Royan terbengong sebentar mendapat pernyatan demikian dari Masita, tetapi saat wanita itu telah berlalu pergi, dia pun tersadar dan segera berbalik melompat naik ke motornya kemudian mengejar ojek yang membawa Masita.
Motornya pun dipacu bagai kilat saat melihat dari kejauhan, ojek tersebut telah berbelok saat keluar dari lorong. Wajahnya meringis, jantungnya berdetak keras menandingi kecepatan laju motornya.Ternyata ojek tersebut tidak pergi terlalu jauh dan segera berbelok masuk sebuah lorong lalu berhenti di depan rumah yang cukup besar. Royan segera menyusulnya. Setelah ojek tersebut menerima uang dan pergi, dia pun menghampiri Masita."Ma, tunggu!" Royan mencegat lengan Masita yang hendak masuk ke halaman rumah.Wanita itu pun menoleh. "Lepasin!" sentaknya sambil menepis tangan Royan."Jangan pernah datang lagi menemuiku, sana pergi! Pulang ke rumahmu sendiri, pergi!!" teriaknya geram dengan air mata berlinang."Oke, fine. Aku akan pergi, tapi tolong jelasin apa semua ini? Kenapa tiba-tiba menyerangku dengan kebencian, apa salahku, Ma?" ucap Royan dengan wajah panik.Wanita itu menarik napas panjang, karena terasa sesak. Dia masih terdiam karena tidak mampu berucap. Dadanya bagai terhimpit batu."Ma, ayo bicara, jangan cuma diam, ada apa, Sayang?" Royan kembali berusaha memegang lengan kekasihnya tersebut.Namun, Masita lagi-lagi menepisnya."Stop, cukup, cukuuuup. Jangan pernah panggil aku 'Ma atau Sayang' lagi, cukuuuup!" teriak Masita sambil menggeleng dan menutup telinga.Royan makin panik, wajahnya meringis. "Tapi kenapa, ada apa? Apa yang terjadi?"Masita menyeka air mata dan terisak, lalu menatap Royan dengan tajam."Kamu ... anak kepala batu, dari dulu aku sudah ngasih tahu, agar kamu tidak tinggal di rumahku, tapi kamu selalu ngotot, kamu gak mau nyerah, sekarang ..." Masita berhenti untuk mengambil napas karena tenggorokannya terasa tersumbat."Mama kamu datang dan ... memaki-maki aku, ngatain aku ..."Wanita itu kembali menarik napas berat."Pergiii! aku gak sudi melihat wajahmu lagi, pergiii!" Masita terus berteriak sambil mendorong dada bidang pemuda itu lalu berbalik dan segera masuk ke halaman rumah.Royan terhenyak sesaat kemudian tersadar akan duduk persoalannya."Mama!" bisiknya geram.Seketika lututnya terasa lemas, dadanya bergemuruh, matanya terasa panas. Rahangnya pun mengeras dengan tangan terkepal kuat. Pemuda itu hanya bisa menatap kepergian wanita yang dikasihinya masuk ke halaman rumah dan menutup pintu pagar dengan kuat.Royan berbalik badan lalu naik ke motornya dan segera memutar balik menuju jalan raya,melaju bagai kilat, menyalip setiap kendaraan yang dilaluinya dengan satu tujuan, menemuinya mamanya.Sesampainya di kantor sang mama, pemuda itu pun bergehas masuk dan terus naik masuk ke ruangan mamanya tanpa peduli dengan teriakan asistennya.Semua yang ada di dalam ruangan itu kaget dan langsung menoleh ke arahnya."Royan, apa-apaan ini?" tegur mamanya dengan wajah kaget."Ma, aku mau bicara, penting!" ucap Royan penuh tekanan dan berwajah garang."Nanti, mama lagi rapat. Sana keluar!" usir mamanya dengan mata melotot seakan menusuk."Gak bisa, aku mau bicara sekarang!"Mata mamanya semakin melotot tajam. "Royan!" Teriaknya membahana mengagetkan semua orang."Mama!" Royan balik meneriakinya."Maaf, Bu. Sebaiknya rapat kita tunda dulu, kami permisi." Salah satu peserta rapat berpamitan lalu berdiri disusul oleh dua orang peserta lainnya.Bu Rohana hanya tersenyum kecut sambil mengangguk mengiyakan tanpa bisa berkata-kata lagi. Wajahnya terasa panas menahan malu.Begitu mereka keluar, Bu Rohana segera berdiri dan langsung mengangkat tangannya ke udara kemudian ...Plak!Tamparan keras mendarat di pipi Royan, tetapi pemuda itu hanya bergeming."Berani sekali kamu masuk mengacaukan rapat Mama!" bentaknya dengan suara yang lantang membahana."Sama, aku datang ke sini, juga mau bilang 'beraninya Mama datang ke rumah pacarku dan memgamuk di sana!" Royan tak mau kalah lantang."Ooh ... jadi janda gatel itu sudah ngadu ke kamu, ya? bagus ... bagus." Wanita itu bertepuk tangan sambil tersenyum mengejek dan terlihat sangat kesal."Ternyata rayuan janda itu sangat ampuh ya, sampai-sampai kamu sudah berani menantang Mama, sekarang." lanjutnya sambil menatap anaknya dengan sinis."Cukup Ma! dia gak pernah merayu aku, akulah yang merayunya, aku yang merengek minta tinggal di rumahnya, dan aku yang ngotot gak mau pulang ke rumah, dan apa Mama tahu kenapa aku lebih betah tinggal di sana? Itu semua karena rumah terasa seperti penjara bagiku, dan di sana, aku bisa menemukan kehangatan yang selama ini Mama gak bisa berikan padaku. Itu semua karena Mama!!""Jangan durhaka kamu, Yan! mana mungkin orang asing bisa lebih baik dari pada orang tua sendiri? Apa kamu sudah gila?" bantah Bu Rohana semakin geram."Ya ... tentu, pasti. Apa Mama lupa atau Mama memang tidak pernah sadar kalau selama ini Mama lebih mementingkan kerjaan dari pada anak sendiri? Apa perlu aku ingatkan kembali, Ma?""Royan, cukup! Kamu tidak akan mengerti sampai kamu menjadi orang tua, jadi kamu jangan menuduh Mama seenaknya." Lagi-lagi Bu Rohana menarik urat leher."Lagian mama sudah berbaik hati menawarkan uang padanya, tapi nyatanya, dia malah ngelunjak." lanjut Bu Rohana.Royan tersenyum sambil mendengus. "Ooh begitu? Baik ... sekarang aku tanya sama Mama, berapa aku harus bayar, agar Mama bisa mengembalikan masa kecilku yang menyedihkan dan penuh rasa iri melihat anak orang yang dijemput oleh orang tuanya sedang aku dijemput pembantu, berapa harus aku bayar agar Mama bisa mengembalikan rasa maluku setiap kali penerimaan raport, aku didampingi pembantu, kembalikan juga nama baikku karena harus menjadi preman di sekolah sebab iri melihat kebahagiaan teman-temanku, kembalikaaaan!!" teriak Royan memekakkan telinga.Ucapan Royan tersebut membuat mamanya terhenyak dan terdiam. Dia seakan baru teringat akan masa kecil anaknya.Melihat mamanya terhenyak, Royan kembali melanjutkan."Aku gak betah di rumah karena aku merasa sesak, rumah yang luas itu rasanya seperti gua yang pengap, dingin dan gelap. Apa pernah Mama memberikan kehangatan dan kasih sayang padaku, selain uang, uang dan uang?!""Royan, cukup!" Mata Bu Rohana terbelalak lebar seolah hendak keluar dari kelopaknya. Dadanya kembang kempis menahan marah."Jangan pernah kamu memojokkan Mama, semua ini kulakukan demi masa depan kamu juga, apa kamu pikir kamu bisa menikmati semua kemewahan ini tanpa uang? apa kamu pikir kamu bisa bersenang-senang dengan teman-teman kamu tanpa uang dari Mama? apa kamu bisa?" lanjutnya sambil berusaha menekan nada bicara."Tentu saja bisa. Akan aku buktikan sama Mama kalau aku akan baik-baik aja, meski tanpa kemewahan dari Mama," ucap Royan penuh percaya diri.Mamanya tersenyum miring menatap anaknya seolah sangsi dengan ucapannya. "Yakin?"Royan balas tersenyum enteng. "Sa-ngat yakin, Ma. Aku sangat yakin kalau Masita akan menerimaku apa adanya meski tanpa harta sama sekali, dan satu lagi, aku akan menikahi Masita dengan atau tanpa restu dari Mama!"Mendengar pengakuan anaknya, Bu Rohana semakin geram. Tantangannya ternyata diterima dan berbalik menyerang diriya."Jangan asal bicara
Mereka tampak bengong beberapa saat lalu menolah dan saling menatap satu sama lain kemudian kembali menatap Royan."Jangan asal bicara, Nak. Pernikahan bukan permainan yang bisa seenaknya kamu ucapkan, ada tanggung jawab yang besar di dalamnya, mengerti?" tegur tante Masita sembari menatap Royan begitu dalam."Aku tahu, Tante. Dan aku sudah siap untuk itu, karena aku sayang dan cinta sama Masita. Aku gak peduli dengan apa pun, asal Masita mau menerimaku apa adanya, itu sudah cukup," sanggah Royan.Masita yang mendengarnya hanya bisa menunduk dan menutup wajah dengan kedua tangannya karena malu. Meskipun hatinya agak kesal, tetapi ucapan pemuda itu sanggup membuatnya berbunga-bunga sehingga rasa kesalnya pun hilang bagai ditiup angin."Apa kamu pikir hanya dengan bermodalkan cinta dan sayang lalu kamu bisa membina rumah tangga dengan mudah? dengar Nak! menikahi ponakanku ini berarti ada 2 nyawa yang harus kamu tanggung, meski sebenarnya anaknya bukanlah kewajiban kamu untuk menafkahiny
"Kenapa malah diam melongo? Ayo jawab, siapa perempuan itu, Yan?" sentak Masita dengan wajah kesal."E ... aku ... mm ... biar aku makan dulu, ya. Habis makan aku jelasin semua deh, aku janji," jawab Royan beralasan.Masita pun terdiam dengan tatapan tajam seakan tidak puas, tetapi semua harus ditahannya sesuai permintaan pemuda di depannya tersebut.Royan dengan sigap menyantap makanan di depannya, dengan sesekali melirik Masita. Ada rasa segan dan rasa tidak enak terpancar dari wajahnya.Masita pun menunggunya dengan sabar tetapi matanya berkaca-kaca. Ucapan wanita yang menelepon Royan masih terngiang di telinganya. Hatinya sakit tak Terperi karena harga dirinya seolah diinjak-injak oleh anak gadis kemarin sore. Seketika terbayang kembali saat Royan menyatakan perasaan padanya sebulan yang lalu.Saat itu, tatkala ia tengah memasak di dapur, Royan datang dan memeluk Masita dari belakang."Aku suka dan sayang sama Mama, aku jatuh cinta, apa itu salah?" ucap Royan sembari mempererat p
Royan mematung sejenak menatap pria tua di depannya berharap dia menarik ucapan, tetapi tatapan orang itu terlihat tajam dan garang, membuat Royan segera mengalihkan pandangannya ke Masita seolah mengharap pembelaan.Namun, Janda satu anak itu justru menundukkan kepala karena takut pula pada om-nya. Akhirnya Royan mengalah."Baik, Om. Aku pergi, tapi aku ingin Om janji kalau aku kembali membawa mahar untuk Masita, Om akan menerima lamaranku," pintanya dengan tenang.Pak Burhan hanya mengangguk menanggapi permintaan pemuda itu. Sekali lagi Royan menoleh menatap wanita pujaannya yang masih menundukkan kepala, lalu berbalik dan mengambil tasnya di sofa kemudian berjalan gontai keluar dari rumah tersebut.Sepeninggal Royan, Pak Burhan segera mengantar Masita menuju rumah Pak RT untuk meluruskan permasalahan. Akhirnya Masita diizinkan kembali ke rumah.Kini Masita bisa bernapas lega karena bisa kembali ke rumahnya. Namun, hatinya tetap merasa sedih karena terus terpikir akan nasib Royan. B
Sudah berkali-kali ponsel Masita berdering, tetapi rasa sedih membuatnya malas untuk mengambil ponsel yang agak jauh darinya."Ma, ini ada yang menelepon!" Seru Kania, anaknya masita.Masita segera menyeka air mata lalu menoleh dan tersenyum menyambut ponsel yang dibawakan untuknya."Makasih ya, Sayang," ucap Masita sambil membelai kepala anaknya.Begitu melihat nama Royan terpampang di layar ponsel, Masita segera menolak panggilan itu. Air matanya kembali berlinang.Namun, panggilan dari Royan seakan tidak mau berhenti, akhirnya Masita memilih untuk menonaktifkan ponselnya. kemudian melanjutkan pekerjaannya dengan perasaan nelangsa.****Sudah seminggu lamanya Masita tetap tidak mau menerima panggilan telepon dari Royan. Hal itu membuat sang pemuda menjadi uring-uringan, hingga akhirnya memutuskan untuk menemui pujaan hatinya.seperti biasa, Masita yang bekerja sebagai penjual gorengan itu, tengah sibuk meladeni para pembeli. dia tidak sadar jika Royan tengah mengamatinya sambil ters
Royan yang memendam amarah segera menemui Indira di tempat tongkrongannya.Melihat kedatangannya, Indira segera berdiri sambil tersenyum manis menyambut kedatangan Royan."Indira! Kamu ngomong apa sama Masita, hah?" hardik Royan membuat Indira kaget.Beberapa teman Indira yang kebetulan ada bersamanya ikut terkejut mendengarnya. Indira pun merasa malu dihardik demikian, sehingga wajahnya memerah."Apaan sih, datang-datang main tuduh sembarangan, dianya aja yang tukang ngadu, idih gak level," kilahnya gak mau kalah sambil mencibir lalu kembali duduk di kursinya dengan wajah kesal."Bohong! bisa-bisanya kamu bilang kita pacaran, sejak kapan kita jadian, hah? sekarang aku minta kamu ke sana dan jelasin ke dia kalo kita gak ada hubungan selain cuma teman!" cecar Royan yang tidak terima dengan alasan Indira."Kalo aku gak mau, kamu mau apa, hahh? balas Indira tak kalah garangnya."Lagian aku memang sayang dan cinta sama kamu, jadi gak salah dong kalo aku ngaku sama dia kita pacaran, biar d
Indira tersenyum sinis menanggapi teriakan Masita seolah menantangnya."Ini nih, orang kalo ketahuan sedang bohong pasti panik kayak gini, heh Janda gatel, mending kamu jujur deh, Royan kamu umpetin di mana?""Kalian mau pergi atau aku teriakin kalian rampok?!" Sekali lagi masita memberi peringatan."Wah-wah, punya nyali juga ternyata, apa kamu gak tahu siapa kami, hah?" Sergah mamanya Indira dengan angkuh."Aku tahu siapa Tante, dan sekarang aku baru sadar ternyata keluarga Tante seperti ini sifatnya," sela Royan tiba-tiba membuat semua yang ada di dalam rumah langsung menoleh ke pintu, di mana Royan muncul."Royan?!" Seru Indira dan Masita hampir bersamaan."Nah 'kan bener, Ma, kalo janda ini umpetin Royan? Ibu-ibu lihat 'kan, Royan beneran ada di sini?" ucap Indira antusias sembari menatap semua orang dengan wajah penuh kemenangan."Jangan sembarangan ya, In kalo ngomong, aku baru aja datang, mana bisa diumpetin? ini juga Ibu-ibu, ngapain di rumah orang pagi-pagi, kayak gak ada kerj
Tersirat penyesalan di wajah Masita, tetapi Royan justru tersenyum nakal menatap wanita di depannya. Dalam benaknya, adegan panas terlarang begitu segar terpampang di ingatannya.Kala itu, sekitar seminggu sebelumnya saat Masita baru kembali dari berjualan, setelah menidurkan Kania, dia pun membersihkan diri di kamar mandi. Royan yang juga baru pulang dari tongkrongannya merasa gerah karena telah menengguk sedikit minuman beralkohol. Ketika pemuda itu hendak masuk ke kamar mandi, Masita juga keluar dengan tubuh polos berbalut handuk sedada. Royan yang sedang gerah tak mampu menahan diri untuk tidak menyerbu wanita yang telah beberapa kali dicoba untuk dirayu, tetapi tetap ditolak. Namun, kali ini Royan seakan hilang kendali. Tanpa pikir panjang dia mendekati Masita dan langsung menarik pinggang dan tengkuk wanita itu lalu dengan cepat melabuhkan bibirnya dengan lembut. Semua berlaku begitu cepat sehingga Masita terlambat mengelak. Alhasil, dia hanya berusaha berontak dan mendorong