Share

Bab 2. Semua Gara-gara Mama

Royan terbengong sebentar mendapat pernyatan demikian dari Masita, tetapi saat wanita itu telah berlalu pergi, dia pun tersadar dan segera berbalik melompat naik ke motornya kemudian mengejar ojek yang membawa Masita.

Motornya pun dipacu bagai kilat saat melihat dari kejauhan, ojek tersebut telah berbelok saat keluar dari lorong. Wajahnya meringis, jantungnya berdetak keras menandingi kecepatan laju motornya.

Ternyata ojek tersebut tidak pergi terlalu jauh dan segera berbelok masuk sebuah lorong lalu berhenti di depan rumah yang cukup besar. Royan segera menyusulnya. Setelah ojek tersebut menerima uang dan pergi, dia pun menghampiri Masita.

"Ma, tunggu!" Royan mencegat lengan Masita yang hendak masuk ke halaman rumah.

Wanita itu pun menoleh. "Lepasin!" sentaknya sambil menepis tangan Royan.

"Jangan pernah datang lagi menemuiku, sana pergi! Pulang ke rumahmu sendiri, pergi!!" teriaknya geram dengan air mata berlinang.

"Oke, fine. Aku akan pergi, tapi tolong jelasin apa semua ini? Kenapa tiba-tiba menyerangku dengan kebencian, apa salahku, Ma?" ucap Royan dengan wajah panik.

Wanita itu menarik napas panjang, karena terasa sesak. Dia masih terdiam karena tidak mampu berucap. Dadanya bagai terhimpit batu.

"Ma, ayo bicara, jangan cuma diam, ada apa, Sayang?" Royan kembali berusaha memegang lengan kekasihnya tersebut.

Namun, Masita lagi-lagi menepisnya.

"Stop, cukup, cukuuuup. Jangan pernah panggil aku 'Ma atau Sayang' lagi, cukuuuup!" teriak Masita sambil menggeleng dan menutup telinga.

Royan makin panik, wajahnya meringis. "Tapi kenapa, ada apa? Apa yang terjadi?"

Masita menyeka air mata dan terisak, lalu menatap Royan dengan tajam.

"Kamu ... anak kepala batu, dari dulu aku sudah ngasih tahu, agar kamu tidak tinggal di rumahku, tapi kamu selalu ngotot, kamu gak mau nyerah, sekarang ..." Masita berhenti untuk mengambil napas karena tenggorokannya terasa tersumbat.

"Mama kamu datang dan ... memaki-maki aku, ngatain aku ..."

Wanita itu kembali menarik napas berat.

"Pergiii! aku gak sudi melihat wajahmu lagi, pergiii!" Masita terus berteriak sambil mendorong dada bidang pemuda itu lalu berbalik dan segera masuk ke halaman rumah.

Royan terhenyak sesaat kemudian tersadar akan duduk persoalannya.

"Mama!" bisiknya geram.

Seketika lututnya terasa lemas, dadanya bergemuruh, matanya terasa panas. Rahangnya pun mengeras dengan tangan terkepal kuat. Pemuda itu hanya bisa menatap kepergian wanita yang dikasihinya masuk ke halaman rumah dan menutup pintu pagar dengan kuat.

Royan berbalik badan lalu naik ke motornya dan segera memutar balik menuju jalan raya,melaju bagai kilat, menyalip setiap kendaraan yang dilaluinya dengan satu tujuan, menemuinya mamanya.

Sesampainya di kantor sang mama, pemuda itu pun bergehas masuk dan terus naik masuk ke ruangan mamanya tanpa peduli dengan teriakan asistennya.

Semua yang ada di dalam ruangan itu kaget dan langsung menoleh ke arahnya.

"Royan, apa-apaan ini?" tegur mamanya dengan wajah kaget.

"Ma, aku mau bicara, penting!" ucap Royan penuh tekanan dan berwajah garang.

"Nanti, mama lagi rapat. Sana keluar!" usir mamanya dengan mata melotot seakan menusuk.

"Gak bisa, aku mau bicara sekarang!"

Mata mamanya semakin melotot tajam. "Royan!" Teriaknya membahana mengagetkan semua orang.

"Mama!" Royan balik meneriakinya.

"Maaf, Bu. Sebaiknya rapat kita tunda dulu, kami permisi." Salah satu peserta rapat berpamitan lalu berdiri disusul oleh dua orang peserta lainnya.

Bu Rohana hanya tersenyum kecut sambil mengangguk mengiyakan tanpa bisa berkata-kata lagi. Wajahnya terasa panas menahan malu.

Begitu mereka keluar, Bu Rohana segera berdiri dan langsung mengangkat tangannya ke udara kemudian ...

Plak!

Tamparan keras mendarat di pipi Royan, tetapi pemuda itu hanya bergeming.

"Berani sekali kamu masuk mengacaukan rapat Mama!" bentaknya dengan suara yang lantang membahana.

"Sama, aku datang ke sini, juga mau bilang 'beraninya Mama datang ke rumah pacarku dan memgamuk di sana!" Royan tak mau kalah lantang.

"Ooh ... jadi janda gatel itu sudah ngadu ke kamu, ya? bagus ... bagus." Wanita itu bertepuk tangan sambil tersenyum mengejek dan terlihat sangat kesal.

"Ternyata rayuan janda itu sangat ampuh ya, sampai-sampai kamu sudah berani menantang Mama, sekarang." lanjutnya sambil menatap anaknya dengan sinis.

"Cukup Ma! dia gak pernah merayu aku, akulah yang merayunya, aku yang merengek minta tinggal di rumahnya, dan aku yang ngotot gak mau pulang ke rumah, dan apa Mama tahu kenapa aku lebih betah tinggal di sana? Itu semua karena rumah terasa seperti penjara bagiku, dan di sana, aku bisa menemukan kehangatan yang selama ini Mama gak bisa berikan padaku. Itu semua karena Mama!!"

"Jangan durhaka kamu, Yan! mana mungkin orang asing bisa lebih baik dari pada orang tua sendiri? Apa kamu sudah gila?" bantah Bu Rohana semakin geram.

"Ya ... tentu, pasti. Apa Mama lupa atau Mama memang tidak pernah sadar kalau selama ini Mama lebih mementingkan kerjaan dari pada anak sendiri? Apa perlu aku ingatkan kembali, Ma?"

"Royan, cukup! Kamu tidak akan mengerti sampai kamu menjadi orang tua, jadi kamu jangan menuduh Mama seenaknya." Lagi-lagi Bu Rohana menarik urat leher.

"Lagian mama sudah berbaik hati menawarkan uang padanya, tapi nyatanya, dia malah ngelunjak." lanjut Bu Rohana.

Royan tersenyum sambil mendengus. "Ooh begitu? Baik ... sekarang aku tanya sama Mama, berapa aku harus bayar, agar Mama bisa mengembalikan masa kecilku yang menyedihkan dan penuh rasa iri melihat anak orang yang dijemput oleh orang tuanya sedang aku dijemput pembantu, berapa harus aku bayar agar Mama bisa mengembalikan rasa maluku setiap kali penerimaan raport, aku didampingi pembantu, kembalikan juga nama baikku karena harus menjadi preman di sekolah sebab iri melihat kebahagiaan teman-temanku, kembalikaaaan!!" teriak Royan memekakkan telinga.

Ucapan Royan tersebut membuat mamanya terhenyak dan terdiam. Dia seakan baru teringat akan masa kecil anaknya.

Melihat mamanya terhenyak, Royan kembali melanjutkan.

"Aku gak betah di rumah karena aku merasa sesak, rumah yang luas itu rasanya seperti gua yang pengap, dingin dan gelap. Apa pernah Mama memberikan kehangatan dan kasih sayang padaku, selain uang, uang dan uang?!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status