Enhem Vinyel
"Enhem, kau memang cerdas!"
"Yahuu! Malam ini kita akan bermantap-mantap!"
"Aku pastikan elf jalang itu tidak akan bisa tidur!"
"Jangan lupa soal pria yang membawanya lari! Kita harus memberinya pelajaran!"
Tiga orang yang ikut menemani Enhem untuk menyelinap sahut-menyahut seolah ini hari terbaik mereka.
Mereka menamakannya sebagai rencana balas dendam. Obrolan yang dibicarakan sudah bukan tentang kemanusiaan lagi.
Enhem terdiam, ia hanya perlu membuat para durjana ini mengikuti arahannya kemudian ia jadikan sebagai umpan.
Enhem bukan teman mereka, mereka hanya tiga orang menyedihkan yang kebetulan ia temui saat tengah mencari kebenaran tentang roh cantik penunggu bukit beberapa hari yang lalu.
Ia melihat mereka selalu mengintai gadis elf yang kebetulan sering lewat, yang kemudian malah menyusun sebuah rencana.
Enhem dasarnya adalah orang baik, ia lahir dari keluarga Vinyel, yang merupakan butler turun-temurun untuk keluarga bangsawan Paxley.
Melihat ada gadis yang hendak dinodai tentu ia tak bisa tinggal diam. Ia hendak mencegah mereka, tapi saat itu ia terkejut saat melihat simbol lone angel tergambar di lengan kanannya.
Untuk alasan yang tidak ia ketahui, penyihir sudah dianggap tabu oleh manusia. Seseorang yang menyebut namanya akan sial, karena ia sama saja mengundang malapetaka untuk desa yang ia tempati.
Lone angel adalah simbol dari Sang Penyendiri. Salah satu dari bentuk pelampiasan emosi manusia. Ia sangat mencintai warna biru, dan setiap malam di mana bulan purnama memancarkan aura biru, saat itulah Sang Penyendiri mendatangi manusia yang tengah dilanda kesedihan dan kesepian. Ia akan menyapanya, menyambutnya, dan senang hati menerima kehidupannya untuk dibawa dalam kedamaian.
Hari itu pun tiba. Di mana malam akan sepenuhnya diterangi cahaya biru rembulan. Enhem berhasil menangkapnya, melucuti pakaiannya untuk memastikan apa yang ia lihat.
"Enhem! Tunggu apa lagi?! Kenapa kau mencegahku? Aku sudah tidak tahan tau!"
"Ck! Kalian ini bodoh atau bagaimana? Menikmati tubuh seorang wanita paling pas ya saat malam hari. Tubuh mereka bisa melepaskan hormon lebih banyak yang membuatmu lebih bahagia 100x lipat daripada melakukannya di siang hari," jelas Enhem mengada-ada. Padahal ia hanya bermaksud untuk membuktikan kebenaran itu dan melepaskannya nanti.
"Whoaaa, Benarkah? Kalau begitu dengan senang hati, aku akan menunggu."
"Seperti yang diharapkan dari kaptrn, kau memang yang terbaik!"
"Betapa beruntungnya kami bertemu denganmu!"
"Hahahhaha!!"
"Le-lepaskan aku, tolong," gadis elf itu berkata lirih. Enhem yang mendengarnya jadi merasa sangat bersalah.
"Tidak sebelum kau melayani kami sampai puas! Hahahah."
"Tidak! Tidak mau! Siapapun toloong! Tolong akuuu!" teriakan ini yang kemudian samar-samar didengar Rei.
"Hei, tidak perlu berteriak nona, kau taukan kita sedang dimana? Tidak akan ada seorangpun yang mendengarmu."
"Apa yang akan kalian lakukan padaku?"
"Apa yang akan kami lakukan? Itu loh, ehem ehem. Lembut, kenyal, basah dan aaaaa, membayangkannya saja cukup untuk membuatku lemas!"
"Aduh, aku sudah tidak tahan. Bolehkah aku menyentuhnya saja? aku ingin sekali bola-bola itu."
"Hentikan!"
Enhem yang daritadi hanya menyimak jadi menoleh ke sumber suara. Melihat seorang pemuda dengan penampilan kotor seperti baru saja dikejar beruang. Ia terkejut karena wajahnya cukup mirip dengan Tuan Gossen. Malah bisa dibilang, ia lebih tampan dengan rambut hitam terurai sedahi dan bola mata yang cukup besar.
"Tolong! kumohon tolong aku!"
Enhem melihat si pemuda tampak terkejut melihat gadis elf yang tengah diikat seperti itu. Tapi yang mengejutkannya kemudian adalah suara perempuan yang begitu dekat tapi tak diketahui darimana asalnya.
"Dia seorang elf?"
Enhem tertegun, mungkinkah dia roh cantik penunggu seperti yang disebut oleh tuan Putrinya, Nonoa Paxley? kenapa dia bisa bersama pria ini?
Mulai itulah, Enhem membuat aktingnya seperti sungguhan. Ia ingin para durjana ini pergi, jadi ia berbisik pada Yonham, memberitahu bahwa ada wanita lain yang bisa mereka ajak senang-senang.
Merekapun pergi mengejar angin hampa. Enhem ingin memberitahu yang sesungguhnya pada pemuda itu tentang apa yang sebenarnya terjadi, tapi menilai tubuhnya sendiri saja tampak sangar, pemuda ini pasti tidak akan mempercayainya. Jadi ia membuat cara lain yang bisa menarik beberapa informasi kecil.
Rahangnya ditendang cukup keras. Ini kali pertama tendangan seseorang begitu telak mengenainya.
Enhem kemudian mendengar percakapan kecil antara si pemuda dan roh cantik penunggu, dan itu cukup untuk menjawab semua pertanyaannya.
____
Akhir musim gugur ini membuat angin malam berhembus cukup dingin. Enhem tidak lewat tangga depan karena itu akan menimbulkan kecurigaan, jadi mereka memanjat untuk masuk lewat pintu belakang.
Terkunci, tapi Enhem punya teknik ala sihir keluarga Paxley untuk menghancurkannya tanpa suara.
Tiga pria menyedihkan ini mulai berbisik kegirangan. Mereka masuk, disambut ruangan tanpa cahaya sama sekali, "gelap sekali," komentar salah satu.
"Ssssttt, perhatikan langkahmu supaya tidak menyenggol sesuatu!"
"Kenapa? Memangnya kita akan menyerang ksatria?! Dia hanya wanita tak berdaya bodoh!"
Namun Enhem jelas berpikir lain. Pendengaran seorang butler dilatih sangat tajam, samar-samar ia mendengar suara erangan. Itu bukan erangan wanita, Enhem ingat suara itu sama persis ketika si pemuda mengeluarkan suara yang sama saat ia dicekik.
***
"Hah, hah, hah, hah," Rei mengatur nafasnya yang terasa sangat sesak. Wajahnya pucat sepucat kertas HVS, tubuhnya lemas, sama sekali tak bisa digerakkan.
"Kenapa kau melakukan ini, Violet?" Celia juga ikut merasakan sesak itu.
"Aku mencintaimu, Rei-kun. Hiduplah bersamaku, hiduplah dalam jiwaku."
Violet mendekatkan wajahnya pada wajah Rei yang terbaring tak berdaya. Hidung mereka bersentuhan, Violet membelai lembut pipinya Rei. Sementara darah yang baru saja mengalir di sudut bibirnya itu kembali menetes.
"Permisi, kami hendak mencari pemimpin karavan dagang Yuminose, bisa tolong antarkan kami padanya?" pinta Rei pada pria paruh baya yang tengah menghirup puntung rokoknya itu."Ah, apa kau juga mau ikut pergi ke kerajaan Guilstone?"Rei mengangguk."Tapi anak muda, mungkin saja perjalanan ini sedikit beresiko, lho," katanya tiba-tiba."Lho, memangnya kenapa?"Pria itu mendekatkan wajahnya untuk membisikan sesuatu, "Ada rumor yang mengatakan bahwa, setiap malam-malam tertentu di jalur desa Bulu Gagak menuju desa Lembah Bergetar, ada sekumpulan hewan iblis yang suka menyerang petualang atau karavan pada malam hari."Fara terkesiap, itu mengingatkannya pada aroma mencurigakan tadi."Apa pemimpin karavan itu juga mengetahuinya?""Tentu saja, tapi bukan berarti tidak akan ada korban meski ia sudah menyiapkan prajurit penjaga, kau hanya perlu berhati-hati jika sudah mantap ingin ikut dengan mereka," ujarnya, lalu ia mengantar mereka k
"Aku tinggal menceritakan situasinya ketika mereka menemukanku," jawab Rei asal."Anda mengatakannya seperti itu hal yang mudah saja," gerutu Fara."Haha," Rei malah tertawa."Mereka hendak melatihku, magister tingkat lanjutan sebagai pelatihnya. Hanya saja, aku merasa ada yang janggal dari keputusan raja tentangku," jelas Rei."Apa mereka membuatmu tidak nyaman?"Rei yang kepalanya dibantalkan pada tangan jadi menoleh ke arahnya, "Bukan begitu, aku hanya merasa suatu saat mereka akan menjadikanku sebagai budak politik," jelasnya, "dan aku tidak mau Celia terlibat.""Hmm, ya pokoknya kalau sampai mereka menyusul kita, aku tidak mau bertanggung jawab," kata Fara."Tenang saja, aku ahli memanfaatkan medan untuk bersembunyi."Rei bangkit, "Sudah saatnya memasang waktu jaga, kita akan gantian berjaga, kau mau duluan istirahat, Fara-chan?"Fara mengangguk, "Baiklah, aku juga sudah cukup mengantuk."Tirai penutup tenda
"Kenapa terkejut? Kau juga kesini jalan kaki, kan?""Muuh, tidakkah kalian terlalu nekat?""Hey, lihatlah siapa yang berbicara," sahut Rei berkacak pinggang.Fara menghela napas, ia menyerah, mereka sama-sama keras kepalanya. Matahari juga hampir tumbang di sisi timur, waktu mereka tinggal sedikit sebelum hari menjadi gelap."Memangnya, apa tujuanmu pergi ke sana, Rei-san, Celia-san?" tanya Fara."Entahlah ...""Heee?!""Singkatnya, kami hanya ingin menjelajahi dunia yang penuh misteri ini," jawab Rei tanpa keraguan di wajahnya."Apa itu, aneh sekali," cibir Fara."Kok aneh?""Kalian suka sekali ya melakukan hal-hal yang merepotkan," ujarnya. "Tapi ... Terima kasih ya, maaf aku kurang benar mengatakannya kemarin itu," tambahnya lagi.Benar-benar sosok Fara yang terlihat berbeda di mata Rei dan Celia, sampai bingung bagaimana menanggapi perkataannya."Kenapa menatapku seperti itu?""Eh, hahaha
Fara mengucek kedua matanya yang sembab saat terbangun. Ya, setelah ia menutupkan pintu begitu Rei keluar, ia hampir tidak bisa berhenti menangis. Tirai dibuka, cahaya yang terlalu terang mengejutkan bola matanya yang masih terasa perih.Ia membetulkan kerah piyama yang turun ke bahu. Mengorek isi tas untuk mengambil pakaian ganti. Di penginapan ini terdapat pemandian air panas, sempurna untuk pagi hari setelah malam yang melelahkan. Fara meregangkan tubuhnya, lalu mengingat ada sesuatu yang kurang."Astaga, aku tidak punya sabun," gumamnya."Mungkin aku bisa meminjamnya dari kamar sebelah," Fara lalu merapikan isi tas itu dan beranjak ke kamar sebelah.Pintu diketuk, "Permisi."Tepat setelah pintu dibuka, handuk yang bawa di tangannya jatuh, mulutnya menganga tak percaya."Ah, Ohayou Fara-chan.""Ohayou Fara-chan," ujar suara yang lebih feminim."Rei-sama, apa yang kau lakukan di sini?!" tanya Fara penuh keterkejutan.R
Sebelum kejadian itu terjadi."Celia-sama, ada apa?" tanya Lumine melihat ia datang ke kamarnya tepat setelah Fara pergi."Apa, Fara-chan meninggalkan sesuatu?""Entahlah, kau bisa mengecek lemarinya."Tanpa disuruh dua kalipun Celia segera melakukan apa yang Rei minta sebelumnya."Mungkin ini agak sulit, tapi jika ada barang yang membangkitkan kenangan Fara, seharusnya kita bisa membujuknya," kata Rei sebelum itu.Celia mengorek isi lemari, mendapati sebuah kotak dan membukanya."Rei-kun, bukankah benda ini adalah ...?""Ah, sepertinya ini keberuntungan kita."Mereka juga mendapati sapu tangan Rei disitu."Anu, mau kau apakan barang-barang itu Celia-sama?" tanya Lumine"Izinkan kami menyimpannya sebagai kenang-kenangan," jawab Rei."Eh, aku sih tidak masalah, tapi mungkin yang lain merasa ingin menyimpan barang itu juga.""Aku tidak keberatan kok," kata Reina yang tiba-tiba muncul, Lucia juga
"Kau sengaja mencariku?""Maaf, seharusnya aku lebih memikirkan keadaanmu," kata Rei."Tapi, kenapa?" Air mata yang menumpuk di pelupuk mata Fara tiba-tiba saja tumpah, "Padahal aku sudah mencoba membunuhmu." Gadis itu mengusapnya dengan lengan kain panjang yang penuh noda bekas serangan Hidomi."Aku senang kau tampak baik-baik saja, Fara-chan." kata Celia."Wah, wah, tampaknya ada reuni mengharukan di sini."Rei meningkatkan kewaspadaan menatap tajam pada Hidomi."Rei-sama, pergilah, dia bukan lawanmu," ujar Fara lirih.Tentu saja Rei yang keras kepala tidak akan mendengarnya. Ia menerjang, Hidomi yang mendapati tindakan ini tak tinggal diam. Tangan mereka sama-sama memancarkan aura sihir.Bicara soal kekuatan, daun kering tentu akan kalah dilahap api, tapi yang jadi penentu saat ini adalah pengalaman, bukan seberapa kuat.Rei memukul, Hidomi menghindar, dan terjadi sebaliknya. Rei terus memusatkan tenaganya setiap ia m