Malam mulai larut. Semua orang telah meninggalkan kediaman Hartanto. Brillian juga memasuki rumahnya setelah mengantarkan Tarisa yang kini menjadi tunangannya.
Ia frustasi dengan keadaan. Ia stress, berharap bisa bertemu dengan Naina kembali dan memutuskan untuk pergi dari rumah, menikahi Naina dan hidup bersamanya."Kalau bukan karena Papa, aku ogah bertunangan dengan Tarisa. Perempuan macam itu dibilang baik. Baik apanya," dengan menggerutu ia berjalan menuju kamarnya, namun setibanya di depan kamar Naina, ia terhenti saat mendengar suara tangis anak kecil.Dia mendekatkan telinganya di kenop pintu. Terdengar sangat jelas suara anak kecil perempuan sedang menangis."Siapa yang menangis di sini. Bukankah semua orang sudah meninggalkan rumah ini. Tapi siapa yang ada di dalam sana. Kok ada suaranya anak kecil menangis di sini."Bulu kuduknya mulai merinding. Bahkan ia tidak pernah takut pada siapapun, termasuk hantu sekalipun. Ia selalu menyibukkan diri dan pulang larut malam tidak pernah ada hal-hal ganjal yang menakutinya, tapi berbeda sekali di rumahnya sendiri. Ia mendengar suara anak kecil bahkan di rumah itu tidak ada anak kecil.Perlahan ia mencoba untuk membuka kenop pintunya, namun terkunci dari dalam."Kok pintunya terkunci. Bukannya kamar ini tidak pernah dikunci semenjak Naina pergi dari rumah. Siapa yang sudah menguncinya. Apa Mama?"Pikirannya mulai tidak tenang, ia bahkan tidak bisa tidur dan matanya langsung terbelalak lebar, ingin tahu apa yang sebenarnya ada di dalam kamar itu."Apa aku terus menemui Mama. Pasti sekarang Mama sudah tidur." Bingung, hendak membangunkan Heni tapi ia ragu, takut mengganggu Mamanya yang baru sembuh dari sakit.Tapi rasa penasaran itu tidak bisa ditunda sampai esok. Ia mencoba untuk mencari cara bagaimana ia bisa masuk ke dalam kamar Naina, karena kamar itu sudah tidak lagi memiliki kunci cadangan."Ya Tuhan ... Beri aku jalan untuk bisa mengetahui siapa sosok anak kecil yang tengah menangis itu. Jangan membuatku penasaran."Brillian mengacak rambutnya tidak bisa melakukan apapun untuk membuat rasa penasarannya terobati.***"Mommy, pulang. Ayo pulang!"Di dalam kamar Syakilla menangis. Ini hari pertamanya ia tinggal di rumah yang berbeda dengan tempat tinggalnya. Ia tidak kerasan tinggal di tempat baru. Ia mengajak Naina pulang malam itu. Naina mencoba untuk membujuknya agar anaknya tenang."Ayolah sayang, ini di rumah Oma. Ini juga udah malem. Mommy nggak berani keluar," jawab Naina dibuat resah oleh anaknya. "Sini mommy peluk, di luar ada hantu. Memangnya Killa nggak takut sama hantu."Sudah terbiasa Naina menakuti anaknya dengan kata hantu. Biasanya Syakilla langsung terdiam, jika ia mendengar kata hantu, tapi kali ini ia benar-benar tidak bisa diam dan malah menangis keras."Nggak mau, ayo pulang. Nggak ada hantu di luar. Mommy bohong!"Anak kecil itu duduk di ranjang dengan kakinya menendang-nendang. Naina sendiri bingung, hendak keluar tapi dia takut Brillian mengetahui kehadirannya.Dengan helaan napas panjang Naina langsung bangun dan mengambil gendongan. Mungkin dengan digendong, Syakilla bisa tenang."Ayo gendong Mommy." Naina mengulurkan tangannya pada Syakilla, dan Syakilla langsung berdiri meminta digendong."Ayo ke sana," ucapnya menunjuk ke arah pintu.Naina menatap jam dinding di kamarnya menunjukkan pukul 00.30 dini hari. "Killa! Ini udah malem banget, Mommy nggak berani keluar," jawab Naina.Naina dibuat kewalahan dengan anaknya yang meliuk-liukkan tubuhnya memberontak marah digendongannya, dan ia pun memaksakan diri untuk keluar kamar ia berharap semua orang sudah tidur terutama Brillian."Oke-oke ayo keluar. Tapi janji sama Mommy, nggak boleh nangis. Sekarang diam!" Sedikit memberikan gertakan pada putrinya agar putrinya diam tidak membuat gaduh dan membuat seisi rumah itu terbangun.Perlahan Ia membuka pintunya dan begitu terkejutnya ia mendapati seorang laki-laki berdiri tegap dengan bersedekap dada. Ia melotot mendapati Brillian, seorang laki-laki yang selalu ingin dihindarinya."Kakak!" Naina memundurkan langkahnya masuk kembali ke dalam kamar dan menutup pintunya, namun Brillian menahan pintu itu agar tidak tertutup, dan malah ia yang ikut masuk ke dalam."Naina! Jadi kau sudah pulang. Kapan kau datang, siapa anak kecil ini?" tanya Brillian menatapnya dan beralih menatap anak kecil yang digendong oleh Naina.Naina gemetaran, ia takut, benar-benar takut hendak menjawab apa pada Brillian. Tidak mungkin juga ia mengatakan yang sebenarnya. Brillian sudah menjadi milik orang lain, dan ia tidak mau mengacaukan hubungannya dengan gadis yang sudah menjadi tunangannya."Naina! Kenapa kamu diam saja, Ayo jawab aku, Na! Kau pulang-pulang membawa anak kecil. Ini anaknya siapa!" Brillian membentaknya. Dia senang mendapati gadis yang dicintainya itu kembali. Tapi ia sangat sedih melihat Naina pulang tidak lagi sendiri, tapi membawa anak kecil."Di ... Dia anakku," jawab Naina terbata-bata.Brilian memicingkan bola matanya, buru-buru ia mengunci pintunya dari dalam dan mendekati Naina yang memundurkan langkah hingga betisnya menatap ranjang."Anakmu kau bilang! Anakmu dengan siapa? Atau ... Anak kita?" Brilian mulai berpikir bahwa anak kecil yang bersama Naina itu adalah anaknya bersama Naina. Naina pergi dari rumah dan memilih hidup sendiri, dan dia mengandung buah hatinya.Naina menggeleng dengan cepat, "Bukan! Ini bukan anakmu, ini anakku," jawab Naina dengan gelengan kepala."Jangan coba-coba untuk membodohiku Naina! Kau berbohong, kau membohongiku!"Brillian semakin mendekatkan dirinya hingga membuat Naina terduduk di sisi ranjang. Syakilla sendiri sangat ketakutan. Ia takut Brillian akan mencelakainya dan juga Mamanya."Tidak! Aku tidak membohongimu. Buat apa aku membohongimu! Ini memang anakku, tapi bukan anakmu. Kau jangan ganggu kami. Lihatlah! Anakku ketakutan melihatmu! Lebih baik sekarang pergilah!"Naina memeluk erat anaknya yang tengah menangis. Dan lebih menyebalkan lagi Brillian tidak peka, ia masih berdiri menatap mereka.Sungguh membuatnya terkejut dan kecewa. Kedatangan Naina bukannya membuatnya bahagia, tapi malah membuatnya semakin terluka."Kak! Kau bisa mendengarku! Aku mohon pergilah! Jangan ganggu kami. Atau aku akan pergi dari sini."Tanpa bicara sepatah katapun, Brillian langsung melenggang pergi meninggalkan kamar Naina dan menutup pintunya cukup kencang.Semakin kacaunya Syakilla, badannya langsung panas. Dia mudah sakit, apalagi mendengar suara yang mengagetkannya."Ya ampun Killa ... Badan kamu langsung panas. Maafin Mommy sayang. Mommy janji, setelah ini kita pergi dari sini ya, kita cari tempat yang nyaman buat kita tempati berdua. Killa yang tenang ya, Killa jangan takut, di sini ada Mommy yang temani Killa."Naina mengecup pipi chubby Syakilla yang masih menangis. Ia bergegas menuju meja dan mengambilkan air minum buat Syakilla."Ayo nak, minum dulu airnya. Setelah ini Killa tidur ya, jangan takut," tutur Naina.Syakilla meminum air dengan terisak-isak. Ia benar-benar ketakutan. Mommy, siapa orang tadi. Kenapa dia jahat sama kita. Ayo mom! Kita pergi sekarang, atau kita akan ..."Acara ulang tahun nampak begitu meriah. Hari ini adalah hari ulang tahun Syakilla yang ke lima. Semua keluarga berkumpul bersama di rumah Brilian.Aminah dan juga Bryan datang, mereka membawa kue ulang tahun khusus buat Syakilla."Syakilla, wah ...., cantiknya cucu nenek."Melihat penampilan cucunya yang nampak cantik alami, membuat Halimah menitikkan air matanya.'Ya ampun ..., cucuku cantik sekali. Mungkin Naina dulu waktu kecil seperti ini. Aku sudah terlambat datang, aku sudah gagal menjadi orang tua yang baik untuk anakku.'"Nenek ..., nenek udah datang? Nenek itu bawa apaan?" tanya Syakilla menoleh pada Bryan yang tengah membawa sesuatu di tangannya.Dia sangat penasaran, sampai-sampai dia berjinjit hendak melihatnya."Syakilla, lihatlah. Ini kue khusus buat kamu. Nenek sengaja bikin sendiri, dan rasanya enak sekali , pasti kamu akan menyukainya."Halimah yang semula ada di luar pintu kamar Naina, ia langsung melangkahkan kakinya masuk ke dalam ditemani oleh Bryan."Ayo tebak n
"Mom! Ambilkan kue buatanku. Aku akan tunjukkan pada Daddy sama Om Bryan. Mereka nggak percaya aku bisa bikin kue."Syakilla mengadu pada Naina yang masih sibuk di dapur."Tunggu sebentar, Mommy potong-potong dulu ya, biar mudah untuk dimakan," jawab Naina."Loh! Nggak usah dipotong. Biar gitu aja," bantah Syakilla.Naina mengerutkan keningnya. "Kau itu mau bagi kue sama Daddy, atau tunjukin doang?" tanya Naina."Tunjukkan saja. Kuenya nggak boleh dimakan."Halimah dan Warti terkekeh mendengar celotehan Syakila. Baru pertama kalinya ada orang berceloteh di rumahnya."Kau itu Killa, buat apa kuenya nggak dimakan, kan bisa mubazir. Lebih baik dimakan, biar tahu rasanya, bukan cuma dibuat pajangan," tegur Halimah."Tapi kan nenek, nanti kalau dimakan kuenya habis, aku kan juga harus kasih Oma sama Opa juga," bantah Syakilla dengan menggembungkan pipinya.Naina mengambilnya kue berukuran sedang itu dan meletakkan di mangkok plastik."Biar mommy yang bawa, entar kalau kamu yang bawa bisa j
"Dad! Aku tadi bantuin nenek bikinin kue buat Daddy. Daddy akan makan kue buatanku, kan?"Syakilla berbisik di telinga Brilian yang tengah bermain catur dengan Bryan di teras depan rumahnya.Brilian menoleh dengan menautkan kedua alisnya. "Memangnya kamu bisa bikin kue?" tanya Brillian, tak yakin Syakila bisa membuat kue. Gadis kecil berusia empat tahun itu begitu aktif dan pintar, namun ia masih meragukan anak kecil seusia itu bisa melakukan sesuatu yang tidak bisa diduganya.Syakilla menyunggingkan bibirnya. "Apakah Daddy tengah meremehkanku? Aku akan buktikan kalau aku bisa bikin kue sendiri tanpa dibantu sama Nenek ataupun Mommy. Aku pintar dad, nanti kalau aku udah besar, aku pasti akan buat kue sendiri jika aku tengah berulang tahun, atau nanti pas ulang tahunku Daddy harus siapkan bahannya biar aku bikin dengan tanganku sendiri."Bryan terkekeh meledeknya. "Heh! Killa! Omonganmu itu kayak orang lagi mabuk, ngelantur. Mana mungkin anak kecil bisa bikin makanan, bikin kue itu s
"Nenek, aku mau bantuin nenek bikin kue."Syakilla mengambil loyang di rak buat mengadoni kue buatan Halimah.Halimah selama ini memang suka membuat kue. Banyak orang yang suka memesan kue padanya."Serius kamu mau bantuin nenek membuat kue? Memangnya Killa bisa membuat kue?" tanya Halimah.Syakilla menaruh adonan itu ke atas meja pantry dengan meraih kursi plastik untuk dipijaknya."Ya bisa dong!!"Nampak begitu Arogan anak Brilian. Ia menunjukkan kepandaiannya saat membantu omanya membuat kue di rumahnya."Nenek jangan suka meledekku, aku sangat suka membuat kue. Di Rumahku, aku sering buat kue dengan Oma. Oma juga buat kue suka gosong."Dengan selorohnya yang lucu mampu membuat Halimah melepas tawanya. "Kau itu, Killa! Bikin kue gosong aja dibanggain. Coba kalau bikin kue itu disertai dengan doa, biar jadinya bagus, nggak gosong," ledek Halimah.Warti tersenyum dengan geleng-geleng kepala. Andai saja di rumah masih banyak itu ada anak kecil setiap hari pasti akan sangat seru, ada
"Apa kau pikir anakku itu jelmaan setan?! Kau itu orang tua tak berakhlak ya! Bisa-bisanya ngata-ngatain anakku seperti boneka Annabelle. Kau tau kan? Boneka Annabelle itu boneka setan. Aku nggak terima, ya? Enak saja ngata-ngatain anakku kayak gitu. Kau belum punya anak sih, jadi nggak pernah tau rasanya saat anaknya dikata-katain kayak gitu, menyebalkan."Bryan terbengong saat diomeli Brillian. Sedangkan Syakilla menjulurkan lidahnya meledek Bryan, karena dia berhasil mengadu pada orang tuanya."Rasain om, om dimarahin kan? Sama Daddy," ledek Syakilla dengan terkekeh."Oh! Jadi kamu ngadu sama dia!" Bryan menunjuk pada Brillian dengan cengiran kuda.Syakilla mengangguk. Iya Memangnya kenapa kalau aku mengadu, kan dia Daddy-ku," jawab Syakilla."Ck! Dasar kalian berdua!"Halimah langsung menghentikan perdebatan mereka berdua. "Sudah-sudah, nggak usah berisik! Ini juga masih pagi. Kalian ini sudah menjadi orang tua, seharusnya bersikaplah baik untuk menjadi contoh yang baik buat anak
"Daddy! Mommy! Om Bryan nakal. Masa aku dibilang kayak boneka Annabelle. Apakah aku sangat jelek seperti boneka Annabelle, sampai Om Bryan mengatakan itu padaku!"Syakilla berlari menuruni anak tangga dan langsung mengadu pada kedua orang tuanya, jika ia habis diledek seperti boneka Annabelle oleh Bryan.Mendengar pengaduan dari putrinya, Brillian langsung melotot. "Apa dia bilang? Kamu dikatain seperti boneka Annabelle? Kau tau Anabelle itu apa Killa?" tanya Brillian dengan menaikkan satu alisnya menatap wajah cantik putri kecilnya.Syakilla langsung menggeleng. "Belum tau, memangnya boneka Annabelle itu seperti apa sih, Dad?" Ia memang masih belum mengetahui Anabelle itu jenis boneka seperti apa. Selama hidupnya, ia belum pernah mendapati boneka Annabelle."Boneka Annabelle itu boneka hantu, boneka setan. Kamu udah dikatain om kamu mirip setan. Kurang ajar banget jadi orang tua, tidak tahu diri. Bisa-bisanya dia ngatain anakku seperti boneka setan! Awas aja dia. Aku tidak akan me
Seperti yang dikatakan oleh Halimah, Syakilla diminta untuk membangunkan Bryan yang masih belum keluar dari dalam kamarnya.Bryan sangat jarang bangun pagi di kala ia lagi weekend, kadang sampai seharian dia tidak mau keluar kamarnya, dan itu membuat Halimah gemas dengan sikapnya yang masih suka seperti anak kecil."Om ...! Bangun Om! Ini sudah siang!"Syakilla menggedor-gedor pintunya dengan tangan mungilnya yang tidak terlalu bertenaga, tidak terlalu menimbulkan suara, dan membuat Bryan tidak bisa mendengarnya dengan jelas."Om! Kenapa Om tidak menjawabku, apa Om masih hidup?"Tidak mendapatkan jawaban sama sekali, membuat Syakilla berpikir kalau Bryan sudah meninggal di dalam kamarnya."Kenapa Om tidak menjawabku, apa jangan-jangan Om sudah meninggal, ya? Ini tidak bisa dibiarkan! Aku harus bilang sama nenek."Tidak mendapati sahutan dari dalam, Syakilla mengira kalau Bryan sudah meregang nyawa.Syakilla memutuskan untuk memberitahu neneknya, ia berlari menuruni anak tangga dan me
"Alhamdulillah, akhirnya kita tiba di sini juga. Oh ya ampun, aku sampai lupa tidak membawakan baju ganti buat Syakilla. Aku tadi buru-buru dan lupa nggak bawa baju ganti," gumam Naina dengan menepuk jidatnya."Ck! Kok bisa sih yang! Udah tiba di sini ada juga yang ketinggalan. Entar apalagi yang ketinggalan, jangan bilang kalau kamu juga nggak pakai celana dalam ledek Brillian.Naina langsung melayangkan tangannya memukul pundak Brillian. "Ngaco aja kalau ngomong! Ya mana mungkin aku nggak pakai celana dalam, kalau aku nggak pakai celana Kamu pastinya juga nggak mau jauh-jauh dari aku," seru Naina.Seketika Brilian melepaskan tawanya. "Ya jelas aku nggak mau jauh-jauh dari kamu. Menjauhkan diri dari sesuatu yang nikmat untuk disantap rasanya mustahil banget. Banyak manusia di dunia ini yang mengharapkan sesuatu itu. Bahkan sebagian besar manusia sampai berebut dan nyawa yang dipertaruhkannya hanya demi segumpal daging yang bentuknya saja sangat unik."Naina memutar bola matanya. Ia
Liburan telah tiba, Syakilla minta diantarkan ke rumah neneknya. Brillian sendiri sudah berjanji akan mengantarkannya ke rumah mertuanya, namun dia mewanti-wanti agar Naina tidak menginap di rumah orang tuanya sendiri."Yee ... Pada akhirnya aku akan menginap di rumah Nenek."Syakilla nampak senang dan berharap bisa menginap di rumah neneknya."Menginap apaan, enggak ya! Nggak ada yang boleh menginap, kita berkunjung aja," sahut Brillian langsung memberikan teguran pada putrinya."Loh! Daddy ini gimana sih. Katanya boleh menginap?" tanya Syakilla nampak kecewa. "Siapa yang bilang! Daddy nggak bilang kalian boleh menginap. Daddy cuma bilang Syakilla boleh main ke rumah nenek, asal nggak menginap," balas Brillian.Syakilla memanyunkan bibirnya, dia sangat kecewa berat, ucapan Brillian tak sesuai dengan kenyataan."Katanya tadi malem boleh menginap, sekarang udah beda lagi. Gimana sih dad! Nggak jelas banget, bikin orang kecewa aja," bantahnya dengan bibir mengerucut, menggemaskan.Nain