Share

Profesi Baru

Author: Oryza_Sativa
last update Last Updated: 2021-08-20 06:25:25

Matahari mulai terbangun dari peraduannya, tetapi netra ini seakan engan untuk menyambutnya. Dekapan hangat dari seseorang yang kini berbagi ranjang denganku semakin membuatku terlena, Ryan Ahmad Salim, pria yang sudah 6 bulan ini menjadi suamiku.

Terpaksa aku harus secepatnya bangkit dari kenyamanan ini, karena jika tidak bisa dipastikan kalau kami akan semakin kerepotan, apalagi 'dia' pasti sebentar lagi akan menjerit heboh karena tidak menemukanku ada di sampingnya. Alshad Ahmad Salim, putra semata wayang kami.

"Bunda!" teriaknya.

Nah kan, sesuai perkiraanku kalau sudah begini mau tidak mau aku memang harus beranjak dari dekapan erat suamiku. "Mas, lepasin itu Alshad sudah teriak-teriak," Dia hanya bergumam dan menggeser lengannya yang semula melingkar erat di pinggangku.

Segera kuhampiri anak itu, sebelum teriakannya berubah menjadi tangisan yang sangat menggangu.

"Selamat pagi, Al. Gimana tidurnya, nyenyak nggak?" sapaku sambil kupeluk tubuh mungilnya dengan sayang.

Dia lantas mencari posisi ternyamannya, yaitu dengan naik ke atas pangkuanku, "Bunda lama Al sudah panggil dari tadi tapi nggak datang-datang," rajuknya.

"Bunda sudah tau kalau Al sudah bangun. Sengaja mau lihat Al, nangis atau tidak pagi ini kalau bunda terlambat datang, ternyata anak bunda ini sudah hebat?" ucapku mencubit gemas pucuk hidungnya.

"Nanti ayah marah lagi, kalau Al nangis," adunya.

Kemarin Mas Ryan sempat memarahinya, karena dia menangis dan enggak mau diam kalau bukan aku yang menenangkannya. Saat itu aku tengah kerepotan menyiapkan sarapan juga bekalnya ke sekolah. Mungkin ayahnya sudah habis kesabaran, dan berakhir memarahi putranya itu.

"Marahnya ayah kan karena sayang sama Al. Ayah nggak mau kalau anaknya ini jadi anak yang cengeng."

"Iya, tapi Al takut, Bunda," adunya lagi lantas memberingsut kedalam pelukanku.

Aku lantas menyuruhnya untuk membangunkan sang ayah, karena kulihat jarum jam yang menggantung di dinding sudah menunjukkan angka 06.00 pagi, dan ini sudah sedikit terlambat dari biasanya.

Artinya aku harus segera menyiapkan sarapan dan keperluan anak semata wayang kami untuk pergi ke sekolah, sekaligus day care buat dia. Tidak setiap hari juga, karena ada neneknya yang menjemput saat aku dan Mas Ryan masih bekerja.

Setelah semuanya selesai aku segera kembali ke kamar untuk bersiap diri, mereka sudah rapi Mas Ryan cukup bisa diandalkan dalam mengurus anak, mungkin karena sudah terbiasa.

Dari Al masih bayi, Mas Ryan pernah bilang jika dirinya lah yang mengurus semua keperluan Alshad. Jangan tanyakan kenapa karena aku tidak tau dan tidak mau tau, karena itu urusan Mas Ryan dengan masa lalunya.

"Sudah mas siapin air untuk mandi segera bersiap, ya. Mas tunggu di meja makan sama Al," titahnya tak lupa kecupan lembut mendarat di keningku, selalu setiap pagi dilakukan olehnya dan mungkin ini menjadi kegiatan wajib baginya.

Selama 6 bulan usia pernikahan kami, aku selalu diperlakukan sangat manis olehnya. Begitupun denganku yang selalu berusaha melakukan tugasku sebaik mungkin, sebagai seorang istri, sekaligus ibu untuk anaknya.

Tidak pernah terbayang sebelumnya, jika seorang Nisya Kailandra, akan menikah dengan seorang duda sepaket dengan anaknya. Awalnya aku takut tidak bisa menjadi ibu sambung yang baik buat anaknya. Namun satu kejadian yang langsung membuatku tersadar akan arti ibu yang sesungguhnya.

Ketika 'dia', Alshad Ahmad Salim pertama kali dipertemukan denganku. Diluar dugaan bahwa Alshad langsung memanggilku 'Bunda' serta memeluk erat diriku. Saat itu juga rasanya akulah yang sudah melahirkan dia di dunia.

Tidak bisa berkata-kata lagi, kubalas pelukannya saat itu dengan tak kalah eratnya, sampai netra ini terasa panas menahan lelehan air mata yang mati-matian aku tahan namun akhirnya luruh juga.

Bukan hanya aku bahkan semua yang melihatnya pun ikut terharu. Mulai saat itu juga aku berjanji kalau akan menganggapnya sebagai anak kandungku sendiri. Meskipun tidak adanya hubungan darah diantara kami.

Karena untuk menjadi seorang ibu menuruku tidak harus melahirkankan terlebih dahulu, seperti yang kualami ini. Bukan aku yang melahirkannya, tapi ketika melihat tatapan polos dan mulut mungilnya memanggilku dengan sebutan 'Bunda' itu sudah membuatku merasakan jika akulah yang telah melahirkannya.

Terlepas dari rumitnya hubungan kami orang tuanya, aku memilih untuk tidak memikirkannya, karena tujuanku sekarang hanya akan fokus untuk merawatnya saja.

Kurasa Mas Ryan juga sadar akan hal itu, jika huhungan kami tidak melibatkan perasaan, sebagaimana mestinya pasangan suami-istri lainya. Sebab sampai saat ini, tidak pernah sekali pun Mas Ryan mengungkapkan perasaanya. Kita tetap berhubungan baik, selayaknya pasangan suami istri lainya. Namun tidak dengan interaksi kami yang cenderung dingin, dan jarang sejaki terlibat obrolan santai biarpun itu hanya sekedar berbincang sebelum tidur atau pun saat kami tidak ada kegiatan. Kami hanya akan berkomunikasi yang penting-penting saja. 

Namun itu tak lantas membuatku lalai akan tugasku sebagai seorang istri, aku tetap melayani suamiku itu, baik lahir maupun batin. Dan tetap  berusaha sebisa mungkin untuk membuatnya merasa nyaman saat berada di rumah.

Mas Ryan juga tidak pernah mempermasalahkan hal ini, sebab dia memang secuek itu. Suamiku itu cenderung pendiam orangnya, tidak terlalu banyak bicara dan lebih suka menunjukkan perhatiannya itu lewat tindakannya langsung. Seperti yang aku dapatkan tadi.

Dia hanya tidak suka jika keberadaannya diabaikan, maka dari itu aku tidak pernah berani bermain ponsel atau menyibukkan diri ketika sedang bersamanya.

Masih terngiang ucapannya kala itu.

"Mas, nggak masalah jika kamu mau bermain ponsel atau sibuk dengan pekerjaanmu, tapi tolong jangan lakukan itu ketika sedang bersama mas. Karena mas nggak suka keberadaan mas diduakan apalagi sama benda mati."

Cukup satu kali, dan aku tidak pernah mengulanginya lagi sampai saat ini. Aku sudah cukup mengerti apa yang diinginkan olehnya, dan tidak pernah sekalipun aku membantah setiap ucapannya.

Karena memang apa yang diucapkannya itu selalu tentang kebaikan, bagaimana mungkin aku bisa membantahnya, kan?

Setidaknya keputusanku untuk menerima perjodohan ini tidak sia-sia, karena aku bisa merawat anak selucu dan sepolos Alshad, hanya karena dia yang bisa membuatku bertahan sampai sekarang.

Kehadirannya bagaikan magnet buatku dan Mas Ryan, yang awalnya hubungan kami dingin menjadi lebih hangat karena adanya Alshad di tengah-tengah kami.

Aku masih heran sampai saat ini, bagaimana bisa orang sebaik dan selembut Mas Ryan bisa mengalami kegagalan dalam berrumah tangga. Sungguh betapa bodohnya wanita itu yang sudah meninggalkan orang sebaik Mas Ryan.

Lantas bagaimana denganku? Apakah aku merasa beruntung sekarang, karena sudah menjadi istrinya.

Atau malah sebaliknya Mas Ryan yang tidak beruntung mendapatkan aku sebagai istrinya? Entahlah, hubungan kami memang serumit itu.

Ataukah hanya aku saja di sini yang membuat hubungan ini rumit. Karena selama ini Mas Ryan pun terlihat biasa saja, aku juga tidak tau apa yang sebenarnya dirasakan olehnya, karena diusia pernikahan kami yang sudah menginjak setengah tahun dia tidak pernah mengungkapkan perasaannya kepadaku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
dwi nurhayati
susah emang klo am cowok pendiem
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terjerat Cinta Duda Bucin   EXTRA PART

    Dinginnya malam tidak menjadi halangan untuk sepasang suami istri yang sedang memadu kasih. Saling membelit satu sama lain, erangan juga desahan saling bersahutanMenikmati permainan yang seakan tidak akan ada kata puas bagi keduaanya. "Ah.. Sayang.. Mas akan segera sampai." "Tetap pada posisi Mas ya, please ...," Tidak mengindahkan permohonan sang istri, ketika dirasa puncak kenikmatan akan segera diraih sang suami yang semula bergarak lincah di atas istrinya mendadak melepaskan diri dari liang yang semula memberinya kenikmatan. Ia merelakan sedikit kenikmatan itu terenggut demi melindungi sang istri, menurutnya. Namun bukan ucapan terima kasih yang didapatkan, melainkan aksi merajuk dari istrinya setelah ia berhasil menumpahkan buah dari hasil pergulatan panas mereka di atas perut sang istri.

  • Terjerat Cinta Duda Bucin   EPILOG

    "Kak, ikut Papa, yuk.""Mbak juga diajak kan, Pah?"Dedek ikut!""Jadi kalian semua mau ikut Papa? Boleh asal nanti tidak ada yang rewel cari-cari Bunda.""Mbak gak mau ikut.""Dedek mo cama Bunda.""Nah itu lebih baik, karena Papa akan pergi bersama Kakak lama sekali. Jadi kalian para princesnya Papa di rumah sama Bunda, ya."Dua anak perempuan yang tak lain adalah Arsy, dan Risya itu pun mengangguk patuh menatap pria dewasa yang dipanggilnya Papa. Keduanya harus merelakan sang Kakak yang akan pergi bersama Papanya untuk sementara waktu. Putri dari Ryan dan Nisya yang sudah berusia 6 dan 2 tahun itu kini hanya bisa memandang punggung kakaknya yang semakin menjauh dan menghilang dari pandangannya."Ayah, kapan Kakak Al pulangnya?""Mbak, Kakak baru saja pergi sudah ditanyain kapan pul

  • Terjerat Cinta Duda Bucin   End

    "Bunda, susu."Balita berusia 4 tahun itu menarik-narik baju yang dikenakan oleh ibunya. Adalah Nisya yang sedang memangku putrinya yang baru saja terlelap."Ngomongnya yang baik gimana, Sayang? Bunda kan sudah ajarkan, Mbak Arsy.""Bunda, minta tolong buatkan susu.""Subhanallah pintarnya anak Bunda, tunggu sebentar bisa? Tapi bunda juga minta tolong sama Mbak jagain Dedek bayi, boleh?""Kakak Al?""Kakak Al kan masih sekolah.""Ayah?""Mbak lupa emangnya tadi pagi Ayah pamit mau kemana?""Mo kelja, cali uangna buat beli susu Mbak, sama Dedek bayi.""Artinya Mbak sekarang mau dong tolongin Bunda jaga Dedek?"Balita perempuan itu mengangguk, meski setengah hati. Ia bukan tidak ingin menjaga adiknya, tetapi balita 4 tahun itu merasa takut karen

  • Terjerat Cinta Duda Bucin   Akhir Sebuah Penyelesaian

    "Jangan bebaskan aku, Mbak. Biarkan aku menebus kesalahanku, dan dosaku di sini.""Tidak, kamu memang sempat bersalah tapi karena kamu juga nyawa Mbak dan anak Mbak terselamatkan. Jadi sebagai rasa terima kasih Mbak, tolong terima lah bantuan Mbak demi Ibu.""Bahkan untuk bertatap muka dengan Ibu aku sudah tidak berani, Mbak. Ibu pasti kecewa banget sama aku.""Siapa bilang? Ibu sangat menunggu putranya bisa segera bebas dan bisa berkumpul kembali."Tidak ada jawaban dari pemuda di hadapan Nisya, hanya isak tangis tertahan yang keluar dari mulutnya. Reno, pemuda itu terlihat begitu menyesali tindakannya yang gegabah. Demi rasa dendamnya yang salah, ia harus rela mendekam di balik jerusi besi."Kamu sudah menyesali perbuatanmu, itu sudah cukup buat Mbak, Ren. Mbak tahu kalau kamu sebenarnya tidak sejahat itu, terbukti kamu juga yang sudah selamatkan Mbak."

  • Terjerat Cinta Duda Bucin   Terlahir Kembali

    "Al, ayah minta tolong bisa?""Iya, Ayah. Minta tolong apa?""Tolong jaga adik-adik sebentar, ya.""Ayah mau kemana?""Ayah ada urusan, nanti kalau mereka rewel tolong panggil Nenek, atau Bibik di bawah.""Ayah, apa ayah akan ke tempat Bunda?""Iya, kalian di tunggu di rumah saja, ya. Ayah janji tidak akan lama.""Apa.. Al, boleh ikut, Yah?""Kalau Al ikut nanti yang bantu Ayah jaga adek siapa? Di rumah saja, ya. Ayah hanya sebentar setelah iku kita bisa jagain adek sama-sama."Anak itu mengangguk patuh, mengambil alih tanggung jawab dari sang ayah. Lalu mulai mengajak kedua adik perempuannya untuk bermain. Tidak terlalu sulit karena dua adiknya sangat mengerti situasi, kecuali yang paling kecil. Alshad masih belum bisa untuk mengatasi jika sedang rewel, kondisinya yang masih sangat l

  • Terjerat Cinta Duda Bucin   Memohon Keselamatan

    "Mas, jangan banyak bergerak dulu. Bekas oprasi di kepala Mas masih sangat rentan, Didi gak mau kalau di suruh nangis lagi. Mas pikir gak capek apa nangis dua hari dua malam.""Mas mau bertemu Mbak, Dek. Gimana keadaannya?""Mbak baik, Mas jangan khawatir soal itu. Kita semua di sini untuk kesembuhan Mas Mbak dan juga anak kalian.""Dia, apa dia masih bertahan, Dek?""Tentu, karena dia anak yang kuat. Sangat kuat, Mas sepatutnya berbangga sama dia.""Dek, apa tidak bisa ruang perawatan kita di satukan saja?""Mas kata ini hotel bisa tawar menawar?""Tapi Mas beneran ingin ketemu mereka, Dek. Kalian tidak sedang menutu-nutupi sesuatu dari Mas, kan?"Diandra menatap netra Ryan dalam diam, berusaha sekuat tenaga agar terlihat biasa saja di hadapan Mas-nya, yang baru saja bangun dari tidur panjangnya.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status