"Mama! Kata Oma Cantik mau punya adik. Mana adiknya Cantik, Ma!" teriak Cantika memenuhi ruang VIP itu.Kiara menatap suaminya sekilas seolah meminta bantuan untuk menjawab. Sebenarnya Kiara masih belum mau membahas soal kehamilannya sama sekali mengingat dia sendiri masih shock dengan apa yang terjadi. "Cantik Sayang, adik bayinya masih dalam perut Mama. Nanti kalau sudah sembilan bulan baru lahir ke dunia," jelas Samudra lembut. Cantika menatap papanya dengan dua bola mata bulat yang tampak berbinar-binar. Ia mendengarkan penjelasan papanya seolah memahami apa yang dikatakan oleh sang papa."Begitulah?"Samudra mengangkat tubuh Cantika ke dalam gendongannya hingga posisi bocah itu menjadi tinggi. "Iya, Sayang. Adik bayinya masih sangat kecil. Jadi harus bobok lama dulu di dalam perut Mama. Nanti kalau adik bayinya sudah lahir, Cantik harus sayang sama adiknya ya?""He'eh!" Cantika mengangguk mantab. "Cantik pasti sayang sama adik bayi. Cantik jadi punya teman bermain nantinya."
"Apa kalian tidak tahu siapa saya? Saya akan laporkan pada Samudra karena telah melarang saya untuk masuk!" teriak Melisa di depan lobi kantor Samudra."Mohon maaf Bu Pak Sam sendiri yang melarang ibu untuk masuk!""Apa? Tidak mungkin! Kalian pasti hanya mengada-ada! Aku ini calon istrinya Samudra! Tidak mungkin dia melarangku ke sini!" ***Samudra baru saja duduk di samping Kiara sambil membawakan makanan untuknya ketika tiba-tiba ponselnya berdering. "Ayolah, sayang makanlah sedikit saja. Demi bayi kita," mohon Samudra.Awalnya Samudra mengabaikan panggilan itu tapi karena terus-menerus berbunyi hingga membuatnya tak bisa fokus mengurus Kiara mau tak mau iya mengangkat panggilan tersebut. "Ada apa bukankah sudah kubilang jangan menghubungi saya kalau tidak penting?" Tanpa menunggu sosok di seberang telepon berbicara Samudra langsung mencecarnya dengan pertanyaan.[Maaf Pak tapi bu Melisa sudah membuat keributan di sini. Ya memaksa untuk masuk ke kantor Bapak]"Apa menangani seek
"Es campur? Tengah malam begini" tanya Samudra.Mendengar respon suaminya, spontan tangisan Kiara makin kencang. Wanita itu menatap suaminya sengit. Samudra yang melihatnya langsung gelagapan. Ia lupa kalau istrinya sedang mengandung sehingga apa yang diinginkan saat ini bukanlah murni keinginannya melainkan karena pengaruh hormon kehamilan. Lelaki itu segera meraih tubuh Kiara dan memeluknya erat. "Maaf, Sayang aku nggak bermaksud seperti itu. Kamu benar-benar ingin makan es campur? Baiklah, aku akan Carikan ya. Tapi tolong jangan menangis lagi. Nanti kamu kecapekan dan akan berpengaruh pada bayi kita."Samudra terus membujuk sang istri hingga wanita hamil itu berhenti menangis. Walaupun dalam pikiran Samudra terus memutar otak bagaimana caranya mendapatkan es campur jam 1 malam begini. Namun demi menuruti keinginan sang istri juga agar bisa mendapatkan kepercayaan darinya lagi, maka apapun akan Samudra lakukan. "Ya sudah, kamu tidur lagi ya. Aku Carikan es campurnya dulu. Nanti k
Karena sudah lemas, Kiara tidak bereaksi apapun saat sang suami melucuti semua pakaian dan membersihkan tubuhnya. Dengan tangan gemetar, Samudra berusaha menyelesaikan secepat mungkin. Tak lupa ia juga membersihkan dirinya sendiri."Cobaan apa ini, Tuhan," batin Samudra. Sejak menikah, baru kali ini lelaki itu benar-benar melihat tubuh sang istri tanpa penutup apapun. Walaupun sudah pernah melihatnya saat kejadian malam kelam itu, tapi saat itu dia dalam pengaruh emosi sehingga tidak benar-benar melihatnya. Kini, dihadapkan dengan pemandangan indah itu, Samudra seperti berada dalam siksaan yang maha dahsyat di dalam dirinya. Ia mencoba untuk menahan gejolak yang muncul. Sebagai pria normal yang pernah merasakan nikmatnya surga dunia, tentu saja pemandangan halal di depannya membuat sesuatu yang tertidur selama ini terbangun dan minta dituntaskan. "Astaga, harus berapa lama lagi siksaan ini terjadi," gumam Samudra. Setelah bisa menguasai diri, lelaki itu memakaikan handuk ke tubuh
Kiara duduk di depan jendela sambil menatap taman belakang rumah. Bunga-bunga tampak bermekaran menguarkan aroma semerbak, membuat suasana pagi Kiara terasa lebih baik. Matahari mulai mengintip di sela-sela pepohonan membentuk lukisan bayangan tumbuhan di bumi. Pagi ini, Kiara merasa seperti hidup kembali setelah beberapa bulan mengalami mati suri. Ya, hidupnya selama beberapa saat mengalami stagnasi karena hubungannya dengan sang suami yang semakin meruncing. Kiara berharap, perubahan suaminya tak hanya sekadar kamuflase untuk membuatnya tetap stay di rumah ini. "Mama!" Tiba-tiba Cantika sudah berada di belakangnya. Gadis kecil itu masuk dengan membawa segelas susu untuk Kiara. "Lihat, Cantik bawain susu buat dedek bayi!" ujar Cantika antusias. Gadis kecil itu berjalan memutar hingga kini berhadapan dengan Kiara. Senyum teduh Kiara berikan pada putri sambungnya itu. Keharuan menyeruak di dalam dada saat Cantika menyodorkan segelas susu ibu hamil untuknya."Diminum ya, Ma! Kata Pa
"Ha ha ha, dia pikir karena punya kuasa dia bisa berbuat seperti ini padaku? Samudra, tunggu saja, kamu akan bertekuk lutut padaku," ujar Melisa.Wanita yang berprofesi sebagai model itu tampak tersenyum bengis. Tatapannya menerawang ke depan sembari terus tertawa seolah-olah apa yang dilakukan sesuatu yang sangat membahagiakan. "Sam-sam, kamu mau main-main sama aku?" Kekeh Melisa sembari memainkan kukunya yang dicat merah. Saat ini, wanita itu berada di atas angin karena merasa telah menang melawan Samudra. Dia merasa Samudra pasti akan memohon-mohon padanya. Namun satu hal yang tidak pernah dia sadari bahwa media tetap akan berpihak pada siapapun yang mampu membayar mahal. Ya, itulah realistas sekarang."Melisa! Apa yang sudah kamu lakukan? Di luar sana banyak media yang berkumpul menantimu keluar!" Tiba-tiba manager Melisa datang dengan tatapan panik.Melisa menurunkan kakinya yang semula nangkring di atas meja. Lalu berdiri sembari menatap sang manager dengan tatapan aneh. "Mer
Samudra segera menghubungi orang-orangnya tanpa menghentikan laju kendaraan yang ia kemudikan. Tak lupa juga menghubungi satpam rumah untuk tidak membukakan pagar bagi siapapun yang ingin masuk. Dia benar-benar tak Sudi bertemu dengan wanita yanh telah berani main-main dengannya.Melisa sendiri memilih untuk tidak mengejar Samudra dan menunggu di depan pagar. Dia berpikir bahwa Samudra tidak mungkin tidak pulang. Dengan santai dia kembali masuk mobil dan menunggu sembari menikmati musik kesayangannya. Selang 10 menit, gerombolan pria berpakaian serba hitam datang mengepung mobil merah yang terparkir di samping pagar rumah Samudra. Mereka memaksa Melisa pergi dari sana hingga terlibat percekcokan. Karena wanita itu memaksa untuk tetap menunggu Samudra, akhirnya para pria gagah itu menyeret Melisa keluar dari mobil dan membawanya pergi. Salah seorang mengendarai mobil Melisa dan mengikuti rombongan menuju tempat yang sudah ditentukan. Samudra tersenyum miring menyaksikan hal itu. Kem
"Kalau nggak bisa naik motor jangan berkendara di jalan raya!" Seperti tuli, gadis berhijab yang masih memakai seragam mengajar bergegas menegakkan kembali motornya, tanpa melihat ke arah pengendara mobil yang ia tabrak akibat ia tidak menyadari bahwa ia melajukan motor matic merahnya di jalur yang salah.Tanpa mengatakan satu patah kata pun, Kiara Ramadhani kembali menaiki motornya dan melajukan benda itu kembali, mengabaikan ucapan-ucapan dari sosok berpakaian mewah yang ia tabrak tadi."Hei! Kamu mau ke mana? Kamu terluka!" teriak pria tersebut. Meski awalnya marah-marah, melihat gadis yang bertabrakan dengannya terluka, sisi kemanusiaan pria itu tersentil. Akan tetapi, Kiara sudah telanjur pergi. Gadis itu bahkan tidak merasakan sakit, padahal darah merembes di bagian lutut dan sikunya yang tadi terbentur aspal jalanan.Air mata Kiara terus mengalir. Pandangan matanya membuaram karena terhalang oleh genangan air yang tak berhenti mengalir. Bayangan sang ayah yang tergolek lemah