Share

Bab 5

Clara menatap Ansel tidak percaya. Bahkan matanya tidak berkedip lagi karena terkejut. Penipuan macam apa ini? Jangan-jangan besok Ansel akan meminta Clara mencuci bajunya juga?

"Apa?! Kamu bilang aku akan tidur di kamar kosong dan bukannya bersamamu, Ansel! Wah, ini penipuan namanya!" Seru Clara emosi.

Clara menatap Ansel penuh amarah. Namun tiba-tiba pria itu tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya. Clara hanya menatap Ansel dengan tatapan bingung. Mungkin pria bernama Ansel ini sebenarnya memiliki gangguan jiwa? Bukankah banyak seniman yang memang sedikit gila? Clara mulai berpikir untuk melarikan diri saja daripada harus tinggal bersama Ansel yang tampan namun tidak waras.

"Kenapa kamu tertawa? Tidak ada yang lucu, Ansel!" Seru Clara sewot.

Ansel menyeka air matanya yang sedikit menetes karena terlalu asyik menertawai Clara.

"Aku bercanda, Clara! Mana mungkin aku akan menyuruhmu tidur bersamaku!" Jelas Ansel lalu tertawa lagi.

Mata Clara membelalak kesal. Sialan! Baru hari pertama ia pindah disini dan teman serumahnya sudah mengerjainya. Tampaknya hidup bersama Ansel tidak akan mudah. Clara harus punya banyak stok kesabaran untuk menghadapi pria ini.

"Apakah kamu sudah puas tertawa?" Tanya Clara sebal.

"Astaga, Clara! Tadi itu lucu sekali. Wajah kagetmu dan ekspresimu! Harusnya kamu melihat sendiri mukamu!" Ujar Ansel masih sambil tertawa.

Lama kelamaan Clara menjadi jengkel dengan Ansel. Dengan kesal ia menarik kopernya dan masuk di kamar kosong yang ada di sebelah kamar tadi. Ia lalu membanting pintu kamarnya tanpa perduli Ansel yang memanggil-manggilnya. Namun Clara mendengar ketukan di pintu kamarnya. Ia berpikir mungkin ia meninggalkan sesuatu di luar. Clara lalu membuka pintu kamarnya sedikit dan melihat Ansel berdiri disana.

"Ada apa?" Tanya Clara datar.

"Kamu benar-benar tidak ingin tidur di kamarku?" Canda Ansel lagi.

Clara menjelit.

"Tidak! Pergi sana!" Usir Clara sebal lalu membanting pintunya.

Clara merebahkan tubuhnya di kasur kamar baru miliknya. Ia melihat sekeliling kamar itu yang masih polos dan belum ada apa-apa di dalamnya. Tapi satu hal yang Clara syukuri adalah Ansel sudah membersihkan dan menyiapkan kamar itu dengan baik. Clara berharap hidup barunya akan berjalan dengan mulus dan indah mulai hari ini.

Singapore, please be nice to me!

***

Jam alarm Clara berbunyi pukul 6 pagi. Ia segera membuka matanya dan mematikan alarm berisik itu. Dengan sigap Clara beranjak dari kasurnya dan menuju kamar mandi yang berada di luar kamarnya. Ia harus segera bersiap untuk pergi kerja jam 7 pagi nanti.

Setelah 15 menit membasuh dirinya dan berganti pakaian, Clara segera menuju ke dapur dan mempersiapkan sarapan.

"Haruskah aku membuatkan Ansel juga?" Gumamnya bingung.

Namun pada akhirnya Clara juga membuatkan Ansel sarapan yang sama dengannya. Entah Ansel akan menyukainya atau tidak, setidaknya Clara sudah berusaha untuk menjadi roommate yang baik, bukan?

Tidak berapa lama sejak ia mulai memasak, pintu kamar Ansel terbuka. Clara menoleh dan melihat pria itu berjalan keluar dengan mukanya yang masih mengantuk. Ansel mencium bau sedap dari dapurnya dan menghampiri Clara dengan senyum sumringah.

"Kamu membuat sarapan, Clara?" Tanya Ansel tidak percaya.

Clara mengangguk. Tangannya masih sibuk mengaduk-aduk mie tumis andalannya.

"Aku membuat stir fry noodle untuk sarapan kita. Aku tidak tahu apakah kamu akan menyukainya atau tidak, tapi hanya inilah bahan yang bisa kutemukan di kulkas." Jawab Clara santai.

Ansel langsung mengambil kursinya dan duduk di meja makan seperti anak kecil yang menunggu ibunya memasak. Senyumnya lebar dan terlihat bahagia memikirkan makanan rumahan hangat yang akan masuk ke perutnya.

"Oh, terimakasih banyak Clara! Kamu tidak tahu betapa bosannya aku selalu sarapan dengan sereal tawar itu!" Ujar Ansel ceria.

Clara hanya tertawa melihat Ansel yang tampak begitu antusias hanya karena sarapan pagi rumahan buatannya. Kalau dipikir-pikir mungkin memiliki teman serumah tidak begitu buruk.

Sepuluh menit berselang, sarapan sederhana buatan Clara selesai. Ia segera membaginya ke dalam dua piring dan membawanya ke meja makan. Satu piring untuk dirinya dan piringnya yang lain ia sodorkan ke Ansel. Pria itu dengan cerah menerimanya dan segera mengambil garpu untuk memakannya.

"Hmmm... makanan rumahan memang yang terbaik! Ternyata kamu cukup pandai memasak ya!" Puji Ansel tulus.

Clara memasang tampang bangga dan tersenyum pongah. Kemampuan memasaknya adalah satu-satunya hal yang paling Clara banggakan.

"Tentu saja! Sudah bertahun-tahun aku bekerja di restoran, tidak mungkin aku tidak bisa memasak kan?" Balas Clara.

Ansel menyantap masakan Clara dengan lahap. Ia kagum dengan hasil masakan teman serumahnya ini.

"Jam berapa kamu akan pergi bekerja?" Tanya Ansel basa-basi.

Clara menatap jam tangannya.

"Sebentar lagi. Jam setengah 8 restoran tempatku bekerja dibuka jadi aku sudah harus disana saat pukul 7." Jawab Clara.

"Kamu mau kuantar? Atau kutemani kesana? Kebetulan hari ini aku tidak ada kuliah pagi." Tawar Ansel dengan ramah.

"Ah, tidak usah, Ansel. Aku bisa pergi sendiri." Ujar Clara menolaknya dengan halus.

Ansel tersenyum tipis.

"Hubungi saja aku jika kamu butuh bantuanku, Clara. Kita kan tinggal bersama. Tidak perlu merasa sungkan kepadaku." Ujar Ansel lagi.

Clara tersenyum senang. Ternyata Ansel bukanlah seseorang yang menyebalkan seperti yang ia kira. Mungkin Ansel mengerjai Clara kemarin adalah salah satu caranya untuk mencoba akrab dengan Clara. Lagipula mereka akan tinggal serumah, sudah sewajarnya bagi mereka untuk berteman dekat, bukan?

***

Perut Clara terasa sangat tidak beres. Sudah selama dua jam terakhir ia bolak balik kamar mandi karena mulas. Ditambah lagi kepalanya yang sedikit pusing entah karena apa. Bosnya sendiri, Uncle Liem, sampai bingung melihat karyawan barunya yang tampak seperti setrika. Mondar mandir ke kamar mandi.

"Kamu kenapa, Clara? Saya lihat selama dua jam terakhir kamu sudah delapan kali ke kamar mandi. Kamu sakit?" Tanya Uncle Liem khawatir.

Clara menggelengkan kepalanya.

"Saya juga tidak tahu, Uncle. Sejak tadi perut saya mulas terus dan kepala saya pusing." Keluh Clara kepada Uncle Liem.

Uncle Liem berdecak kesal.

"Haiyah! Itu pasti salah makan ya! Kamu orang muda suka sekali makan sembarangan! Tidak jaga-jaga kesehatan ya!" Ujar Uncle Liem menggurui Clara.

Tapi Clara malah menatap Uncle Liem dengan wajah bingung. Karena sejak pagi yang ia makan hanyalah masakannya sendiri. Tidak mungkin Clara keracunan masakannya sendiri kan?

Tiba-tiba Clara merasakan ponselnya yang bergetar dan membaca nama penelepon di layarnya.

"Halo, Ansel?" Sapa Clara pada si penelepon yang tidak lain dan tidak bukan adalah Ansel.

Namun sapaan ramah Clara disambut oleh semburan kekesalan Ansel.

"Kamu mengambil darimana bahan-bahan untuk sarapan tadi pagi?!" Tanya Ansel tanpa basa-basi.

"Di kulkas. Aku cuma mengambil bahan-bahan yang ada di kulkasmu." Jawab Clara polos.

Clara mendengar Ansel yang berteriak histeris di seberang telepon. Dan gadis itu semakin bertanya-tanya tentang apa yang terjadi.

"Memangnya ada apa, Ansel?" Tambah Clara lagi. Ia sangat bingung dengan kemarahan Ansel yang tiba-tiba.

"Astaga Clara! Apakah kamu tidak mengecek tanggal kemasan sebelum memasak?!" Sembur Ansel lagi.

Clara menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Ia mengaku kalau memang sering lalai memeriksa tanggal expired di kemasan makanan. Tapi mana mungkin Ansel menyimpan bahan makanan expired di kulkasnya kan?

"Memangnya ada apa?" Imbuh Clara masih tidak mengerti.

"Makanan yang kamu masak semuanya sudah kadaluarsa!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status