Perlahan-lahan kondisi Cantika semakin membaik. Hemoglobin dalam darahnya pun juga sudah merangkak naik berkat donor darah dari orang-orang baik yang rela menyumbangkan darahnya untuk gadis kecil itu. Selama dua hari ini Kiara tidak pernah pergi dari sisi Cantika karena gadis kecil itu benar-benar tak mau ditinggal.Kini, Cantika tengah tertidur pulas. Perlahan Kiara melepas genggaman tangan Cantika lalu melangkah ke dalam kamar mandi. Sudah waktunya shalat duhur dan dia belum melaksanakannya. Selesai berwudhu, Kiara membuka pintu kamar mandi perlahan. Namun mendadak dia harus menghentikan gerakannya karena mendengar suara ribut-ribut di luar. Terpaksa Kiara mengurungkan niat untuk keluar dari kamar mandi. Kebetulan, waktu shalat duhur masih agak panjang. "Kalau kamu nggak bisa jaga Cantika, lebih baik saya saja yang mengasuhnya. Lagipula, mana tuh istri pilihanmu itu? Nggak ada kan? Di saat Cantika sakit dia malah tidak ada di sini!" Suara seorang wanita terdengar jelas sampai ke
Vino berjengkit mendengar deheman Samudra. Pria itu mengusap tengkuknya yang tidak gatal. Wajahnya memerah karena ketahuan mengagumi wanita yang sudah menjadi istri sahabatnya. "Hei, Bro! Sudah lama di sini?" tanya Samudra dengan suara beratnya."Ba-baru saja. Kamu dari mana?" Vino berjalan menuju sofa sembari mengusap wajahnya. Sungguh saat ini ia berharap bisa menghilang dari muka bumi ini. Bagaimanapun Vino masih menghargai Samudra sebagai sahabat sekaligus saudara. Tidak mungkin dia mengatakan yang sejujurnya kalau Kiara adalah sosok yang menjadi alasan baginya kembali ke tanah air setelah menempuh pendidikan tinggi di luar negeri dan mendapatkan posisi jabatan yang penting di sana. "Kamar mandi." Samudra ikut duduk di sebelah Vino. "Kamu kenapa, Bro? Kayak gugup gitu?" Samudra menepuk pundak Vino. Sebenernya dia tahu kalau Vino gelisah karena tertangkap basah tengah memerhatikan Kiara yang sedang menunaikan shalat. Namun dia mencoba untuk menahan diri agar tidak bertanya ten
"Mama, Mama dimana?" Seketika Kiara menghentikan pergerakannya. Wanita itu urung naik ke ranjang dan kembali mendekati Cantika. Pada saat yang sama Samudra juga mendekati putri semata wayangnya. "Mama ada di sini, Sayang. Cantik butuh apa, hem?" "Jangan pergi dari sisi Cantik. Mama duduklah di sini saja." Cantika menepuk ranjang sebelah dia terbaring. "Sayang, Mama juga butuh istirahat. Biarkan Mama tidur dulu sebentar, ya. Papa yang akan jagain Cantik di sini." Samudra membujuk putrinya agar memberi Kiara waktu untuk istirahat. Setelah diamati dengan saksama, wajah Kiara terlihat kuyu. Lingkar hitam di kelopak mata tampak begitu jelas. Bibirnya juga tampak pucat karena tidak memakai lipstik. Rasanya tak tega membiarkan istri tercinta kelelahan menjaga anaknya. "Nggak papa, Mas. Aku bisa tidur sambil duduk." Kiara membantah. "Cantik mau apa, Sayang? Mau makan sesuatu?" tawarnya kemudian. Cantika menatap Kiara dan Samudra bergantian. Pada dasarnya bocah itu sangat penurut dan me
"Mau sampai kapan kau teruskan kegilaanmu itu? Apa dengan hancurnya karirmu itu masih kurang sampai-sampai kau rela mempertaruhkan semuanya hanya demi obsesimu itu?" Ucapan menohok seorang pria membuat Melisa mencebik.Wanita itu duduk dengan santai di single sofa lalu mengambil sebatang rokok dan menghisapnya. Ya, sebenernya Melisa bukanlah wanita baik-baik seperti apa yang nampak di entertainment. Semua yang terlihat di layar kaca selama ini hanyalah gimmick-gimmick untuk menjual namanya agar karir semakin melejit. Namun bagi sebagian orang tahu bahwa dunia entertainment tidak sebersih itu. Melisa termasuk di dalamnya. "Semuanya sudah hancur, Kak. Akan sia-sia kalau aku berhenti di sini. Apapun yang terjadi tujuanku harus tercapai," ujarnya sembari menghembuskan asap dari mulut dan hidung. Sayang sekali kecantikan wajah wanita itu tidak disertai dengan kebaikan akhlak dan budi pekertinya. Mungkin karena sejak kecil dia hidup di keluarga yang broken dan tidak pernah dikenalkan pad
Seketika perdebatan itu berhenti karena kedatangan Samudra. Kiara hanya diam saja saat sang suami bertanya. Sedangkan dua orang yang baru saja menghinanya mendadak berubah lemah lembut di hadapan Samudra. "Sam, ini loh wanita kampungan ini nggak punya sopan santun sama orang tua! Kasihan kan Cantika mendapatkan ibu seperti dia," ujar mantan mertua Samudra dengan tangan menunjuk Kiara. "Yang anda sebut wanita kampungan itu istri saya, Nyonya. Dia adalah nyonya Samudra kalau anda lupa!" jawab Samudra dingin. Rupanya peringatan samudra kemarin tidak diindahkan olehnya. Samudra masih berusaha sabar karena dia adalah nenek dari putrinya. Wanita yang dulu pernah dia hormati juga sebagai mertua. Namun jika sikapnya tak bisa ditolerir, maka Samudra tak segan untuk bertindak. "Sam, tapi dia itu nggak cocok untukmi dan Cantik-""Cukup, Nyonya! Tolong jangan melampaui batasan. Dulu saya mengormati anda karena anda mertua saya. Sekarang kalau anda bersikap seperti ini, jangan salahkan kalau s
"Adaw!" Spontan Samudra mengadus merasakan panas pada kupingnya. "Bicara apa kamu barusan? Kamu mengumpati mamamu sendiri, hah?" Melinda yang biasanya kalem mendadak berubah galak. Wanita itu terus menarik kuping putranya sampai lelaki itu menjauh dari Kiara. Dalam hati Kiara tertawa puas melihat suaminya diperlakukan seperti anak kecil oleh mamanya. Ada rasa hangat yang tiba-tiba menjalari seluruh tubuh Kiara hingga ke relung hati yang paling dalam. Suasana seperti inilah yang ia inginkan sejak dulu. Dia ingin merasakan kehangatan keluarga layaknya di rumah kedua orang tuanya. Impian pernikahan bahagia dan harmonis seperti ayah dan ibunya ternyata sulit terwujud di awal-awal pernikahan. Tak heran wanita penyuka makanan asam itu langsung kecewa saat pernikahan yang diimpikan tidak sesuai dengan ekspektasi. Bahkan dia harus merasakan sakitnya diabaikan dan kehilangan buah hati yang masih dalam kandungan. "Sudah sana kalau mau mandi, Nak. Jangan hiraukan suamimu ini. Biar dia tahu b
Suasana pagi di rumah besar keluarga Trianggoro dipenuhi dengan aura kebahagiaan. Sejak bangun pagi, Samudra tak henti-henti tersenyum. Sesuatu yang tidak pernah terjadi selama ini. Pria yang biasanya hanya berkutat dengan tumpukan berkas dan laptop itu kini terlihat sibuk di dapur. Yang membuat semua orang geleng-geleng kepala adalah apron yang dipakai berwarna pink. Dengan gayanya seperti itu Samudra tampak menggemaskan seperti aktor Korea. Wajah garang dan dingin yang selama ini senantiasa melekat padanya seketika hilang saat melihat apa yang dilakukannya saat ini. "Mas, kamu yakin nggak mau dibantuin?" tanya Kiara tampak was-was. Ya, wanita itu khawatir Samudra akan membuat dapurnya meledak karena belum pernah menggunakannya sebelum ini. Bagaimanapun di dapur banyak benda berbahaya jika tidak bisa menggunakannya. "Kamu duduk saja yang manis di meja makan sambil menikmati jus strawberry yang sudah kubuat. Jangan menggodaku atau makanan ini akan gagal, okay?" Samudra memberi p
Samudra turun lebih dulu lalu berlari memutari mobil dan membuka pintu samping tempat Kiara duduk. "Silakan my wife!" seru Samudra sembari mengulurkan tangan. Diperlakukan seperti ini membuat dada Kiara meletup-letup. Hatinya menghangat menggelorakan perasaan yang baru bersemi. "Terima kasih," sahut Kiara dengan senyum manisnya. Pasangan suami istri itu melangkah bersama sambil bergandengan tangan menuju sebuah gedung mewah yang menjulang di hadapannya. Ketika mereka masuk, seorang karyawan langsung menyambutnya hangat dan ramah. "Selamat datang, Tuan, Nyonya. Mari," ucapnya lalu menunjukkan jalan menuju tempat di mana mereka bisa bicara.Samudra memindahkan tangannya yang semula menggenggam tangan Kiara menjadi merangkum pinggang rampingnya yang terbalut gamis. Awalnya wanita bergamis biru muda itu merasa smrisih dan malu dilihat para karyawan. Namun dia juga tak berani menolak demi menjaga wibawa suaminya agar tidak terlukai."Kukira tidak jadi datang," sambut Nena wanita seumu
Sementara di rumah penyekapan terjadi kehebohan yang luar biasa. Setelah pamit mengantar Cantika, Kipli tak kunjung kembali. Salah seorang dari empat orang rekannya yang sedang santai setelah bosan bermain kartu akhirnya menyadari jika Kipli sudah terlalu lama ke belakang. Awalnya mereka bersikap masa bodoh, tapi setelah sekitar satu jam tidak kunjung kembali, mereka merasa ada yang janggal. "Hei, Anto! Coba Lo susul Kipli, cuma nganter boker aja sampai menahun. Jangan-jangan dimakan binatang buas lagi mereka!" ucap salah satu dari empat penjaga itu asal. Anto yang sejak tadi sudah mulai gelisah karena Kipli tak kunjung kembali seperti mendapat angin segar. Dadanya membuncah bahagia karena akhirnya dia memiliki kesempatan juga untuk kabur dari sana. Walau bagaimanapun, dia sama dengan Kipli. Menerima tawaran pekerjaan ini karena terdesak kebutuhan ekonomi. Ditambah lagi bayarannya cukup tinggi. Lama kelamaan Anto merasa ada yang salah dari profesinya ini. Dia merasa kasihan setiap
"Anggap saja gue sudah tidak punya utang Budi apapun lagi sama Lo!" jawabnya santai. Andai Samudra bukan lelaki yang tegas, dia pasti sudah menghambur ke pelukan pria berambut gondrong itu. Namun karena dia adalah pria dan tidak ingin menunjukkan kelemahannya, dia hanya tersenyum dengan tatapan yang menyiratkan rasa terima kasih yang teramat dalam.Setelah selesai memberi instruksi pada Jack, Samudra memilih untuk kembali ke kamar rawat putrinya. Dia ingin mendengar sendiri dari mulut putrinya bagaimana dia bisa mendadak tergeletak di pinggir jalan, tempat di mana dia ditemukan. Dengan sangat hati-hati lelaki bergelar ayah itu membuka pintu. Tatapannya langsung tertuju pada tiga wanita beda generasi yang sangat ia cintai. Hatinya merebak. Lalu tiba-tiba hatinya gerimis. Samudra melangkah masuk sembari mengusap sudut matanya diam-diam. Hampir saja pria ini frustasi saat sang buah hati tak kunjung ditemukan kemarin. Kini, melihat orang-orang yang dia cintai telah berkumpul membuat hat
"Ada apa?" tanya Kiara terus mendesak mereka. "Tidak apa-apa, Nyonya. Tuan sedang mengantar Nona kecil untuk tes laboratorium," ujar salah satu pria yang semuanya memiliki postur dan tinggi tubuh hampir serupa. "Apa yang terjadi? Apa sangat parah sampai harus di tes laboratorium?" Kiara tak bisa menyembunyikan kepanikannya. Sebelum bertemu langsung dengan putrinya, wanita yang dulu sempat menjadi seorang guru itu tidak bisa tenang. Pikirannya terus dihantui dengan hal-hal yang buruk mengenai buah hatinya. Meski Cantika bukan putri kandung bagi Kiara tapi dia sudah menganggap anak itu seperti anak kandungnya sendiri. Bahkan rasa cintanya pada sang anak melebihi cintanya pada diri sendiri. Suara langkah kaki yang mendekat membuat kepala Kiara spontan menoleh padanya. Di sana, di ujung lorong ia melihat Samudra mendorong kursi roda yang di atasnya duduk seorang gadis kecil dengan kepala menyandar ke belakang. Menunggu mereka sampai ke hadapan rasanya terlalu lama bagi Kiara sehingga
Cantika terus berlari dengan kaki kecilnya menyusuri hutan rimba yang cukup sepi. Meski dalam hati ketakutan dan ingin menangis tapi gadis kecil itu lebih takut lagi kalau kembali di rumah penyekapan. Nafasnya sudah mulai memburu padahal baru setengah jalan sebelum bertemu dengan jalan raya. "Apa Mama cantik takut." Melangkahkan kakinya yang kecil gadis itu terus meneriakkan nama papa dan mamanya sambil berderai air mata. Sementara di pelabuhan speed boat yang mengejar kapal yang diduga membawa Cantika sudah semakin dekat. Anak buah Samudra sebagian sudah melompat ke atas kapal dan baku hantam tak terelakkan. Cek yang memimpin pasukan memerintahkan anak buahnya untuk menggeledah kapal tersebut. Sementara dirinya melawan orang-orang yang masih tersisa. "Bagaimana?" tanya Jack ketika sudah bisa melumpuhkan musuh."Tidak ada, Bos. Nona muda tidak ada di manapun!' sahur salah satu anak buahnya yang sudah mencari ke semua penjuru kapal. "Tapi ... saya menemukan ini, Bos!" lanjutnya sera
"Lo lihat wajah polos anak-anak itu? Bayangkan kalau salah satu diantara mereka adalah anak kita. Apa Lo nggak merasa kasihan? Hari ini kita menculik anak orang lain, bagaimana kalau suatu saat anak kita yang jadi korbannya?" bisik pria yang sudah mulai sadar akan perbuatannya itu. Sedangkan pria bernama Anto yang sejak tadi berusaha untuk tetap terjaga karena kantuk yang menyerang mulai goyah dengan ucapan temannya. Dia juga memiliki anak-anak seusia mereka. Bahkan anaknya kembar dan baru kelas 2 SD. Demi mereka dia rela melakoni pekerjaan haram ini. Namun tak pernah terpikir dalam benaknya suatu ketika anak yang di perjuangkan hidupnya akan bernasib sama dengan anak-anak ini.Tatapan Anto jatuh pada Cantika yang tampak lemas. Gadis kecil itu terus merengek dan tidak mau makan sehingga kehilangan banyak tenaga. Mendadak rasa kasihan menyusup ke dalam relung jiwanya. Wajah Cantika berubah seperti wajah anaknya yang tengah menangis minta tolong. Entah karena efek kantuk yang menggelay
"Mas, coba lacak lewat GPS. Tadi pagi Cantik memakai jam tangan yang sudah dipasang GPS," usul Kiara. Samudra sendiri baru sadar jika dia telah menasang alat pelacak di jam tangan dan sepatu Cantika. Karena kalut dia sampai lupa hal sepenting ini. Seketika harapannya terbit. Dengan alat pelacak itu, dia bisa menemukan posisi sang buah hati saat ini. Lelaki itu segera menyalakan smartwatch yang dipakainya. Ia membuka aplikasi untuk melacak keberadaan putrinya. Kedua alis lelaki bergelar ayah itu tertaut ketika melihat titik ordinat keberadaan putrinya. "Aku ikut, Mas!" Kiara tak bisa berdiam diri menunggu kabar sementara putri kesayangannya dalam bahaya."Sayang, kamu tunggu di rumah. Misi penyelamatan ini cukup berbahaya, Sayang." Samudra berusaha membujuk sang istri yang tetap kekeh ingin ikut. Pria yang masih memakai jas lengkap itu menatap mata sendu wanita yang ia cintai dengan tatapan yang meyakinkan. Dia tak ingin keselamatan Kiara terancam. Di saat Cantika, putri semata way
"Cantik kan sudah bilang jangan ikuti Cantik! Cantik sudah besar, sudah berani ke kamar mandi sendiri!" tolaknya.Setelah mengatakan itu langsung berlari menuju ke kamar mandi siswa yang berada di sebelah kanan gedung sekolah ini. Pengasuh dan bodyguard itu akhirnya mengalah pada nona mudanya daripada mendapat amukan sang majikan. Mereka juga berpikir ini masih di lingkungan sekolah jadi tidak mungkin ada orang asing yang bisa masuk ke area sekolah terlebih di gerbang ada penjaga. Lima menit, sepuluh menit, sampai lima belas menit Cantika tak kunjung kembali. Pengasuh dan pengawal mulai gelisah. Seharusnya kalau hanya buang air kecil Cantika sudah kembali. Tanpa dikomando, dua orang yang sama-sama dipekerjakan untuk menjaga Cantika itu bergerak cepat menuju ke kamar mandi siswa. Satu per satu bilik dibuka tapi tak ada tanda-tanda keberadaan seseorang di sana. "Non! Non Cantik!" panggil bibik panik. Namun tak ada sahutan dari sana. "Bagaimana ini, Non Cantik tidak ada di manapun!" u
Tanpa menunggu matahari terbit malam itu juga semua tim dikerahkan untuk menyisir parkiran kantor. Terdapat dipungkiri jika kehadiran Melisa kembali membuat hidup Samudra tidak tenang. Samudra hanya memantau dari rumah karena khawatir istrinya akan mencari jika tiba-tiba wanita yang dicintainya itu terbangun seperti biasa. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari. Samudra duduk di sofa kamarnya sambil terus memantau ponselnya. Yaitu terus berkomunikasi dengan kepala tim yang diterjunkan untuk menyisir parkiran kantor. Sudah satu setengah jam pria berhitung mancing itu menunggu kabar tapi anak buahnya belum ada satupun yang memberikan kabar padanya. Tiara merasa tiba-tiba tenggorokannya kering sehingga membuatnya terbangun untuk minum. Namun ia merasakan tempat tidur di sebelahnya. Wanita itu membuka mata lalu mencari sosok suaminya. Sepasang mata Kiara menyipit tatkala melihat siluet pria sedang duduk di sofa dalam kamarnya. Tanpa perlu menajamkan matanya pun wanita itu tahu si
Samudra menatap wajah sang istri yang tampak damai dalam tidurnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Tak heran jika Kiara sudah terlelap di peraduan setelah drama wanita misterius tadi siang. Ia merasakan lelah yang amat sangat sehingga memilih untuk tidur lebih awal. Terlebih lagi besok dia harus kembali masuk ke kantor setelah sehari mengambil cuti dadakan. Samudra menarik selimut untuk menutup istrinya. Mengatur suhu ruangan agar tidak terlalu dingin dan tidak terlalu gerah. Setelah mematikan semua kondisi nyaman untuk sang istri tidur nyenyak kalau ia mematikan lampu utama dan menggantinya dengan lampu tidur. Setelahnya Samudra memilih untuk keluar perlahan menuju ruang kerjanya. Di depan meja yang penuh dengan tumpukan berkas Samudra menangkap kosong jendela yang belum tertutup kordennya. Taburan bintang di langit tampak begitu indah terlihat dari dalam ruang kerja Samudra. Perlahan pria itu berjalan menuju balkon ruang kerjanya lalu mengeluarkan ponsel dan terlihat mengh