"Kalian kompak sekali," puji Melinda.
Kiara duduk di sebelah Samudra. Sedangkan di sebelah kirinya Cantika yang tidak mau jauh-jauh darinya."Pagi semuanya!" Tiba-tiba seorang gadis dengan pakaian glamour masuk dan bergabung dengan mereka seolah-olah sudah terbiasa melakukannya.Wanita itu langsung duduk di samping Samudra seperti sudah terbiasa. Mendadak suasana menjadi hening. Melinda menatap wanita itu dan Kiara bergantian. Sedangkan Samudra tetap cuek seperti sebelumnya."Kenapa Tante selalu datang ke sini? Emang di rumah Tante tidak ada sarapan ya?" tanya Cantika.Wajah bocah itu tidak bersahabat. Tatapannya tajam seolah ingin mengintimidasi wanita tersebut. Namun dengan wajahnya yang kecil itu justru membuatnya terlihat makin menggemaskan."Sayang, Tante ke sini untuk menemani Cantika. Katanya Cantika mau ikut lomba, jadi Tante sengaja datang untuk mengantar Cantika," jawab wanita itu lembut. Lebih tepatnya dibuat lembut."Cantika nggak mWanita kelahiran Solo itu memejamkan mata sejenak sembari menarik nafas panjang. Setelah mampu menguasai diri ia mengetuk pintu dua kali."Masuk!" Suara bariton itu serupa lonceng kematian baginya. Dengan tangan gemetar Kiara membuka pintu tersebut. Sebuah tatapan tajam langsung menyambut kedatangannya. Namun yang lebih mencengangkan lagi adalah keberadaan seseorang yang dikenalnya duduk di sana sambil menatapnya juga."Silakan duduk, Bu Kia!" Pria berusia awal tiga puluh tahunan yang sangat disegani seluruh guru dan murid itu menatap Kiara dengan tatapan yang sulit diartikan.Jika biasanya Pak Arsel-panggilan untuk kepala sekolah-selalu bersikap ramah dan murah senyum pada Kiara, kali ini berbeda. Pria itu tampak dingin dan tegas. Membuat tubuh Kiara yang sudah diliputi kecemasan mendadak semakin menggigil. Terlebih di sofa yang berhadapan dengan Arsel duduk pria yang sejak tadi membuatnya jengkel karena ditinggal sendirian di sekolah putrinya. "Te-terima
Wanita yang selalu tampil sederhana tapi elegan itu mendelik mendengar ucapan Arsel. Dia tak paham kenapa mendadak pria yang sangat ia hormati selama ini mendadak suka sekali mencampuri urusan pribadinya. "Maaf, Pak itu urusan pribadi saya. Saya mohon maaf sebelumnya karena harus resign secara mendadak seperti ini."Kiara mencoba untuk bersikap tenang. Sesekali ia menoleh ke arah pintu karena khawatir akan timbul fitnah jika terlalu lama di ruangan ini berduaan saja dengan Arsel meskipun pintu dalam keadaan terbuka lebar. "Bu Kia, ide resign itu bukan dari anda sendiri, kan? Anda pasti tahu peraturan sekolah ini kan? Bagi guru yang resign pada semester berjalan harus mencari pengganti?""Iya, Pak saya paham. Tapi ... saya tidak bisa mencari pengganti secepat ini. Mohon maaf atas hal ini." Arsel menyandarkan punggungnya. Pandangannya lurus ke depan tepat pada posisi Kiara berada. Ada banyak hal yang dipikirkan pria itu tapi sayang dia tidak bisa mengutarakan pa
"Lakimu? Angkat, angkat! Aku mau dengar suaranya?" Bu Diana heboh sendiri."Ibu. Bentar ya, aku angkat dulu." Kiara menempelkan ponselnya di telinga. "Assalamualaikum, Bu," sapanya ketika telepon sudah terhubung.[Wa'alaikumsalam, Sayang. Kamu masih cuti atau sudah kembali kerja, Nak? Ayahmu ingin bertemu. Bisa luangkan waktu sebentar saja untuk ke rumah sakit?]Ada rasa sesak di dada saat mengingat ayahnya. Sejak menikah, dirinya belum pernah sekalipun menjenguk. Ada rindu yang bergulung-gulung di dalam jiwanya. Namun apa mau dikata, Kiara sekarang bukan lagi gadis bebas. Dia memiliki suami dan setiap langkanya harus mendapat ridlo dari suaminya. "Kia sudah ke sekolah, Bu. Nanti Kita izin dulu sama Mas Sam ya, Bu. Semoga Kita bisa mengusahakan datang. Salam buat ayah."[Iya, Nak. Kamu harus izin sama suamimu. Karena bagaimanapun dialah walimu sekarang. Kalau dia nggak mengizinkan nggak apa-apa. Nanti biar ibu yang memberi pengertian pada ayahmu]Tetes
"Ada apa, Mas?" tanya Kiara saat suami istri itu sudah berada di dalam kamar. Samudra melepas jas mahalnya lalu diletakkan di atas kasur begitu saja. Kiara melirik perbuatan itu lalu berjalan untuk membereskannya. Sementara lelaki itu membiarkan sang istri melakukan tugasnya. "Jaga batasanmu. Jangan terlalu dekat dengan para pekerja. Apalagi sampai tertawa-tawa seperti tidak punya adab begitu!" ujar Samudra dingin. Kiara berhenti melepas sepatu suaminya yang baru selesai sebelah. Lalu mendongak menatap lelaki yang juga menatapnya datar. Pandangan mereka bertemu tapi Kiara merasakan aura dingin yang sangat membekukan. "Saya hanya ingin berbaur dengan mereka, Mas. Apa salah?" Kiara kembali melepas sepatu suaminya yang belum selesai. Lalu berdiri meletakkan sepatu-sepatu itu ke rak yang sudah tersedia. Samudra menikmati pelayanan Kiara yang totalitas. Meskipun ia sudah mengatakan untuk tidak usah terlalu menjalankan perannya sebagai istri, tapi dia juga tidak menolak dengan apa yang
Melisa, wanita itu sudah lama mendekati Samudra. Berbagai macam cara ia lakukan untuk menaklukkan lelaki beranak satu itu. Dengan parasnya yang cantik, bodynya yang seksi dan ketenaran yang dimiliki, Melisa sangat percaya diri bisa meraih hati pria dingin itu. Kuncinya hanya pada Cantika, anak semata wayang hasil pernikahannya dengan istri sebelumnya. Sayangnya sudah hampir 3 tahun berjalan hubungan mereka jalan di tempat. Samudra hanya menganggapnya sebagai rekan kerja karena kebetulan Melisa selalu mendapat kontrak iklan di perusahaan Samudra. Lelaki itu tak pernah menunjukkan ketertarikannya sama sekali pada sosok bernama wanita sejak kepergian istrinya untuk selama-lamanya. Namun Melisa tak pernah patah semangat. Dia selalu berusaha untuk mengambil hati Cantika karena dia yakin jika gadis kecil itu sudah bisa ditaklukkan, papanya pasti akan langsung setuju untuk menikah dengannya. Sayangnya, usaha wanita yang kerap tampil di layar kaca itu sia-sia. Mendadak Samudra memiliki istr
"Cantik mau ini?" tanya Melisa begitu wanita itu berhasil merebut piring hidangan berisi ayam kecap yang diinginkan oleh Cantika. "Tante ambilin, ya?"Kiara melirik ke arah Melisa yang mulai bertingkah dan mengganggu di meja makan. Terlihat sekali kalau wanita itu ingin merebut peran yang seharusnya dimiliki oleh Kiara. Bahkan ia tak sungkan untuk menunjukkan dominasinya di hadapan semua orang padahal semua tahu kalau kehadirannya tidak diinginkan. "Cantik mau bagian apa ayamnya?" tanya Melisa sembari melempar senyum yang dibuat-buat. Bocah kecil yang diperlakukan bak putri raja itu melengos. Dia memang ingin makan ayam kecap, tapi bukan dari wanita yang selalu berusaha untuk mendekatinya. Gadis itu tahu betul kalau kebaikan Melisa tidak tulus. Dia hanya ingin menarik perhatiannya sehingga jalan untuk mendapatkan papanya semakin mulus.“Aku mau ayam dari Mama,” ucap Cantika tanpa mau melihat ke arah Melisa. “Tante aja yang ambilin, ya? Nih Tante kasih yang banyak buat kamu,” cetus
“Kiara, kamu ngapain di dapur?” Melinda menghampiri Kiara yang tengah sibuk mengumpulkan piring kotor. Kiara yang sedang fokus dengan piring-piring kotor bekas makan malam mereka sedikit berjengkit mendengar pertanyaan mama mertuanya yang tiba-tiba.“Mau cuci piring, Ma,” sahut Kiara.Melinda menatap menantunya dengan tatapan teduh. Lalu berjalan mendekat dan merebut piring kotor yang dipegang Kiara lalu meletakkannya di wastafel. Tak lupa wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu menggenggam tangan Kiara dan diarahkan ke bawah kran air. Membasuh kedua tangan menantunya dengan telaten dan tatapan teduhnya.Kiara sampai terpaku dengan perbuatan mama mertuanya. Selama ini dia terbiasa melakukannya ketika di rumah meskipun ada asisten rumah tangga yang bekerja. Kiara sengaja melatih diri untuk bisa melakukan pekerjaan rumah tangga sebagai bekal ketika menikah. Dan kini, justru dia mendapatkan mertua yang sangat baik. Membuat hati Kiara yang sempat koyak akibat kedatangan Melisa,
Pertengkaran Kiara dan Samudra sebelumnya membuat wanita berhijab itu menangis sepanjang malam. Kiara benar-benar sakit hati dengan sikap suaminya, begitu pula dengan tingkah Melisa yang tak mau menghargai posisinya sebagai istri Samudra. Meskipun sejak awal dia tahu pernikahan ini hanya sebatas keuntungan, tapi tetap saja melihat suaminya tampak biasa saja disentuh wanita lain menciptakan luka di dalam hatinya.Untuk meluapkan kesedihan dan kekecewaannya, Kiara hanya bisa menangis hingga mata wanita itu berubah sembab. Dia juga tak bisa tidur nyenyak sepanjang malam karena terus memikirkan Samudra dan Melisa. "Udah jam 04.00 pagi, ya?" gumam Kiara saat menatap jam yang menempel di dinding. Wanita itu benar-benar tak sadar sudah menguras air mata hingga pagi tiba.Wanita yang belum pernah dekat dengan lelaki sepanjang hidupnya itu segera mengusap wajahnya yang basah dan bergegas bangkit dari ranjang untuk memulai aktivitas. Saat melewati cermin rias, tak sengaja melihat pantulan waja
"Ada apa ini?" Tiba-tiba sosok pria datang menghampiri mereka.Salah seorang pimpinan polisi menunjukkan surat perintah penangkapan. "Kami mendapat laporan penyekapan anak-anak di bawah umur di sini. Tolong kerjasamanya untuk tidak menghambat tugas kami." Pria bertubuh tegap dengan penampilan serba hitam itu sedikit menyunggingkan senyumnya. Pembawaannya sangat tenang meski ia tahu anak buahnya telah ditangkap dan anak-anak yang disekap ikut dibawa. Alih-alih panik karena rahasianya terbongkar, pria itu justru terlihat sangat santai. "Tidak ada penyekapan di sini. Mungkin anda salah info," ujarnya santai."Semua bukti-bukti sudah ada. Anda lebih baik ikut kami sekalian." Tanpa diduga, pria itu langsung naik ke mobil polisi tanpa membantah. Tentu saja hal itu menimbulkan tanda tanya bagi anak buahnya. Sedangkan para polisi tampak senang karena penangkapan tidak terlalu mendapatkan perlawanan. Terlebih mereka langsung mendapatkan pimpinannya tanpa drama yang berarti. Tanpa mereka tah
Sementara di rumah penyekapan terjadi kehebohan yang luar biasa. Setelah pamit mengantar Cantika, Kipli tak kunjung kembali. Salah seorang dari empat orang rekannya yang sedang santai setelah bosan bermain kartu akhirnya menyadari jika Kipli sudah terlalu lama ke belakang. Awalnya mereka bersikap masa bodoh, tapi setelah sekitar satu jam tidak kunjung kembali, mereka merasa ada yang janggal. "Hei, Anto! Coba Lo susul Kipli, cuma nganter boker aja sampai menahun. Jangan-jangan dimakan binatang buas lagi mereka!" ucap salah satu dari empat penjaga itu asal. Anto yang sejak tadi sudah mulai gelisah karena Kipli tak kunjung kembali seperti mendapat angin segar. Dadanya membuncah bahagia karena akhirnya dia memiliki kesempatan juga untuk kabur dari sana. Walau bagaimanapun, dia sama dengan Kipli. Menerima tawaran pekerjaan ini karena terdesak kebutuhan ekonomi. Ditambah lagi bayarannya cukup tinggi. Lama kelamaan Anto merasa ada yang salah dari profesinya ini. Dia merasa kasihan setiap
"Anggap saja gue sudah tidak punya utang Budi apapun lagi sama Lo!" jawabnya santai. Andai Samudra bukan lelaki yang tegas, dia pasti sudah menghambur ke pelukan pria berambut gondrong itu. Namun karena dia adalah pria dan tidak ingin menunjukkan kelemahannya, dia hanya tersenyum dengan tatapan yang menyiratkan rasa terima kasih yang teramat dalam.Setelah selesai memberi instruksi pada Jack, Samudra memilih untuk kembali ke kamar rawat putrinya. Dia ingin mendengar sendiri dari mulut putrinya bagaimana dia bisa mendadak tergeletak di pinggir jalan, tempat di mana dia ditemukan. Dengan sangat hati-hati lelaki bergelar ayah itu membuka pintu. Tatapannya langsung tertuju pada tiga wanita beda generasi yang sangat ia cintai. Hatinya merebak. Lalu tiba-tiba hatinya gerimis. Samudra melangkah masuk sembari mengusap sudut matanya diam-diam. Hampir saja pria ini frustasi saat sang buah hati tak kunjung ditemukan kemarin. Kini, melihat orang-orang yang dia cintai telah berkumpul membuat hat
"Ada apa?" tanya Kiara terus mendesak mereka. "Tidak apa-apa, Nyonya. Tuan sedang mengantar Nona kecil untuk tes laboratorium," ujar salah satu pria yang semuanya memiliki postur dan tinggi tubuh hampir serupa. "Apa yang terjadi? Apa sangat parah sampai harus di tes laboratorium?" Kiara tak bisa menyembunyikan kepanikannya. Sebelum bertemu langsung dengan putrinya, wanita yang dulu sempat menjadi seorang guru itu tidak bisa tenang. Pikirannya terus dihantui dengan hal-hal yang buruk mengenai buah hatinya. Meski Cantika bukan putri kandung bagi Kiara tapi dia sudah menganggap anak itu seperti anak kandungnya sendiri. Bahkan rasa cintanya pada sang anak melebihi cintanya pada diri sendiri. Suara langkah kaki yang mendekat membuat kepala Kiara spontan menoleh padanya. Di sana, di ujung lorong ia melihat Samudra mendorong kursi roda yang di atasnya duduk seorang gadis kecil dengan kepala menyandar ke belakang. Menunggu mereka sampai ke hadapan rasanya terlalu lama bagi Kiara sehingga
Cantika terus berlari dengan kaki kecilnya menyusuri hutan rimba yang cukup sepi. Meski dalam hati ketakutan dan ingin menangis tapi gadis kecil itu lebih takut lagi kalau kembali di rumah penyekapan. Nafasnya sudah mulai memburu padahal baru setengah jalan sebelum bertemu dengan jalan raya. "Apa Mama cantik takut." Melangkahkan kakinya yang kecil gadis itu terus meneriakkan nama papa dan mamanya sambil berderai air mata. Sementara di pelabuhan speed boat yang mengejar kapal yang diduga membawa Cantika sudah semakin dekat. Anak buah Samudra sebagian sudah melompat ke atas kapal dan baku hantam tak terelakkan. Cek yang memimpin pasukan memerintahkan anak buahnya untuk menggeledah kapal tersebut. Sementara dirinya melawan orang-orang yang masih tersisa. "Bagaimana?" tanya Jack ketika sudah bisa melumpuhkan musuh."Tidak ada, Bos. Nona muda tidak ada di manapun!' sahur salah satu anak buahnya yang sudah mencari ke semua penjuru kapal. "Tapi ... saya menemukan ini, Bos!" lanjutnya sera
"Lo lihat wajah polos anak-anak itu? Bayangkan kalau salah satu diantara mereka adalah anak kita. Apa Lo nggak merasa kasihan? Hari ini kita menculik anak orang lain, bagaimana kalau suatu saat anak kita yang jadi korbannya?" bisik pria yang sudah mulai sadar akan perbuatannya itu. Sedangkan pria bernama Anto yang sejak tadi berusaha untuk tetap terjaga karena kantuk yang menyerang mulai goyah dengan ucapan temannya. Dia juga memiliki anak-anak seusia mereka. Bahkan anaknya kembar dan baru kelas 2 SD. Demi mereka dia rela melakoni pekerjaan haram ini. Namun tak pernah terpikir dalam benaknya suatu ketika anak yang di perjuangkan hidupnya akan bernasib sama dengan anak-anak ini.Tatapan Anto jatuh pada Cantika yang tampak lemas. Gadis kecil itu terus merengek dan tidak mau makan sehingga kehilangan banyak tenaga. Mendadak rasa kasihan menyusup ke dalam relung jiwanya. Wajah Cantika berubah seperti wajah anaknya yang tengah menangis minta tolong. Entah karena efek kantuk yang menggelay
"Mas, coba lacak lewat GPS. Tadi pagi Cantik memakai jam tangan yang sudah dipasang GPS," usul Kiara. Samudra sendiri baru sadar jika dia telah menasang alat pelacak di jam tangan dan sepatu Cantika. Karena kalut dia sampai lupa hal sepenting ini. Seketika harapannya terbit. Dengan alat pelacak itu, dia bisa menemukan posisi sang buah hati saat ini. Lelaki itu segera menyalakan smartwatch yang dipakainya. Ia membuka aplikasi untuk melacak keberadaan putrinya. Kedua alis lelaki bergelar ayah itu tertaut ketika melihat titik ordinat keberadaan putrinya. "Aku ikut, Mas!" Kiara tak bisa berdiam diri menunggu kabar sementara putri kesayangannya dalam bahaya."Sayang, kamu tunggu di rumah. Misi penyelamatan ini cukup berbahaya, Sayang." Samudra berusaha membujuk sang istri yang tetap kekeh ingin ikut. Pria yang masih memakai jas lengkap itu menatap mata sendu wanita yang ia cintai dengan tatapan yang meyakinkan. Dia tak ingin keselamatan Kiara terancam. Di saat Cantika, putri semata way
"Cantik kan sudah bilang jangan ikuti Cantik! Cantik sudah besar, sudah berani ke kamar mandi sendiri!" tolaknya.Setelah mengatakan itu langsung berlari menuju ke kamar mandi siswa yang berada di sebelah kanan gedung sekolah ini. Pengasuh dan bodyguard itu akhirnya mengalah pada nona mudanya daripada mendapat amukan sang majikan. Mereka juga berpikir ini masih di lingkungan sekolah jadi tidak mungkin ada orang asing yang bisa masuk ke area sekolah terlebih di gerbang ada penjaga. Lima menit, sepuluh menit, sampai lima belas menit Cantika tak kunjung kembali. Pengasuh dan pengawal mulai gelisah. Seharusnya kalau hanya buang air kecil Cantika sudah kembali. Tanpa dikomando, dua orang yang sama-sama dipekerjakan untuk menjaga Cantika itu bergerak cepat menuju ke kamar mandi siswa. Satu per satu bilik dibuka tapi tak ada tanda-tanda keberadaan seseorang di sana. "Non! Non Cantik!" panggil bibik panik. Namun tak ada sahutan dari sana. "Bagaimana ini, Non Cantik tidak ada di manapun!" u
Tanpa menunggu matahari terbit malam itu juga semua tim dikerahkan untuk menyisir parkiran kantor. Terdapat dipungkiri jika kehadiran Melisa kembali membuat hidup Samudra tidak tenang. Samudra hanya memantau dari rumah karena khawatir istrinya akan mencari jika tiba-tiba wanita yang dicintainya itu terbangun seperti biasa. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari. Samudra duduk di sofa kamarnya sambil terus memantau ponselnya. Yaitu terus berkomunikasi dengan kepala tim yang diterjunkan untuk menyisir parkiran kantor. Sudah satu setengah jam pria berhitung mancing itu menunggu kabar tapi anak buahnya belum ada satupun yang memberikan kabar padanya. Tiara merasa tiba-tiba tenggorokannya kering sehingga membuatnya terbangun untuk minum. Namun ia merasakan tempat tidur di sebelahnya. Wanita itu membuka mata lalu mencari sosok suaminya. Sepasang mata Kiara menyipit tatkala melihat siluet pria sedang duduk di sofa dalam kamarnya. Tanpa perlu menajamkan matanya pun wanita itu tahu si