Share

Bab 3. Aku Akan Bertanggung Jawab

"Royan, cukup!" Mata Bu Rohana terbelalak lebar seolah hendak keluar dari kelopaknya. Dadanya kembang kempis menahan marah.

"Jangan pernah kamu memojokkan Mama, semua ini kulakukan demi masa depan kamu juga, apa kamu pikir kamu bisa menikmati semua kemewahan ini tanpa uang? apa kamu pikir kamu bisa bersenang-senang dengan teman-teman kamu tanpa uang dari Mama? apa kamu bisa?" lanjutnya sambil berusaha menekan nada bicara.

"Tentu saja bisa. Akan aku buktikan sama Mama kalau aku akan baik-baik aja, meski tanpa kemewahan dari Mama," ucap Royan penuh percaya diri.

Mamanya tersenyum miring menatap anaknya seolah sangsi dengan ucapannya. "Yakin?"

Royan balas tersenyum enteng. "Sa-ngat yakin, Ma. Aku sangat yakin kalau Masita akan menerimaku apa adanya meski tanpa harta sama sekali, dan satu lagi, aku akan menikahi Masita dengan atau tanpa restu dari Mama!"

Mendengar pengakuan anaknya, Bu Rohana semakin geram. Tantangannya ternyata diterima dan berbalik menyerang diriya.

"Jangan asal bicara kamu, Yan. Apa kamu pikir Mama akan menerima janda itu jadi menantuku, hahh? Gak akan pernah, nggak!" sentak Bu Rohana dengan suara melengking.

"Terserah, itu urusan Mama."

"Kuliah aja kamu gak becus, malah mau menikah? Apa kamu sudah gak waras?"

Royan tertawa sejenak mendengar pertanyaan mamanya.

"Tepat sekali, Ma. aku sudah gak waras. Bagiamana aku bisa waras saat wanita yang aku sayang diusir dari rumahnya sendiri, dan sekarang Masita dicap wanita gak bener. semua itu karena ulah Mama, karena itu aku harus bertanggung jawab," ucap Royan tanpa keraguan sedikit pun.

"Kalau sampai kamu berani menginjakkan kaki di rumah janda itu lagi, apalagi sampai menikahinya, semua fasilitas yang selama ini Mama kasih, jangan harap bisa kamu dapatkan lagi, mengerti?" ancam Bu Rohana dengan gigi gemeretak menahan geram.

"Oke, Fine. aku akan pergi, jangan khawatir, aku gak akan membawa apapun kok, ya. selamat tinggal, Ma. silakan menikmati uang Mama sendiri. selamat siang!"

Royan melenggang pergi meninggalkan Bu Rohana yang geram dengan enteng. Wajahnya berbinar ceria dengan senyum terukir indah di bibirnya.

Seperti janjinya, Royan pulang ke rumahnya mengembalikan motor lalu pergi ke tempat Masita dengan menumpangi ojek. Hanya surat-surat penting yang dibawanya.

Sesampainya di rumah yang tadi dituju Masita, Royan segera masuk ke dalam.

Masita yang tengah berkeluh kesah dengan seorang wanita setengah baya, langsung terkejut dan berdiri menyonsongnya dengan tatapan geram.

"Kamu ngapain ke sini lagi? aku sudah bilang jangan temui aku lagi!" bentak Masita dengan mata melotot tajam.

Royan bukannya gentar dengan bentakan Masita, malah mendekat dan langsung memeluknya dengan erat. Masita pun berusaha melepaskan diri.

"Royan, lepasin! apa-apaan sih kamu? Lepasin!" pekik Masita sambil meronta-meronta

Namun, Royan semakin mempererat pelukannya.

"Royaan, lepass!"

"Gak akan, sampai kamu berhenti marah," bisik Royan lembut.

Masita semakin kesal tetapi terpaksa pura-pura mengalah karena dia tahu jika Royan berkehendak, pasti akan melakukan apa yang dia katakan.

"Oke, aku diam."

"Gak marah lagi?" tanya Royan sangsi.

"Hmm ..." gumam Masita sambil mengangguk pelan.

Royan pun perlahan melonggarkan pelukan lalu melepasnya. Masita segera mundur agak menjauh untuk menghindari kemungkinan direngkuh lagi.

Wanita itu lalu menatap pria di depannya dengan kesal tapi berusaha untuk tenang. "Apa yang kamu mau sekarang? apa kamu belum puas membuat aku diamuk sama mama kamu?"

Royan menggeleng pelan, sambil memasang wajah menyedihkan. "Gak, aku jamin mama gak akan berulah lagi, karena ..." Royan berhenti sejenak seraya terus manatap Masita dengan lekat.

"Karena apa?" tukas Masita penasaran.

"karena ... karena ... aku juga sudah diusir dari rumah, bahkan tanpa apa-apa," ucap Royan hati-hati.

Mendengar hal tersebut, kening Masita mengerut dan matanya memicing menatap Royan seolah tidak percaya.

"Apa maksud kamu, Yan?"

Royan hanya mengangguk pasti untuk meyakinkan wanita di depannya itu.

"Terus ...?" tanya Masita masih tidak yakin.

"Yaa ... aku berharap sih kamu masih mau menerima aku dengan keadaan gembel begini, karena kalo gak, aku terpaksa tidur di jalanan," ucap Royan dengan wajah memelas.

Masita terlihat menarik napas panjang lalu menghembuskannya dengan kuat seolah berusaha membuang rasa kesalnya.

Tiba-tiba terdengar bunyi klakson dari luar yang melengking berkali-kali, membuat Royan dan Masita menoleh ke arah pintu. dengan cepat Royan kembali menatap Masita.

"Itu pasti kang Ojek yang aku tumpangi tadi, aku belum bayar soalnya," ungkap Royan sambil nyengir kuda.

"Apa? kamu tuh ya, bener-bener biang kerok tahu, kenapa malah gak bayar?!" Sentak Masita dengan gusar.

"Aku gak punya apa-apa sekarang, termasuk uang," jelas Royan sambil tersenyum malu lalu meenggaruk tengkuk yang tidak gatal.

Masita mendengus keras sambil berjongkok mengambil tasnya di sofa lalu mengeluarkan selembar uang seratus ribu dan menyodorkannya dengan kasar ke Royan.

"Nih, sana bayar!"

Royan pun menyambar uang itu dan segera berbalik lalu bergegas keluar menemui kang Ojek.

Masita yang masih kesal langsung menghempaskan tubuhnya di sofa kemudian menoleh menatap wanita paruh baya yang sejak tadi bersamanya.

"Tuh, tante lihat kan, bagaimana perangainya, dia itu keras kepala banget, ngeyelan juga. gimana aku bisa menolak coba, kalo semakin ditolak semakin menjadi-jadi," keluh Masita dengan wajah meringis seolah ingin menangis.

Wanita paruh baya yang merupakan istri dari adik ayah Masita itu, hanya bisa menggeleng dan menghela napas berat.

"Jadi selanjutnya bagaimana? apa perlu aku telepon om kamu supaya pulang dan memberinya pelajaran?" tawarnya pada Masita.

Masita sontak menggeleng dengan wajah cemas. "Jangan, jangan Tante, e-ee ... aku ... maksudku, dia ... emm ..."

Masita gelagapan dan tidak tahu harus berkata apa.

Melihat gelagatnya, wanita paruh baya itu lantas tersenyum. "kamu sayang sama dia, Nak?" tanyanya dengan tenang.

Masita tidak menjawab, hanya terdiam dan tertunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang terasa hangat karena bersemu merah.

"Apa kamu akan membiarkannya untuk tinggal di sini juga? lalu bagaimana dengan tanggapan orang-orang?" tanya wanita itu lagi, membuat Masita semakin tertunduk.

Hati Masita seolah terkoyak. di satu sisi dia sayang pada Royan, tapi di sisi lain dia juga takut dan malu pada penilaian orang-orang. tak terasa air matanya pun meleleh.

"Meskipun rumah ini rumah kos, tetapi cerita pasti akan segera menyebar, tentu saja akan semakin ramai jika mereka sampai tahu, kalian serumah lagi di sini," lanjutnya lagi.

Air mata Masita semakin deras meleleh, membuat bahunya berguncang karena isak tangis yang ditahan. dadanya benar-benar sesak sehingga untuk bernapas saja sangat sulit.

"Jangan khawatir Tante, aku akan menikahi Masita, aku akan bertanggung jawab," ucap Royan tiba-tiba membuat kedua wanita yang duduk di sofa langsung mendongak kaget dengan mulut menganga.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status