"Shit! Mengapa wajah wanita itu tak pernah mau lepas dari pikiranku?!"
Allard Romanov—pria tampan nan gagah berusia dua puluh delapan tahun terus menggerutu kesal pada dirinya sendiri karena tidak juga mau melepaskan bayangan kala dirinya menikmati malam panas dengan seorang wanita cantik seusia dengannya.
Hingga lamunan itu buyar saat dering ponselnya berbunyi. Ia kemudian mengambil ponsel tersebut dan menaikan kedua alisnya usai melihat nama yang tertera di layar ponselnya.
"Tumben sekali, Daddy menghubungiku." Ia kemudian menerima panggilan tersebut.
"Halo, Anakku. Kau sedang di mana?" tanya John Romanov—sang ayah.
"Aku masih di kantor, Dad. Ada apa kau menghubungiku? Tumben sekali."
John tertawa pelan di seberang sana. "Allard. Aku tahu, kau tidak pernah memintaku untuk menikah lagi. Tapi, kali ini biarkan aku memilih itu."
Allard mengerutkan keningnya. "Apa maksudmu, Daddy?" tanya Allard dingin.
"Aku akan menikah lagi, dan besok akan kukenalkan wanita itu padamu. Sapalah dia dengan sopan. Jangan kurang ajar!"
Allard memijat keningnya. "Oh, Daddy. Harusnya kau mencarikan aku jodoh, bukan malah kau yang lebih dulu hendak menikah lagi." Allard sangat kesal pada sang ayah karena lelaki itu akan menikah lagi setelah lima belas tahun berpisah dengan istrinya—Miranda.
"Kau cari sendiri. Mengapa harus aku yang turun tangan? Yang akan menikmati wanita itu pun dirimu, bukan aku. Sudah malam, Allard. Sebaiknya kau pulang. Dan jangan lupa, besok pasang wajah bahagiamu menyambut kedatangan calon istriku."
John menutup panggilan tersebut usai memberi tahu jika dirinya akan menikah lagi.
"Shiitt!! It's fucking married! Daddy benar-benar tidak tahu diri. Sudah tua pun masih saja ingin menikah lagi. Apa tidak cukup, bermain wanita selama ini?"
Allard mengumpati ayahnya sendiri. Ia benar-benar sebal pada John yang akan menikahi seorang wanita di usianya yang sudah tidak muda lagi.
Dalam benaknya, wanita itu sudah tua, sama seperti ayahnya yang sudah berusia lima puluh lima tahun. Bisa saja wanita itu hanya lebih muda sedikit saja dari sang ayah.
Allard menghapus pikiran itu dan kembali membayangkan wajah cantik wanita yang dulu tidur dengannya.
Meski hanya satu malam, namun sangat berkesan baginya. Allard menutup wajahnya kemudian mengembungkan pipinya pelan.
“Harus kucari ke mana lagi, wanita itu? Mengapa sulit sekali mencarimu,” gumamnya terus memikirkan wanita yang dulu menikmati malam indah bersamanya.
**
Keesokan harinya. Seperti janji John saat di telepon kemarin. Ia akan mengenalkan seorang wanita padanya yang akan dinikahi oleh lelaki tua itu.
“Allard. Kau di mana, Nak?” teriak John memanggil nama sang anak.
Allard keluar dari kamar lantai atas dengan setelan kerjanya. “Aku di sini, Dad,” ucapnya dengan pelan.
John menerbitkan senyum kepada sang anak. “Kemari, Nak. Aku ingin mengenalkan seseorang padamu.”
Dengan langkah malasnya, Allard menuruni anak tangga menghampiri sang ayah yang tengah duduk bersama seorang wanita yang katanya akan menjadi ibu tirinya.
Allard kemudian duduk di depan kedua orang itu. Ia masih belum mau melihat wanita yang ada di samping ayahnya tersebut.
Namun, wanita itu sudah menatapnya. Nora Angelica—wanita berusia tiga puluh satu tahun itu mematung kala melihat lelaki yang ada di depannya kini.
“Sayangku. Ini Allard. Anak lelakiku satu-satunya. Dia sangat pintar, cerdas dan cekatan. Tapi, sayang. Dalam hubungan percintaannya sangat memble. Sampai saat ini aku tidak pernah tahu, apakah dia memiliki pujaan hati atau tidak.”
Nora menelan ludah sebisa mungkin. Mata Allard masih enggan menoleh padanya.
‘Apakah dia telah melupakanku?’ ucap Nora dalam hati.
“Allard. Sapalah calon ibumu, Nak.”
Dengan malas, Allard lantas menolehkan kepalanya. Namun, kemudian dia tertegun usai menatap wajah wanita itu.
Wanita yang selama ini menjadi alasan dirinya tak pernah menjalin hubungan dengan siapa pun.
“Hei! Berhenti menatapnya seperti itu. Terkejut boleh saja. Tapi, jangan sampai matamu lepas karena melihatnya dengan cara seperti itu,” ucap John menyadarkan tatapan Allard yang sangat menusuk jiwa Nora.
“Namanya Nora Angelica. Usianya memang masih muda. Namun, dia sangat pandai membuatku jatuh cinta.”
John tersenyum bangga karena akan memiliki seorang wanita yang lihai dalam urusan ranjang.
Allard menelan salivanya kemudian mengangguk pelan. “Ya. Dia memang lihai dalam urusan ranjang.”
John mengerutkan kening mendengar ucapan Allard tadi. “Maksudmu?”
Allard langsung tersadar. “Euh! Maksudku, wanita di usia segitu memang sedang lihai-lihainya. Hi! Salam kenal. Aku Allard.” Allard tersenyum getir menatap Nora.
Tak pernah ia sangka, wanita yang sudah bertahun-tahun ia tunggu rupanya jatuh ke tangan ayahnya sendiri.
“Kau akan menjadi ibuku,” ucapnya dengan pelan.
Nora tersenyum tipis. “Ya. Salam kenal, Allard. Aku Nora. Senang bertemu denganmu. Aku harap, kau juga senang bertemu denganku.”
Allard kembali tersenyum. Senyum palsu, penuh dengan kekecewaan yang melanda hatinya.
Bagaimana mungkin, wanita yang sudah lama ia tunggu akan menjadi ibu tirinya. Haruskah dia menyerah? Haruskah dia mengakhiri semua harapan yang kini sirna karena wanita itu akan menjadi ibu tirinya, bukan kekasihnya.
“Sorry. Aku harus menerima telepon dari temanku.” John beranjak menjauh dari mereka.
Allard menatap lekat wajah Nora yang dibalas oleh wanita itu.
“Apa kau sudah lupa, denganku?” tanya Nora kemudian.
Allard tersenyum miring. “Tidak pernah. Bahkan sampai saat ini aku masih ingat, bagaimana kau menyentuhku hingga membuat tubuhku menggila dan menginginkanmu lagi dan lagi.”
Nora mengulas senyum kecil. “Tapi, aku minta maaf. Aku harus menikah dengan ayahmu, bukan denganmu.”
Allard tersenyum getir. “Selama ini kau ke mana saja, hum? Aku mencarimu, kau tahu?”
“Maafkan aku. Setelah aku melayanimu, aku dijual oleh ibuku pada lelaki kaya dan menjadikanku budak di sana. Kemudian lelaki tua itu mati dan aku dibeli oleh ayahmu.
“Aku akan menjadi ibumu, karena ayahmu sangat menginginkanku jadi istrinya. Kau harus melupakan masa lalu itu. Karena aku akan menjadi istri dari ayahmu, Allard.”
Pria itu menghela napasnya. Tersenyum getir, mendengar ucapan Nora tadi. Apakah penantiaannya berakhir sampai di sini? Haruskah dia merelakan Nora menjadi istri ayahnya?
Baru saja Allard hendak berbicara, John sudah kembali dan langsung duduk di samping wanita itu.
“Pernikahan kami akan digelar dua minggu lagi. Dan kita akan tinggal di rumah ini, bersamammu, Allard.”
Allard mengerutkan keningnya. Namun, bukankah itu suatu keuntungan baginya, karena ia bisa melihat Nora setiap hari?
Juga akan menjadi musibah baginya karena harus melihat kemesraan yang mungkin akan lihat yang dilakukan oleh John dan Nora di depannya nanti.
“Terserah kalian saja. Ini rumahmu, aku hanya menumpang di sini!” ucap Allard kemudian beranjak dari duduknya.
“Kau mau pergi ke mana, Allard?” tanya John kala melihat sang anak pergi.
“Ke kantor. Ke mana lagi?” ucapnya datar.
“Hei! Ini hari Sabtu. Apa kau sering bekerja di hari Sabtu?” tanya John bingung.
Allard menghentikan langkahnya. Sial. Baru melihat Nora untuk pertama kali setelah wanita itu menghilang saja sudah menghilangkan fokusnya.
“Aku akan pergi ke bar. Aku ingin menemui temanku di sana. Bye!” Allard mencari alasan agar tidak dicurigai oleh ayahnya.
Lima belas menit kemudian. Allard tiba di bar milik temannya—Stev.
“Mengapa wajahmu murung seperti itu, Bung?” tanya Stev kemudian memberikan satu botol vodka kepada Allard.
Pria itu menghela napasnya. “Ayahku akan menikah lagi. Dua minggu lagi resepsi itu akan dilakasanakan.”
“Woah! Ayahmu sedang masuk dalam puber kedua. Harap maklum saja. Dan kau, jangan mau kalah olehnya. Kau pun harus mencari seseorang untuk mengisi hidupmu, kawan.”
“Entahlah. Kau harus tahu hal ini, Stev. Yang membuatku shock dan tidak percaya.”
“Apa itu?” tanya Stev ingin sekali tahu.
Allard menghela napasnya dengan panjang. “Wanita itu … wanita itu ialah orang yang kucari selama ini. Yang pernah tidur denganku dua tahun yang lalu. Haruskah aku menerimanya sebagai ibu tiriku?”
Allard adalah seorang pria yang telah lama memiliki perasaan khusus terhadap Nora, seorang wanita yang pernah tidur dengannya menghabiskan waktu dalam semalam.Mana mungkin ia bisa merelakan wanita itu menikah dengan John—ayahnya sendiri. Allard merasa bahwa Nora adalah wanita yang dia inginkan dalam hidupnya.Namun, ada satu masalah besar yang menghalangi perasaannya: Nora sudah berencana untuk menikah dengan John, seorang teman baik mereka berdua.“Kau benar-benar tidak bisa melupakan wanita itu, hum?” tanya Stev meyakinkan perasaan Allard kembali.Allard menggeleng pelan. “Jika aku bisa, maka akan kulakukan sejak lama, bodoh!”Stev menghela napasnya. Bingung, harus memberi nasihat dan saran apa lagi kepada sahabatnya yang kini tengah dilemma karena pernikahan ayah dan wanita yang ia inginkan sudah di depan mata.“Aku tahu, ini berat bagimu, kawan. Namun, aku sarankan agar kau bicara dengan wanita itu. Walau bagaimanapun juga dia akan menjadi ibumu, Allard. Dan kau harus menerimanya
Nora terkejut. "Allard, apa sudah kau gila?! Bagaimana mungkin kita melanjutkan hubungan ini ketika aku sudah menikah dengan ayahmu? Itu tidak benar."Dia tahu bahwa Nora akan menikah dengan ayahnya, John Romanov, tetapi perasaannya terhadapnya tidak pernah pudar.“Bagaimana, Nora? Mengapa kau diam saja dan tidak mau menjawab pertanyaanku tadi?” ucap Allard membuat Nora menolehkan matanya menatap datar wajah Allard.Allard menatap Nora dengan tulus. "Nora, aku hanya ingin kau mau menerima permintaanku tadi. Aku tidak akan mengatakan apa pun jika kau menuruti permintaanku tadi.”Benar-benar di luar nalar pikirannya. Nora kemudian menatap datar wajah lelaki itu.Dia mencoba untuk tetap tenang dan berpikir dengan bijak. "Allard, kita harus berhenti sekarang juga. Apa yang kamu tawarkan adalah tindakan yang salah dan tidak etis. Aku tidak ingin membuat ayahmu kecewa, dan kita harus menghormati pernikahan ini."Allard menghela napas kasar. "Aku mengerti bahwa ini adalah kesalahan besar. Ta
“Stev! Kau bisa membantuku?” Allard menghubungi Stev setelah ia memasuki kamar yang sudah ia pesan sebelumnya.“Bantu apa, kawan?” tanya Stev dengan santainya.“Aku sedang bersama dengan Nora. Aku ingin kau buat Daddy mabuk sampai teler, sampai tidak bisa bangun lagi sampai besok.”“Oh my God. Apa yang akan kau lakukan dengan Nora, Allard? Apa kau sudah gila?” Stev terkejut mendengar ucapan Allard tadi.“Sudahlah, jangan banyak bicara. Lakukan apa yang aku minta padamu. Aku akan memberimu apa pun yang kau inginkan. Aku berjanji.”Senyum mengembang di bibir Stev. “Kalau begitu, akan segera kulakukan. Aku paling jago, untuk membuat siapa pun mabuk sampai sempoyongan.”Allard kemudian menutup panggilan tersebut dan melempar ponselnya dengan asal ke nakas dekat tempat tidur.Kembali merangkul tubuh Nora dan menciumi bibir wanita itu dengan penuh. Malam yang semakin dingin membawa hasrat penuh gairah yang mematikan dalam tubuh keduanya.Mereka saling berbagi peluh di dalam ruangan luas di
Waktu sudah menunjuk angka sebelas malam.Seperti permintaan John tadi pagi. Ia menginginkan Nora malam ini. Meski sampai saat ini ia masih belum tahu jika Nora bercinta dengan anaknya, bukan dengan dirinya.“Kemarilah. Aku sudah tidak sabar ingin menjamahmu kembali. Karena kemarin malam aku sedang mabuk, jadi tidak tahu apa yang kita lakukan semalam itu.”Hati Nora bertalu. Pikirannya malah tertuju pada Allard yang hingga saat ini masih belum juga pulang ke rumah itu.“John. Ada yang ingin aku tanyakan padamu.”John menatap lembut wajah Nora. “Apa, hum? Kau mau bertanya apa padaku?” ucap John kemudian memangku Nora agar duduk di atas pahanya.Nora kemudian melingkarkan tangannya di ceruk leher pria gagah itu. Ya, meskipun usianya sudah lima puluh lima tahun, akan tetapi wajahnya masih sangat awet muda dan tentunya terawatt.“Mengapa Allard belum juga pulang? Bukankah ini hari Minggu? Dia tidak pergi ke kantor, bukan?”“Oh, ya. Biasanya dia akan berkumpul dengan teman-temannya, Sayang
Keduanya sudah sampai di apartemen Allard. Nora terperngah karena rupanya tempat tinggal Allard dekat dengan apartemen dia dan John.“Allard. Bagaimana mungkin kau tinggal di sini? Aku dan John tinggal di apartemen sebelah.” Nora memberi tahu Allard.Allard hanya menyunggingkan bibirnya. Kemudian menghampiri Nora dan melingkarkan tangannya di pinggang ramping wanita itu.“Menurutmu, apakah aku peduli? Tentu saja tidak, Nora. Aku tidak peduli, kau dan Daddy tinggal di sana,” bisik Allard kemudian meraup bibir wanita itu.Hal gila antara Allard dan Nora kembali berlanjut. Mereka tampaknya tidak bisa melepaskan satu sama lain, dan keinginan gila mereka membawa mereka ke tempat-tempat yang tak terduga."Nora, kau tahu betapa ku merindukanmu selama ini." Allard berucap dengan senyum nakal terbit di bibirnya.“Ya, aku tahu itu. Tapi Allard, aku dan John tengah berbulan madu sekarang." Nora berucap dengan ragu.“Itu sebabnya aku datang ke sini. Aku ingin kau bersamaku, setidaknya selama bebe
Nora mengerutkan keningnya mendengar ucapan Allard tadi. "Apa yang kau maksud, Allard?"Allard menatap serius wajah Nora. "Nora, aku tahu ini mungkin terdengar gila, tapi aku ingin kau dengarkan dengan baik. Aku tidak ingin kau hamil anak John."Nora hampir menjatuhkan spatula yang sedang digunakan, tidak bisa percaya dengan apa yang baru saja dia dengar."Apa yang kau bicarakan, Allard? Itu bukan keputusan yang bisa kita ambil begitu saja. John mungkin sudah tua, tapi, aku tidak bisa mengiyakan ucapanmu tadi. Bagaimana jika ayahmu menginginkan seorang anak dariku?”Allard bangkit dari kursinya dan mendekati Nora. Dia berusaha menjelaskan dengan penuh hasrat.Allard kemudian menggenggam tangan Nora. "Nora, dengarlah aku. Aku mencintaimu, dan aku tahu bahwa aku tidak bisa terus menjadi simpananmu. Aku ingin lebih dari itu, aku ingin mengambilmu dari Daddy, apa pun caranya."Nora merasa hatinya berdebar kencang. Dia mencintai Allard dengan segala hatinya, tetapi ide untuk mencari cara a
Sepuluh hari telah berlalu sejak Nora tiba di Italia, dan rindunya pada Allard semakin tidak tertahankan.Dia tidak sabar ingin kembali ke Texas dan bertemu dengan pria yang telah menghiasi pikirannya selama ini.Namun, ketika dia akhirnya tiba di rumah mereka di Texas, kekecewaan melanda saat dia tidak menemukan Allard di sana."Apa dia sedang di luar? Atau mungkin dia sedang di lantai atas?" gumam Nora kemudian menghela napasnya.Nora memutuskan untuk bertanya kepada John, suaminya, tentang keberadaan Allard. Dia mencari John dan menemukannya di ruang keluarga."John, kau tahu di mana Allard berada? Mengapa tidak ada di rumah?” tanya Nora begitu menemukan John tengah sibuk dengan pekerjaannya.John yang mengira jika Nora hanya bertanya karena perhatiannya pada anak semata wayangnya itu, dengan santai menjawab, "Mungkin ada di kamar tidur, mungkin tidur siang atau apa."Nora mengangguk, lalu dengan langkah hati-hati, dia menuju kamar tidur lelaki itu.Namun, setelah memeriksa kamar t
Nora memandang Allard dengan tatapan yang penuh keraguan dan cemas setelah mengajukan pertanyaan yang sulit."Allard, apakah semua ini hanya pelampiasan bagimu? Apakah ini tidak lebih dari sekadar keinginan untuk melepaskan diri dari rutinitas?" tanya Nora dengan suara penuh ragu.Allard melihat ke mata Nora dengan tulus dan penuh emosi."Tidak, Nora!” ucap Allard dengan tegas.“Kau salah besar jika kau berpikir begitu. Aku telah jatuh cinta padamu, lebih dari sekadar pelampiasan. Aku ingin bersamamu, bahkan lebih dari itu. Aku ingin merebutmu dari Daddy, tapi aku belum memiliki alasan yang kuat untuk melakukannya."Nora terlihat bingung. Dia merasa dilema antara membuka diri tentang alasan terpaksa dia menikah dengan John atau menjaga rahasia itu untuk dirinya sendiri.‘Apa yang seharusnya aku katakan?’ ucapnya dalam hati.Setelah mendengar jawaban yang tulus dari Allard, terlihat dari raut wajahnya jika Allard tidak membohonginya. Membuatnya kembali dilemma.Allard memperhatikan ker