Mona menjerit histeris. Membuat Leo terkejut, hampir saja dia menidurkan diri langsung melonjak melihat ke arah Mona."Ada apa?" tanya Leo sambil mendekat."I-itu ... To ..." Mona terbata-bata.Leo mengernyitkan keningnya manatap tajam pada Mona yang membuatnya bingung. Mona menuding ke arah dinding yang ada toke nemplok dengan santai menatap ke arah dirinya. Penghuni villa pun berdatangan. menghampiri dimana Mona berada. Dengan wajah kebingungan.Leo yang melihat orang-orang melongo di depan pintu langsung menutup pintu dan setelahnya kembali pada Mona yang mematung."Itu toke!" Leo dengan nada datar."Iya, aku tahu itu tokek, kan aku takut! Kalau aku lagi tidur dia melompat gimana?" Mona menggeleng."Lompat ke mana?" tanya Leo."Ke tubuh aku lah, masa ke tubuh kamu nggak peduli aku." Sahut Mona."Gak mungkin!" Leo menarik tangan Mona menjauh dari dinding, duduk di tepi tempat tidur."Pergi mandi!" perintah Leo."Aku di suruh mandi? Kenapa diajak duduk?" Mona heran.Leo menghela naf
"Semoga ini mujarab. Dan aku akan mendapatkan bonus yang besar!" batinnya wanita tersebut.Wanita itu yang merupakan asisten di villa, terus mengaduk air di dalam gelas. Dengan kepala celingukan waspada bilakah ada yang melihat.Sang asisten membawa dua gelas minuman buah menuju kolam renang, di mana Mona dan Leo berada di sana."Silakan Nyonya, Tuan ... ini minumannya!" ucap sang asisten sembari menyimpan kedua gelas itu di meja yang tidak jauh dari kolam renang.Mona menoleh sembari berkata. "Terima kasih, Bi."Sang asisten tersenyum penuh arti, lalu meninggalkan tempat itu dengan sesekali menoleh ke belakang.Leo menepi dan naik ke permukaan, duduk di kursi dengan tatapannya terus ke arah Mona yang sudah lebih dulu naik, tampak begitu seksi."Ini minumnya, Om!" Mona memberikan gelas kepada Leo."Terima kasih!" lalu Leo menekuknya sampai tersisa setengahnya.Mona memegangi gelasnya. ditatapnya minuman itu, entah kenapa kok merasa ragu untuk minum dan berasa nggak haus aja."Kenapa?"
"Aku haus sekali, tapi rasanya aku nggak mau minuman ini. Aku pengen minuman yang masih disegel!" Mona menyimpan kembali gelasnya.Leo pun menyuruh asisten untuk mengambilkan minuman mineral, yang masih bersegel untuk Mona."Jangan, jangan! biar aku sendiri yang ngambil." Mona bergegas beranjak dan mengambil botol minuman dari lemari pendingin.Sang asisten hanya melongok melihat ke arah Mona. Yang tidak lama sudah duduk kembali tidak jauh dari Leo.Lek-lek-lek ... suara air yang mengalir di tenggorokan Mona tampak sekali kalau dia sangat haus."Ha ... segar ....""Gila! susah bener nih orang. Cuman minum air di gelas aja susahnya minta ampun!" gumam sang asisten sambil pura-pura menyibukkan dirinya.Leo menoleh pada sang asisten entah apa yang dia sedang pikirkan, detik kemudian melihat pada sang istri.Di hari yang begitu cerah ini, Mona berjalan-jalan di pesisir pantai yang tampak begitu indah! langitnya yang membentang biru dihiasi awan-awan yang putih. Burung-burung pun menari-na
Pria tampan yang dingin itu ... hanya mengernyitkan keningnya. Namun, tak ayal tangannya merangkul pinggang Mona.Mona bukannya tanpa alasan nemplok di Leo, disebabkan dia merasa ketakutan! dari balik pintu ada sosok yang mengerikan, tentu saja membuat dia menjerit dan lompat."Ada apa?" tanya Leo dengan tangan yang masih merangkul pinggang Mona."I-itu. di balik pintu ada ... ada ... itu sosok yang menakutkan." Suara Mona terbata-bata.Membuat bodyguard langsung mengecek tempat yang dituding oleh Mona, apa benar di sana ada sosok yang mengerikan?"Tidak ada apa-apa Tuan! yang ada hanya bibi yang sedang bersih-bersih!" laporan sang bodyguard sambil menghampiri.Leo menoleh ke arah Mona dengan gerakan alisnya, seolah-olah berkata, itu tidak ada apa-apa."Tapi beneran kok! tadi aku melihatnya, makanya aku ketakutan!" Mona meyakinkan diri kalau dia benar-benar melihat sesuatu yang menyeramkan."Di sini aman!" ucap Leo seraya melepaskan rangkulannya dan Mona berusaha berdiri tegak."Kamu
"Selamat datang Nyonya muda! selamat datang di mansion nya Leo, kau di sini akan menjadi ratu!" ucap Ibu Leo disertai tatapan sinis sambil bertepuk tangan.Leo menatap ke arah ibu. Dia merasakan kalau beliau masih belum bisa menerima Mona sebagai mantunya."Ibu gimana kabarmu!" seraya mengulurkan tangan pada sang ibu."Kabarku baik ... seperti yang kau lihat, bagaimana kabar bulan madu kalian?" selidik sang Ibu sembari memeluk putranya sesaat."Baik, Bu!" Leo bergumam. Lalu mengalihkan pandangan pada sang istri yang berdiri mematung.Suasana hati Mona sontak berubah, yang mulanya senang menjadi gak nyaman dengan keberadaan ibunya Leo alias sang ibu mertua."Sayang, ayo ikut aku!" Leo meraih tangan Mona dituntunnya untuk mengikuti langkah dia.Berjalan menuju sebuah lift, yang akan membawa mereka ke lantai 3 gimana kamarnya berada."Berbahagialah kalian berdua. Dibalik itu ada neraka yang akan selalu menguntit mu
Bruk. Brak ....Suara itu tepat dari balik pintu kamar. Menghentikan ritual yang tengah dilakukan oleh Leo dan Mona.Rahang Leo mengerat kuat, kedua netra mata menyorotkan kemarahan yang bisa saja tak terbendung. Karena suara itu membuyarkan konsentrasi panasnya bersama sang istri."Shit! Sial. Suara apa itu?" buru-buru Leo memakai handuk melilitkannya di pinggang. Sementara Mona menenggelamkan tubuhnya ke dalam air. Wajahnya mendadak pucat setelah suara tersebut.Blak.Pintu Leo buka dengan sangat lebar dan tidak ada apa-apa di kamar.Mona malah teringat. Apa mungkin itu Marfin? Secara tadi dia berada di luar. "Apa mungkin Marfin mengintip? ah tidak mungkin! Dia mengintip!" batinnya Marfin panik saat menyenggol pas bunga di kamar papanya, yang menyebabkan suara yang cukup keras.Marfin langsung merasa khawatir bahwa papanya, Leo, akan mendengar suara itu dan datang memeriksanya. Tanpa pikir panjang, Marfin buru-buru membetulkan pas bunga yang untungnya tidak pecah. Berharap tidak a
Dengan cepat. Tangan Mona menangkis tangan ibu mertua yang hendak menampar wajahnya."Ibu tidak perlu mengotori tangan ibu dengan menampar ku." Tatap Mona sangat tajam lalu menghempaskan tangannya."Dasar kurang ajar. Saya akan adukan pada Leo kalau istrinya sudah kurang ajar pada saya!""Ibu, jika aku membuat kesalahan atau menyakiti perasaan Ibu. Silakan adukan aku pada Leo!" Mona tidak gentar sedikitpun.Ibu mertua menatap penuh kebencian pada mantunya itu."Kamu tidak akan pernah bisa menjadi bagian dari keluarga ini! Kamu hanyalah seorang gadis kampung yang miskin! Kamu tidak pantas untuk menjadi istri Leo!" ucap ibu mertua.Sejenak Mona terdiam dengan perasaan yang sakit dan sesak."Aku mungkin bukan dari latar belakang yang sama dengan keluarga Leo, tetapi aku berusaha keras untuk menjadi istri yang baik untuknya." Mona terus membela diri.Ibu Mertua menggeleng, pikirnya. Mona sampai kapan pun tidak akan pernah bisa menjadi istri yang tepat untuk putranya."Saya akan mengadukan
Sejenak tatapan Mona setuju ke arah luar konter, dimana ia melihat seorang pria muda dan wanita yang agak berumur. Ya, siapa lagi kalau bukan Marfin dan Ibu sambungnya."Martin dan ibu!" suara muna dalam hati.Namun, sebelum beliau melihatnya mana langsung mengalihkan pandangan ke arah Leo. Menatap pada ponsel yang berada di tangannya.Mona merasa terharu dan dibuat tak mampu berkata-kata. Tidak pernah dia membayangkan akan memiliki ponsel sebagus dan semahal itu."Aku gak pernah membayangkan, akan memiliki barang semahal ini. Bagi aku yang biasa aja sudah cukup, yang penting bisa komunikasi dan aku gunakan dengan baik!" Mona mengelus barang yang sudah dikeluarkan dari dusnya."Kamu suka?" tanya Leo."Terima kasih, Om. Aku sangat menghargai perhatian mu, Padahal aku nggak mau minta apapun darimu." Mona berucap, menatap Leo."Kamu pantas dapatkan yang terbaik," balas Leo, dia senang melihat Mona bahagia.Dengan refleks Mona memeluk pundak Leo, dengan kedua kaki yang berjinjit agar tubu