Share

05. KERAGUAN MAMA

Setelah berhasil meyakinkan Ibu, akhirnya Bara menghubungi Layla untuk mengatur jadwal pertemuan dengan kedua belah pihak keluarga.

Bahkan mereka berdua bersekongkol merancang sebuah kebohongan soal pertemuan pertama hingga lamanya berpacaran sembunyi-sembunyi. Supaya tidak menimbulkan curiga dari keluarga masing-masing.

Akhirnya, sore ini, selepas Layla pulang bekerja, Bara mengunjungi kantor Bellerica untuk menjemput Layla. Meski, Layla bawa mobil dan Bara pakai motor. Tapi Bara memilih menyimpan motornya di kantor Layla dan dia sudah izin ke Yunda. Alhasil, mereka berdua menggunakan mobil milik Layla untuk ke rumah gadis itu dan bertemu keluarganya sesuai agenda.

Ayah Layla keturunan konglomerat pengusaha kelapa sawit terbesar di Kalimantan dan pengusaha Batubara, itu pun yang menyebabkan harta Ayahnya sepertinya tidak akan habis tujuh-turunan. Dari luar, orang-orang melihat rumah Layla bagai istana mewah dengan orang-orang yang riang gembira di dalamnya dan penuh keberuntungan. Bahkan Ayahnya Layla selalu di cap sebagai salah satu tetangga yang dermawan dan suka menolong sesama.

Dari dulu kehidupan Layla jauh di atas rata-rata dan selalu merasakan serba berkecukupan. Sebetulnya kalau dari kekayaan, Layla lebih kaya raya dibandingkan Yunda, bahkan Yunda sempat tidak percaya kalau Layla mau bekerja di perusahaan Bellerica dan itu salah satu cita-citanya. Padahal, Layla bisa saja memegang salah satu saham milik Ayahnya dan dia bisa leluasa memilih perusahaan mana saja sesuka hatinya dan meraup keuntungan lebih besar dari pekerjaannya di perusahaan Bellerica. Apalagi, hanya menjadi seorang HRD.

Sepanjang perjalanan, Layla dan Bara terdiam. Ditemani lagu Taylor Swift dari pemutar musik dalam mobil. Kali ini Bara yang menyetir mobil Layla, sungguh sebetulnya Bara tidak bisa berkonsentrasi karena terganggu bau parfume menyengat yang dipakai Layla mengganggu indra penciumannya.

“Nanti sesuai rencana kita ya, Bar. Pokoknya harus kelihatan mesra di depan keluarga saya.”

Bara melirik Layla, kentara sekali gadis di sebelahnya ini sedang grogi.

“Relax, La. Kamu grogi banget, ya?”

“Eh!” Layla tersentak, menatap Bara. “Nggak kok.”

Bara tersenyum geli. “Kalau boleh tahu, terakhir kali bawa cowok ke rumah, kapan?”

Layla menghela napas, tatapannya berpaling ke kaca samping, menatap pohon-pohon di bahu jalan. “Tiga tahun lalu, mungkin.”

Bara mengangguk-angguk. “Habis ini ke mana, La?”

“Masuk ke perumahan depan sebelah kiri, lurus aja dikit, nanti ada rumah cat putih dan gerbang hitam menjulang tinggi di sebelah kanan.”

Bara mengangguk-angguk. Tepat seperti perkataan Layla, rumah dengan cat berwarna putih satu-satunya dan gerbang menjulang tinggi itu terlihat mengintimidasi dari luar. Rumah Layla sangat besar bak istana kerajaan, dengan pilar-pilar besar menjulang tinggi ala desain Yunani. Begitu mobil Layla muncul di depan gerbang, seorang satpam membukakan gerbang dan memberi hormat.

Mobil masuk ke pelataran dan terlihat di sana ada beberapa mobil mewah lainnya terparkir.

Mesin mobil mati, mereka membuka seatbelt dan turun dari mobil. Sebelum masuk rumah yang terlihat mengintimidasi dari luar, karena atap tinggi yang berdiri kokoh bak istana kerajaan, Layla terdiam sembari menatap Bara. Tanpa bicara apa-apa lagi, dia mengaitkan lengannya di lengan kanan Bara. “Biar lebih meyakinkan.”

Bara sempat terdiam. Tapi dia memilih mengikuti permainan Layla. Mereka berjalan melewati taman dengan berbagai tumbuhan hias dan bunga berjajar rapi memanjakan mata, di sebelah kiri ada kolam air mancur lengkap dengan cicit burung menghiasi suasana alam lebih terkesan hidup. Dari luar terkesan seperti istana, tapi saat masuk ke dalam, suasana berubah menjadi asri. Lantainya berlapis granit yang membawanya langsung ke pintu utama.

Terdengar suara musik KoesPlus mengalun merdu. “Papa saya penggemar berat KoesPlus,” bisik Layla, Bara hanya mengangguk-angguk.

“Eh, hai! Udah pulang, sayang?” Layla melihat Papanya muncul sambil tersenyum, menyambut hangat anak gadisnya itu. “Siapa nih?”

Layla tersenyum penuh arti, dia mempererat pelukan tangannya di lengan Bara. “Iya nih, Pa. Kenalin, ini Bara, pacar Layla.”

Pernyataan Layla membuat suasana menjadi hening. Papa sampai tak percaya dengan pernyataan Layla.

***

Layla dan Bara duduk di sofa ruang tamu. Kali ini ditemani Papa dan Mama. Sorot mata menyelidik terpusat pada Bara, kedua orang tuanya itu menatap laki-laki yang berstatus pacar anak gadisnya ini penuh selidik dan tajam.

“Fernanda Bara?” tanya Papa. “Sejak kapan kamu pacaran sama anak saya?”

“Sekitar dua tahun, Om,” jawab Bara malu-malu. Bahkan dia betul-betul harus berhati-hati, takutnya salah ucap dan tidak sesuai dengan rencana yang sudah Layla dan Bara rancang.

“Lama juga, ya?” Papa mengangguk-angguk. “Sayang sama Layla?”

“Aduh, Pa—” Layla berdecak, mengibaskan tangannya, memotong perkataan Papa. “Pertanyaan yang nggak perlu dijawab. Oke, gini aja deh ... kita langsung ke inti dan tujuan aku bawa Bara ke sini.”

Papa tersenyum, menggelengkan kepala tidak habis pikir. “Kamu ini kebiasaan sukanya to-the-point mulu. Santai ajalah, nggak usah buru-buru. Iya nggak, Ma?” Papa berpaling menatap Mama yang sedari tadi hanya terdiam, menatap Bara penuh selidik.

“Tujuan kamu ke sini, apa?” tanya Mama ke Bara.

“T—tujuan saya ke sini, saya mau—”

“Kita mau nikah bulan depan!” sahut Layla memotong. “Bulan depan aku sama Bara mau nikah. Lagipula, lama-lama pacaran juga buat apa, kan?” Layla berpaling menatap Bara, menyunggingkan senyumnya. “Iya kan, sayang?”

Bara  mengulum senyumnya, dia mengangguk dan kembali berpaling menatap kedua orang tua Layla. “Iya, Tante, Om, saya ke sini berniat mau melamar anak Om dan Tante.”

“Kenapa mendadak?” tanya Mama sinis.

“Nggak mendadak kok,” jawab Layla. “Udah lama sebenernya rencana ini. Tapi baru terealisasikan sekarang aja buat bilang sama Mama dan Papa. Nggak ada salahnya, kan?”

“Ya ... tapi, kan, ini terlalu cepet lho, Nak,” kata Mama. “Mama dan Papa belum mengenal lebih dekat Bara,” Mama berpaling menatap Bara. “Dan pekerjaan kamu apa, Bara?”

“Saya Manajer Pemasaran di Western Comunity, Tan. Perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi.”

“Sudah berapa lama?” tanya Mama.

“Jalan lima tahun, Tante.”

“Oke, sebenernya Om nggak bakalan permasalahin pekerjaan kamu. Tapi, Om Cuma pengen kamu betul-betul serius sama Layla. Om nggak mau Layla kembali disakiti sama cowok pilihan dia sendiri. Bahkan sebetulnya Om sama Tante sudah siapkan laki-laki yang akan dijodohkan dengan Layla. Tapi kalau kamu betul-betul serius sama anak saya, kamu bisa buktikan itu bulan depan,” Papa berpaling menatap Layla. “Tanggal berapa, Layla?”

Bara menelan ludah, bahkan dia tidak percaya kalau Papanya Layla bisa semudah itu menyetujui rencana Layla akan menikah dengannya. Bahkan ini betul-betul di luar dugaan Bara, karena melihat dari segi rumahnya Layla, orang tuanya yang terpandang dan juga sikap Mamanya, itu sudah membuat Bara ciut duluan.

Namun, saat mendengar pernyataan Papanya, rasa ciut dan ragu itu mendadak hilang dan digantikan dengan rasa percaya diri dan tidak menyangka.

“Em ... belum kita tentuin juga sih, Pa. Yang jelas secepatnya dan bulan depan. Nggak bakalan lebih dari bulan depan.”

“Kak ... nggak dipikir-pikir lagi?” tanya Mama masih ragu. “Mama nggak mau kamu salah pilih kayak dulu-dulu.”

Papa menepuk paha Mama, mengisyaratkan untuk jaga omongannya di depan Bara.

Layla tersenyum, dia menggelengkan kepala. “Nggak. Layla yakin sama keputusan Layla sendiri. Pokoknya Mama sama Papa percaya aja deh sama pilihan Layla,” gadis itu berpaling menatap Bara, tersenyum simpul dan menyandarkan kepalanya di bahu laki-laki itu. Sempat membuat Bara tersentak kaget dengan tindakan Layla, bahkan di depan kedua orang tuanya. “Pokoknya Layla nggak salah pilih calon suami kayak Bara.”

Bara membiarkan Layla melakukan perannya untuk meyakinkan orang tuanya kalau dia tidak salah memilih Bara. Meskipun di sisi lain, dia begitu paham; ada begitu banyak kebohongan yang Layla sembunyikan hanya untuk menghindar dari acara perjodohan.

BERSAMBUNG... 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status