Share

5. Bagaimana Nasib Anakku

Mendapatkan banyak perhatian dari tamu undangan, membuat Hartanto agak risih. Tidak ingin semua orang mempertanyakan tentang Naina. Ia pun meminta Naina, untuk masuk ke dalam rumah.

"Naina ... Lebih baik kamu istirahat di dalam, ya? Mama sama Papa akan menemui tamu-tamu dulu. Kasihan juga anakmu kecapean," tutur Hartanto pekan.

Naina mengangguk, ia juga sudah lelah terlalu lama di perjalanan. "Baik, pa. Kalau begitu aku tunggu di dalam."

Naina bergegas masuk ke dalam rumah. Ia langsung menuju kamarnya. Ia berharap, tidak bertemu dengan Brillian. Ia juga berencana untuk cepat pergi dari rumah orang tuanya. Setelah melepas kerinduan pada orang tuanya.

"Maafkan mommy ya, nak. Mommy sudah membawamu ke sini. Sebenarnya mommy tidak ingin kamu bertemu dengan Ayah kandungmu. Tapi mommy juga tidak ingin menjadi kacang lupa kulitnya. Mommy dibesarkan di rumah ini. Mommy diberikan banyak kasihsayang oleh mereka.'

'Tapi mommy janji. Setelah ini ... Kita pergi dari sini. Dan kita cari kehidupan kita sendiri."

Naina meletakkan anaknya di ranjang, dan mengambil boneka miliknya yang dulu disimpan dalam lemari.

"Killa! Ini boneka mommy, sayang. Kamu mainan boneka ini aja, ya? Nanti kalau kita udah punya rumah sendiri, mommy janji, bakalan beliin banyak mainan untukmu."

Syakilla, gadis kecil yang pendiam dan penurut, tidak membuat Naina kewalahan mengurusnya.

Dia tidak begitu aktif seperti anak kecil yang lain. Dia juga sulit diajak berbaur dengan orang lain.

***

Setelah acara tunangan selesai. Tamu-tamu berpamitan. Seketika rumah itu kembali sepi.

Hartanto maupun Heni tidak memberi tahu Brillian tentang kedatangan Naina. Jika Brillian  tahu Naina datang, sudah pasti ia akan berulah dan menggagalkan acara pertunangannya dengan Tarisa.

Heni mengambil makanan di nampan dan membawanya ke kamar Naina. Ia berfikir, Naina tidak mungkin makan. Pasti dia mengurung diri di dalam kamar.

"Naina ... Ini Mama. Bisakah kau membuka pintunya, sayang."

Heni mengetuk pintunya. Ia sudah tidak sabar ingin menemui Naina. Ia ingin tahu banyak cerita anak perempuannya yang sudah empat tahun meninggalkan rumahnya.

"Iya Ma. Tunggulah sebentar."

Mendengar Mamanya memanggil, Naina langsung bergegas untuk membukakan pintu kamarnya, dan memang benar, Mamanya datang dengan membawakan makanan.

"Mama bawa apaan, ma?" tanya Naina menatap pada nampan yang berisi makanan.

"Mama bawa makanan untukmu, dan juga cucu Mama," jawab Heni masuk ke dalam kamar dan meletakkan nampan berisi makanan ke atas meja.

Setelah itu, Heni menuju ranjang dan bergabung bersama dengan cucunya yang tengah bermain boneka.

"Cucu Oma. Kenapa kamu nggak pernah pulang nak. Kenapa kamu lahir tanpa ditemani Oma?" Tarisa menatap gemas cucunya. Ia mencemol pipi chubby-nya.

Syakila, gadis kecil itu langsung menangis ketika dipegang oleh Heni. Dia masih belum pernah mengenali Heni. Dia takut, Heni berbuat jahat padanya.

Naina langsung mengunci pintunya dan bergegas ke ranjang, untuk menggendong anaknya yang menangis ketakutan.

"Sayang! Ini Oma. Oma kamu. Oma nggak jahat. Kamu nggak usah takut, ya?" Naina langsung  menggendongnya, menenangkan anaknya yang menangis menyembunyikan wajahnya di ceruk leher.

"Sayang! Ini Oma, nak. Kenapa kamu takut sama Oma." Heni menatap sedih cucunya yang tidak  mau digendong olehnya.

Killa memang seperti ini, ma. Dia tidak suka berbaur dengan orang lain. Aku tidak pernah mengajaknya keluar. Dia tidak suka dengan keramaian," celetuk Naina bercerita.

"Oh! Ya ampun ... Jadi dia penakut, Na? Tapi ngomong-ngomong ... Siapa namanya? Mama sampai nggak tau sama cucu sendiri."

Lebih menyedihkan lagi, saat Naina melahirkan, ia tidak ada bersamanya. Pasti Naina berjuang sendirian tanpa ada keluarga yang menemaninya.

"Namanya Syakilla, ma. Panggilannya Killa. Umurnya sudah tiga tahun lebih dua bulan. Sebentar lagi udah mulai masuk sekolah paud," jawab Naina.

Heni terdiam. 'Empat tahun Naina meninggalkan rumah. Anaknya kini sudah berumur tiga tahun lebih. Dan Naina bilang tidak memiliki suami. Itu berarti'

Heni kembali mengingat kejadian di mana Naina pergi dari rumah, dan pengakuan Brillian setelah melecehkan Naina.

"Na! Mama ingin bertanya padamu. Tadi kamu bilang ... Kamu nggak punya suami. Maksudnya apa, ya? Kalau nggak punya suami. Kenapa kamu punya anak?"

Naina terdiam. Jawaban apa yang harus ia berikan pada Mamanya. Sedangkan ia memang benar tidak pernah memiliki suami.

"Na! Kenapa kamu diam? Ayo jawab Mama!"

Naina menggigit bibirnya dengan perasaan cemas. Tapi ia harus tetap menjawabnya.

"Em ... Sebenarnya aku sudah menikah, ma. Tapi gagal. Kami berpisah," jawab Naina berbohong.  Sebenarnya ia tidak tega membohongi orang yang sangat menyayanginya. Tapi dia juga tidak ingin menceritakan kebenarannya, jika Brillian lah, Ayah kandung dari anaknya.

"Kamu sudah bercerai dari suamimu? Terus selama ini kamu tinggal di mana? Kenapa saat kamu menikah, kamu tidak mengabari kami. Apakah kamu sudah tidak peduli lagi sama kami? Kami punya salah apa sama kamu, nak! Sampai kamu tega meninggalkan Mama sama Papa di sini."

Naina langsung menangis. "Maafkan Aku, ma. Aku terpaksa meninggalkan kalian semua. Aku tidak ingin membuat kalian kecewa. Aku sudah ..."

"Mama sudah tahu semuanya. Kamu sudah dilecehkan oleh kakakmu sendiri, kan!"

Deg. Naina menatap nanar wajah mamanya. Ia tidak menyangka, ternyata orang tuanya tahu kebenarannya. Pasti Brillian telah mengatakannya."Maksud Mama ... Mama sudah tahu kalau aku ..."

Heni mengangguk, menatapnya sembari menangis. "Iya. Brilian sudah mengatakan semuanya. Brilian sudah merusak harga dirimu. Dan kamu diam saja. Kamu bukannya bercerita sama kami, tapi kamu malah kabur dari rumah."

"Kenapa kamu harus kabur! Kenapa kamu nggak mau cerita sama kami."

Naina menggeleng dengan tangisnya terisak. Tidak ingin ia mengecewakan orang tuanya. Ia memilih kabur, agar aib keluarganya tidak tercemar.

"Maafkan aku yang tidak pernah bercerita pada Mama. Aku tidak sanggup untuk menceritakannya. Aku takut kalian kecewa. Aku sudah membuat aib keluarga. Aku tidak pantas untuk tetap tinggal di sini."

"Dan aib keluarga itu disebabkan oleh anak kandung Mama sendiri. Jika boleh memilih ... Mama lebih baik mengusir Brilian, daripada kamu yang pergi dari sini. Brilian lah yang sudah mengacaukan semuanya. Bukannya melindungimu, dia malah menghancurkan hidupku. Mama benar-benar sangat kecewa padanya. Makanya Papa memutuskan untuk menjodohkan dia dengan perempuan lain."

Deg. "Apa! Brillian dijodohkan. Berarti pesta di depan tadi ..."

Sebenarnya ia tidak peduli, walaupun Brillian menikah dengan siapapun. Tapi yang ia pikirkan kini, bagaimana nasib anaknya. Syakilla tumbuh besar tanpa status. Ia tidak memiliki Ayah sebagai pelengkap identitasnya.

Mendapati Naina yang terbengong, Heni pun menegurnya. "Kamu kenapa diam, Na! Ada sesuatu yang kau pikirkan?"

"Ah ...! Tidak! Tidak ada kok ma," jawab Naina gugup.

Naina mengalihkan pandangannya dengan mengusap air matanya yang tiba-tiba menetes.

"Jangan bohong, Na! Mama tahu kamu tengah memikirkan sesuatu. Katakan saja pada Mama. Apa yang tengah kau pikirkan. Atau ... Kau tengah memikirkan Brillian?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status