegun mendengar perkataan Bara. Di sisi lain, dia bersorak dalam hati, itu artinya dia tidak perlu mengeluarkan uang tabungannya hanya untuk membayar Bara.

“Mending uangnya kamu tabung aja, La. Daripada buat bayar saya?” lanjut Bara sebelum akhirnya dia menandatangani surat perjanjian itu di atas materai.

“T—tapi, boleh saya tahu alasan kamu bisa dengan mudah setuju sama surat perjanjian ini?”

“Jawabannya tetap sama kok, kita berdua sama-sama membutuhkan. Dan hakikatnya manusia akan menghalalkan segala cara, kan, kalau lagi kepepet? Itu udah jadi reaksi alamiah manusia.” Jawaban Bara cukup masuk akal. Meskipun Layla masih bingung juga mengapa Bara menyetujui dengan cepat dan sudi terlibat dalam pernikahan kontrak.

Bahkan Layla bertanya-tanya; Bara kepepet dari segi apa? Perasaan yang kepepet hanya Layla dan tujuan Bara hanya ingin membalaskan rasa sakit hatinya karena ditinggal nikah. Tapi tidak ada penjelasan yang logis tentang itu. Bahkan Layla ingin sekali bertanya pada Bara, tapi Layla rasa kalau bertanya lebih dalam sama saja Layla memaksa masuk ke ranah pribadi Bara.

Jadi, lebih baik untuk tidak tahu-menahu urusan pribadi Bara.

“Dan saya juga paham apa yang seharusnya saya lakukan kalau kita udah nikah nanti,” lanjut Bara dan berpaling menatap surat perjanjian itu, membaca poin-poin lain yang ada di sana.

Tidak boleh mendominasi. Tidak boleh menyentuh. Tidak boleh melakukan perbuatan asusila dan kekerasan. Tidak boleh mengatur. Harus harmonis di depan keluarga.

“Untuk semua ini, saya udah paham,” lanjut Bara. “Saya nggak bakalan melenceng dari surat perjanjian ini,” Bara menjulurkan tangannya.

Layla terdiam. Dia menatap tangan Bara sekejap dan akhirnya menjabat tangan kekar cowok itu.

Deal, ya?” tanya Bara.

Layla mengangguk. “Oke, deal! Oh iya, kalau masalah tempat tinggal, gimana?”

“Oh, kalau itu nggak usah khawatir. Kebetulan saya udah punya rumah sendiri. Ya ... meskipun kecil, tapi lumayan,” Bara menampakkan senyum yang rupawan. “Dan di sana ada dua kamar. Kamu boleh gunakan kamar tamu, kalau nggak mau satu kamar dengan saya.”

Layla menganggukkan kepalanya. Dia menjatuhkan tanda tangan di sebelah kiri di atas materai. “Oke kalau gitu. Deal ya.”

Bara mengangguk, cowok itu mengambil gelas air teh hangat di depannya, menyesapnya perlahan.

“Jadi, besok ke rumah saya, ya? Ketemu Mama sekalian kita bahas rencana pernikahan kita. Secepatnya.”

Mendengar perkataan Layla, Bara langsung tersedak. “S—secepat itu?”

Layla mengangguk. “Kenapa? Lebih cepat lebih baik, kan? Saya orangnya nggak suka mengulur waktu. Ingat, time is precious

“Tapi saya perlu ngobrol dulu sama orang tua saya, lho.”

So? Ya ngobrol aja dulu. Setelah pulang dari sini? Atau besok pagi? Kita ke rumah saya setelah pulang kerja saya, sekitar jam tiga sore, mungkin.”

“T—tapi—”

“Atau mau saya bantuin ngomong?”

***

Bara baru saja sampai rumah. Bara memarkirkan motor CBR hitamnya di teras rumah. Dia melepaskan helm full-facenya, turun dari motor dan duduk di kursi rotan dekat pintu masuk untuk membuka sepatunya, meletakkannya di bawah meja kecil di samping kursi. Lalu bergegas masuk ke dalam rumah.

Melihat sang Ibu duduk di ruang tengah sedang menonton televisi, Bara ikut bergabung di samping sang Ibu. “Belum tidur, Bu?” Bara berpaling menatap jam dinding menggantung di atas sejajar dengan televisi dan menunjukkan pukul sepuluh malam tepat.

“Nungguin kamu,” Ibu berpaling menatap Bara. “Sudah makan?”

“Sudah, Bu.”

“Kenapa wajahnya kayak banyak pikiran gitu?”

Tidak ada jawaban yang keluar, Bara masih diam membisu dan memalingkan wajah ke arah televisi yang menayangkan siaran opera komedi. Ibu menyerongkan duduknya, menatap anak sulungnya itu dalam-dalam. “Kenapa, Nak? Ada masalah apa? Cerita dong sama Ibu.”

“A—aku mau menikah, Bu.”

Kali ini Ibu yang diam membisu. Tatapannya seolah tak percaya dengan ucapan anak sulungnya itu. Namun Ibu segera mencairkan suasana dengan terkekeh geli, meski terpaksa. “Ngaco kamu. Sama siapa? Orang kamu nggak pernah kenalin cewek ke sini. Terakhir itu ...,” Ibu mendadak diam, menggantungkan ucapannya.

“Udah ada penggantinya, Bu. Udah lama juga jadian, cuma masih ragu buat dikenalin ke Ibu,” Bara berpaling menatap Ibu. “Sekarang Bara udah yakin dan bakalan bawa dia secepatnya ketemu Ibu.”

“Emang kamu serius, Nak? Kamu sudah sembuh?”

Bara tersenyum. Menganggukkan kepala. “Untuk apa berlarut-larut, Bu?” tangan Bara menyentuh paha Ibu. “Pokoknya Ibu percaya aja sama Bara. Ini pilihan terbaik Bara.”

“Sudah kamu pertimbangkan baik-baik, kan, Nak? Kamu nggak salah ambil langkah, kan? Maksud Ibu ... kamu udah bener-bener yakin? Pernikahan itu nggak bisa untuk jadi ajang main-main, lho, Nak. Istrimu itu, calon ibu dari anak-anakmu kelak. Jadi kamu harus menimbang-nimbang pilihan kamu.”

Mendengar penuturan Ibu, membuat Bara merasa bersalah. Dia nyaris tidak pernah berbohong pada Ibunya dalam sejarah kehidupannya di dunia. Bahkan dia selalu bercerita tentang apa pun itu pada Ibu, bahkan soal Bara ditinggal nikah oleh kekasihnya. “Besok lusa, Bara bakalan bawa dia ke sini, Bu. Ketemu Ibu, biar Ibu sendiri yang menilai.”

“Orang mana dia? Ketemu di mana?”

“Ng—dia sahabatnya Yunda, Bu. Yunda yang kenalin dia ke Bara. Anaknya baik banget, ramah, mandiri dan pekerja keras. Bara aja sampai salut. Dia itu kerja satu perusahaan sama Yunda juga, butuh perjuangan buat masuk ke perusahaan itu. Ibu tahu sendiri, kan, kalau Bara mau masuk perusahaan Bellerica aja ditolak. Dan dia berhasil masuk dengan kerja keras dia. Bahkan dia merintis karier dari nol sampai diangkat jadi HRD.”

“Biasanya wanita karier susah punya waktu sama keluarga, lho, Nak.”

Bara mengamit tangan Ibu, matanya memandang penuh pengharapan. “Bu, pokoknya Ibu percaya deh sama pilihan Bara kali ini.”

BERSAMBUNG... 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status