Share

Mau apa

"Kalian? ka-kalian sedang apa di sini?" tanya Marfin yang baru saja datang dan pasang matanya setuju kepada Mona.

Dada Mona terus berdebar, sangat tidak karuan dan terbayang lagi apa yang mereka lakukan di kamar hotel tadi, sungguh menjijikan dan menyakitkan hati, menghancurkan perasaan Mona.

Pertanyaan demi pertanyaan begitu memenuhi benak Mona. Dengan tatapan heran dan kebingungan menatap pada orang-orang yang berada di kamar itu.

Sementara Leo hanya terdiam. Pria dingin itu memang sosok yang jarang bicara dan hanya menatap tajam ke arah putranya tersebut.

"Marfin cucu ku, kenapa kau berada di sini, apa yang sedang kamu lakukan?" tanya wanita sepuh tersebut menatap pria muda dengan tatapan heran.

"Aku sedang ada urusan di hotel ini Oma! Oma sendiri sedang apa di sini, Papa juga?" Namun tatapan Marfin terus mengarah pada Mona.

"Oma baru saja mengadakan pertemuan dengan seorang wanita, yang akan dijodohkan dengan papa kamu," ucapnya dengan dingin.

"Terus?" tanya Marfin.

"Papa kamu malah menolak mentah-mentah, dia malah memilih gadis ingusan ini untuk menjadi istrinya." Wanita sepuh itu menuding pada Mona.

Bak suara petir yang menyambar, lantas menghantam di saat omanya bilang kalau papanya mau menikahi Mona.

"Saya sangat mencintai dia, makanya menolak." Protes pria yang bernama Leo.

Leo itu merangkul pinggang Mona, lantas laki-laki itu mengecup pipinya.

Lagi-lagi membuat tubuh Mona bergeming, jangankan menggerakan tubuhnya! untuk berbicara pun dia tak mampu.

Sungguh pandai pria ini berakting. Membuat sebuah drama yang begitu bagus sehingga orang-orang mempercayainya kalau ini real.

"Oh tidak, itu tidak mungkin! Papa nggak mungkin. Lihat penampilannya saja sangat kampungan, Oma," dengan cepat Marfin memprotes.

Marfin jelas sangat tidak setuju bila kekasihnya ini dekat dengan sang ayah.

Mulut Mona menganga. Mendengar kalimat demi kalimat yang terucap dari Marfin. Yang ternyata putra dari pria yang kini duduk bersamanya, berakting kalau ia kekasih hatinya. Padahal ketemu pun baru sekarang ini.

Selama ini Mona memang tahu kalau Marfin anak orang kaya dan perusahaannya di mana-mana, termasuk perhotelan, tidak pernah tahu siapa dan bagaimana rupa orang tuanya. Marfin tidak pernah mengenalkan pada Mona.

"Oma juga sangat tidak mengerti dengan pikiran papa mu yang mulai gila," sentak omanya mendengus kesal.

"Oma, gadis itu tidak pantas buat papa dan Papa kenapa sih menolak wanita yang dijodohkan sama oma? dia gadis lugu, gadis kampung yang tidak berpendidikan tinggi, bahkan dia tidak bisa merawat diri--"

"Cukup! emangnya kamu mengenalnya?" Leo berdiri dan menatap curiga kepada putranya kalau mereka saling mengenal.

"Ya Tuhan ... pantas saja dia tidak pernah mengenalkan ku dengan keluarganya," batin Mona.

Hubungan sudah bertahun-tahun, mungkin sebab karena dia malu, Mona orang gak punya. Mona membatin sembari menundukkan kepalanya dalam. Kini dia melihat lagi fakta di balik hubungannya bersama ....

"Aku mengenal dia? Oh tidak!" Marfin menggelengkan kepala kasar tidak mengakui kalau kenal Mona.

Dengan tetapan yang berkaca-kaca, Mona mengunci bibirnya yang ingin sekali berkata! kalau apa yang dikatakan Marfin bohong, yang sebenarnya mereka saling mengenal.

Namun tiba-tiba terbesit sebuah niatan licik untuk membalas dendam semua perlakuan dari Marfin. Dalam hati Mona tersenyum, dia punya cara sendiri untuk membalas dendam atas segala sakit hatinya.

"Buat apa kamu berkomentar jelek!" ucap Leo.

Marfin terdiam. Hanya melihat papanya dan Mona bergantian.

"Kalau gak kenal, aneh sekali." Sambung Leo.

Leo kembali mendudukkan dirinya di samping Mona, tangannya menggenggam lembut tangan Mona yang berkeringat dingin.

Marfin bungkam, kebingungan harus berkata apa lagi pada ayahnya.

"Benar sekali kalau kita berdua akan menikah! Bukankah cinta itu tidak memandang usia!" Tiba-tiba perkataan itu lolos dari bibir Mona serta mengalungkan tangannya di pundak Leo.

Jangankan Marfin, Leo sendiri sangat terkejut dengan yang sudah diucapkan oleh gadis yang baru saja dia kenal. Tatapannya yang tajam seakan ingin menusuk jantung Mona yang tidak kuat membalas tatapannya.

Namun dibalik rasa heran ada sebuah senyuman yang terlukis di bibir Leo! mengakui kalau gadis ini pun rupanya pandai berakting.

"Tentu saja! cinta tidak akan memandang usia," Leo mengecup pipi Mona.

Pria tampan nan dingin itu. Seakan-akan meminum air di kala menyelam, Leo kembali mengecup bibir Mona dengan lembut dan mesra di hadapan semua orang.

Ingin rasanya Mona menendang dan mendorong pria itu yang sangat lancang memperlakukannya demikian, yang sudah diberi hati malah minta jantung! dikasih jantung, nanti minta ampela.

Meminta minumnya! minta nasinya. Dasar laki-laki, ibarat kucing yang paling tidak bisa melihat ikan di dalam piring. Di kolam aja berani nyebur, apalagi di piring tinggal hap, makan. Habislah dinikmati.

Pemandangan itu sangat memuakkan bagi Marfin, dia sendiri tidak pernah menyentuh Mona seperti itu.

Orang dia gadis paling anti berciuman bibir, kecuali pipi, lah ini di depan mata dia melakukannya dengan calon mertuanya sendiri. Papa dari kekasihnya! gila ini gadis apa maunya.

"Sungguh keterlaluan!" gumam Marfin.

"Saya tidak habis pikir, kalian ini sudah pada gila apa! terserahlah mau kalian apa, cuman sampai kapanpun saya tidak akan merestui kalian menikah," bentak sang ibu.

Yang kemudian berjalan melangkah keluar dari kamar tersebut, lantas diikuti oleh dua bodyguard nya, dua wanita yang bertubuh tinggi besar.

"Iya-iya ... saya jamin itu," balasnya Leo pelan sehingga mungkin tidak terdengar oleh sang ibu.

Leo mengingat kalau wanita yang sang ibu sodorkan itu hanya gila harta dan kekuasaan saja.

Mona sedikit merasa lega karena wanita itu sudah keluar dari kamar tersebut, tinggal satu lagi yaitu Marfin. Rasanya sudah tidak tahan dia ingin menendang dan memukul pria yang kini betah merangkul pinggangnya.

"Kamu? mau melihat kami bercinta?" ketus papanya.

Saat melihat Marfin masih berdiri dan memperhatikan dirinya dan Mona di tempat itu.

Marfin terus memandang ke arah papa dan Mona, benar-benar terbakar api cemburu! tubuhnya memanas, bisa-bisanya papa dekat dengan Mona. Gadis yang selama ini menjadi kekasihnya yang sampai detik ini masih dia cintai.

Entah kenapa magnet ibunya Mona lebih menarik dan apa yang tidak ia dapatkan dari Mona didapatkan dari ibunya.

"Apa kau ingin melihat kami bercinta?" Lagi-lagi Leo berseru.

Dengan tatapan Leo yang tidak suka kepada putranya, masih berdiri dan memperhatikan mereka berdua.

"Pah, sebaiknya kau pikirkan lagi deh! aku tidak akan melarang papa mau menikah lagi, tapi jangan sama dia," Marfin kembali mengutarakan ketidaksetujuannya.

Leo berdiri mendekati putranya dan menepuk kedua bahunya, kini mereka berdua saling berhadapan disertai tatapan yang sangat tajam.

"Saya sudah berusaha menjadi papa terbaik untuk mu!" Jelas dan cukup menghentak.

Leo berharap kalau putranya berlapang dada untuk melepas status dudanya dengan wanita yang menjadi pilihannya.

Tanpa berucap lagi, Marfin pergi dengan perasaan ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status