POV Kasih.
Namaku adalah Kasih Arini Wijaya. Aku anak bungsu dari 3 bersaudara. Kami tinggal di suatu desa terpencil wilayah Jawa Barat.
Karena alasan tertentu kami tinggal di sini. Sebenarnya keluargaku adalah orang berada. Ayah bekerja sebagai kepala rumah sakit di kota Jakarta, sedangkan Bunda bekerja sebagai Direktur utama perusahaan Wijaya Group. Kehidupan keluargaku cukup terbilang harmonis, namun semuanya tiba-tiba berubah sejak Ayah di kabarkan menjadi anak buah mafia yang sangat berpengaruh di kota ini.Ayah menatap kami satu persatu dengan tatapan yang sulit di artikan. Wajahnya terlihat kusut dan sedikit memerah membuat kami merasa pasti ada sesuatu yang tidak beres.
Betul saja, Ayah berlutut di hadapan kami meminta salah satu di antara putrinya menikah dengan Tuan Wilson yang terkenal kejam dan tidak memiliki belas kasih terhadap siapapun.
Kami sangat takut, tidak mungkin kami menikah dengan orang yang bertangan dingin seperti beliau. Apalagi Tuan Wilson merupakan seorang duda beranak satu dan umurnya sudah menginjak hampir kepala empat, tentunya dia lebih cocok menjadi Ayah kami ketimbang menjadi suami.
Namun nasi sudah menjadi bubur. Ayah telah berkhianat pada Tuan Wilson karena telah berselingkuh dengan Nyonya Alin, istrinya Tuan Wilson. Dan tentu kabar itu membuat kami shock terutama Bunda yang langsung terkena serangan jantung. Beruntung saat itu Bunda masih bisa di selamatkan karena kami buru-buru membawanya ke rumah sakit.
Hanya ada dua pilihan yang di tentukan Tuan Wilson. Pertama, Ayah harus menyerahkan semua aset dan di pindah alihkan atas nama dirinya. Kedua, menyerahkan salah satu putrinya untuk di nikahi dan sekaligus menjadikan pembantu di rumahnya. Suatu keberuntungan Tuan Wilson tidak membunuh Ayah, karena beliau juga tidak mencintai istrinya yang gila harta itu. Jadi Ayah hanya di suruh memilih kedua pilihan tersebut.
Ayah egois, ia lebih memilih mengorbankan salah satu putrinya daripada harus kehilangan semua aset yang di miliki. Tentu hal itu membuat Bunda menolak dengan tegas. Bunda lebih memilih hidup sederhana daripada memberikan putri berharganya pada laki-laki tua bangka seperti Tuan Wilson.
Sebab itu kami tinggal di Desa ini, Desa yang penuh dengan pemandangan bagus. Semilir angin yang sejuk membuat kami sangat nyaman dengan suasana baru yang sangat ramah lingkungan.
Berbeda dengan Ayah, dia nampak tidak terima semua aset yang di bangun dari nol kini di miliki orang lain. Ayah masih terus membujuk kami agar mau di nikahkan dengan laki- laki tua itu.
Ayah menatapku dengan sendu, hanya aku satu-satunya harapan yang mau mengabulkan keinginannya, sebab kedua Kakak ku sangat keras kepala. Ia tidak ingin menikah muda dengan laki-laki yang jahatnya tujuh turunan seperti Tuan Wilson. Kami memang belum pernah bertemu dengan beliau, kami hanya tahu dari Ayah dan media yang memberitakan siapa itu Wilson Alleo Alexander. Wajahnya memang tidak pernah tersorot kamera, tapi hanya dengan menyebut namanya saja semua orang tahu siapa dia.
“Baiklah jika Ayah terus memaksa. Kasih akan menikah dengan dia asalkan Ayah bahagia. Itukan yang Ayah inginkan?” ucapku menatap sendu Ayah. Bunda langsung berdiri tidak terima dengan ucapanku barusan. Namun Ayah langsung menyeret Bunda masuk ke dalam kamar dan menguncinya.
Kedua Kakak ku berteriak mengutuki Ayah yang telah jahat pada kami, padahal Bunda telah memaafkan kesalahannya yang telah berkhianat, namun apa yang Ayah lakukan? dia malah bersikap kasar pada Bunda.
“Cukup Ayah! kasihani Bunda,” ucapku menangis.
Ayah menatapku dari ujung kepala hingga ujung kaki. Kepalanya menggeleng pertanda risih dengan penampilanku. Ya, memang akhir-akhir ini semenjak kami tinggal di Desa, aku tidak peduli dengan penampilanku yang awut-awutan.
“Ganti bajumu sekarang dan poles wajahmu dengan make-up yang tebal. Tuan Wilson tidak suka dengan wanita sembrono seperti dirimu,” ucap Ayah membuat hatiku sakit, namun aku tetap berusaha tegar.
“Baik Ayah," ucapku menunduk, kemudian masuk ke dalam kamar untuk berganti baju.
Srett..
Aku membuka lemari, sesaat aku bingung memakai yang mana. Sewaktu hidupku masih enak, jarang sekali membeli pakaian dan pergi shooping. Aku lebih suka memakai apa yang ada saja, namun tatapanku jatuh pada gaun sabrina panjang bercorak bunga. Entahlah ini pilihan yang tepat atau bukan, tapi tanganku meraih gaun itu dan langsung memakainya.
Setelah selesai, aku duduk di depan cermin memoles wajahku dengan make-up tipis, tidak seperti yang Ayah bilang harus ber make-up tebal. Ya siapa tahu Tuan Wilson langsung menolak jika melihat penampilanku yang seperti ini.
Aku memperhatikan diriku dari cermin, memiliki tinggi 160 cm serta berat 49 kg. Aku memiliki kulit kuning langsat tidak seperti kedua Kakak ku yang putih.
Tok..tok..tok..
Ketukan pintu membuyarkan kegiatanku yang lagi asyik memoles.
Ceklek
“Lama sekali kau di dalam. Ayo cepat! Tuan Wilson tidak suka menunggu.” Ayah menarik tanganku dengan kasar membuat aku meringis kesakitan.
Kami melaju melewati jalanan ibu kota yang begitu padat. sepanjang perjalanan jantungku berdetak kencang, aku sangat takut seperti apa wajah calon suamiku itu, terlebih lagi dia seorang mafia.
“Ingat, Tuan Wilson tidak suka di bantah. Kau harus menuruti semua keinginannya dan jangan pernah membuat Ayah malu!” ucap Ayah, aku hanya bisa menganguk pasrah.
Mobil terhenti tepat di sebuah kawasan elit yang jauh dari keramaian. Sebuah bangunan bernuansa emas dengan banyaknya patung mahal membuat ku berdecak kagum.
“Wow sekaya apa ya Tuan Wilson?” gumamku menatap bangunan megah itu dengan senyum.
“Ingat, jangan seperti anak kampungan yang norak! kau dari kecil sudah terbiasa hidup mewah, melihat rumah seperti ini saja kau sudah kaget.”
“Maaf Ayah, tapi rumah ini bahkan berlipat-lipat lebih besar dari kediaman kita dulu,” ucapku memang benar.
“Maaf, Tuan Wilson sudah menunggu anda di ruang atas,” ucap seorang pengawal membuyarkan obrolan kami.
“Baik,” sahut Ayah. Akupun berjalan dengan mengekori Ayah di belakang nya.
Tiba di ambang pintu, sekujur tubuhku sudah terasa dingin, hawa takut mulai menyelimuti namun aku tetap berusaha tenang.
Ceklek
Ayah masuk di ikuti aku di belakang. Tiba-tiba tubuhku membeku, jantungku bergetar hebat. Manakala di hadapanku kini tengah berdiri laki-laki gagah dengan rahang yang tegas menatap kami dengan tatapan membunuh.
Glek
Aku menelan saliva dengan susah. Pantas saja dia di takuti semua orang, tatapannya saja sudah berhasil membuatku ketakutan.Aku mundur beberapa langkah, kemudian bersembunyi di belakang punggung Ayah.
Ayah membungkuk dengan mengatupkan kedua tangan, aku pun reflek mengikutinya.“Selamat malam, Tuan,” ucap Ayah, lalu matanya melirik ke arah ku agar aku berdiri tegak di sampingnya.
“Sesuai perjanjian kita, saya membawa putri bungsu saya dan menukarnya dengan aset yang telah Tuan ambil,” ucap Ayah membuat ku muak. Bisa-bisanya Ayah mengatakan "menukar" memang nya aku ini apa? barang.
Tuan Wilson menatapku dari atas hingga bawah, kemudian dia menghampiri dan memutari tubuhku. Rasanya aku sudah tidak kuat ingin pingsan saat ini juga. Aku takut Tuan Wilson membunuhku.
“Kenapa harus yang ini?” Tuan Wilson bertanya sambil menopang dagu.
“Karena kedua putri saya tidak ingin menikah muda, Tuan,” ucap Ayah membuat Tuan Wilson mengangguk remeh.
“Menikah muda? kau bilang gadis ini bungsu bukan? itu artinya umur dia masih di bawah Kakaknya. Lalu kenapa dia bersedia menikah dengan ku?”
“Karena..karena,” ucap Ayah terbata-bata.
“Karena Kasih siap menjadi istri Tuan,” ucapku tiba-tiba membuat Ayah bernafas lega. Sedangkan tanganku sudah mulai berkeringat padahal cuaca di ruangan ini begitu dingin.
“Berapa umurmu?” Tuan Wilson bertanya.
“18 tahun, Tuan,” ucapku menunduk.
“Hem, bahkan kau terlalu kecil untuk menjadi isriku.”
“Saya jamin Kasih akan menjadi istri yang baik untuk anda,” ucap Ayah meyakinkan.
“Saya pegang omongan kamu, jika gadis ini berani membantah perintah ku maka semua aset tidak akan saya kembalikan dan kau harus menerima akibatnya!” Tegas Wilson membuat bulu kuduk ku merinding.
“Baik, Tuan,” sahut Ayah.
“Tinggalkan gadis ini sekarang, saya akan mencobanya terlebih dulu!” ucap Wilson menyeringai.
“Ma-maksud Tuan?”
“Kau pikir aku bisa di bodohkan, hem.” Tuan Wilson menatap tajam Ayah. “Jika gadis ini sudah tidak perawan aku tidak akan sudi menikahinya!”
“Ba-baik Tuan, saya akan pergi sekarang juga,” ucap Ayah membuat ku seperti tersambar petir di siang bolong. Ayah ingin meninggalkanku dengan lelaki ini, itu berarti Ayah mengijinkan dia untuk mengambil kehormatan ku.
“Ayah jangan tinggalin Kasih, Kasih takut,” pintaku pada Ayah, namun Ayah sudah pergi dari ruangan ini.
“Tuan Wilson maju beberapa langkah menatapku dengan tatapan beda. Ia menggigit bibirnya sendiri membuat jantungku seperti mau copot.
"Ja-jangan...” ucapku manakala Tuan Wilson ingin memegang kedua gunung kembarku yang sangat berharga.
Aku memejamkan mata ketika tangan kekar itu berhasil menjamah bagian atas. Air mataku lolos begitu saja, rasanya aku ingin berteriak sekencang mungkin. Harga diri yang selama ini ku jaga runtuh di tangan laki-laki bejat seperti Tuan Wilson.“Buka matamu! Tuan Wilson menatap jengah padaku. Aku hanya menunduk ketakutan.“Cih, hanya sebesar buah tomat ternyata,” ucap Wilson menatap remeh kedua gunung kembar milik ku.“Ma-maaf, Tuan.” hanya itu yang bisa terucap dari mulut kecilku ini.“Tidak masalah, ikut aku sekarang!”Tuan Wilson merapihkan jasnya dengan gagah, kemudian keluar dari ruangan. Aku bernafas lega akhirnya laki-laki itu tidak menyentuhku. Tapi tiba-tiba...”“Hei, kenapa masih di situ? kau punya telinga?”“Pu-punya Tuan,” ucapku terlonjak. Tuan Wilson menatapku dengan dingin. Sungguh hatiku sudah berdebar-debar saat ini.“Cepat ikut den
“Bibi, kenapa Mommy tidak pulang-pulang?” suara anak kecil yang sedang bermain robot memecah keheningan Shinta. Wanita muda itu langsung mendekat, ia mengulurkan tangannya mengusap pucuk kepala anak itu dengan lembut. “Den Rama sabar ya, pasti nanti Mommy segera pulang kok. Mommy kan lagi banyak pekerjaan sayang,” ucap Shinta tersenyum. “Iya Bibi, Rama sangat merindukan Mommy,” ucapnya dengan sendu, tentu membuat Shinta merasa iba dengannya. Anak kecil berumur 4 tahun seperti Ramaharusnya mendapatkan kasih sayang yang lebih dari kedua orang tua, namun kini malah sebaliknya. Nyonya Alin tak pernah sedikitpun peduli pada sang anak begitupun dengan Tuan Wilson yang selalu sibuk dengan pekerjaan, sehingga jarang menyempatkan waktu bermain dengan putra semata wayangnya itu. Ceklek Pintu terbuka membuat Shinta yang duduk langsung berdiri. Ia membungkuk dengan menangkupkan kedua tangan. “Selamat Pagi, Tuan,” ucap Shinta menunduk. Wilson hanya membala
Setelah kepergian Wilson, Kasih berjalan menuju taman belakang untuk melihat sekeliling. Gadis manis itu sangat senang karena Wilson telah berangkat kerja sehingga jantungnya kini kembali normal dan ia merasa lega. Lagi pula Wilson belum memberinya pekerjaan, jadi ia bisa menyusuri setiap inci dari rumah tersebut agar suatu saat tidak tersesat. Baru saja melangkahkan kaki, tiba-tiba sebuah tangan sudah menariknya dengan kasar lalu membawa Kasih ke pojok tembok. “Auw lepasin.” ringis Kasih sembari mengibaskan tangannya yang sedikit perih. “Beraninya kau menggoda Wilson, dasar bocah ingusan!” Plakk Satu tamparan keras mendarat di pipi mulus Kasih, sontak membuat gadis itu merasa terkejut. Ia memegangi pipinya sembari menangis. Selama 18 tahun hidup tidak ada seorang pun yang berani menamparnya termasuk sang Ayah sekalipun. Tapi kini seorang wanita sexi yang belum ia kenal sudah berani berbuat kasar padanya. “Ta-tante siapa? kenapa Tante
Kicauan burung di pagi hari terdengar begitu merdu. Matahari mulai menampakkan sinarnya melalui celah-celah jendela. Seorang gadis manis terbangun dengan merentangkan kedua tangan serta mulut yang menguap lebar.“Hoamm nyenyak banget,” gumam Kasih. Ia pun hendak melanjutkan tidurnya kembali. Namun baru saja memejamkan mata suara pletakan terdengar dari kening nya.“Auws.” ringis Kasih memegangi jidatnya yang terasa sakit.“Tu-Tuan, kenapa anda tidur di sini?” ucapnya sedikit kaget, Kasih pun langsung bangkit dan duduk di sisi ranjang.“Bagus sekali, harusnya aku yang bertanya seperti itu,” ucap Wilson menatap tajam ke arahnya sontak membuat Kasih menunduk takut.“Ma-maaf, Tuan saya ketidu...”“Ketiduran? Dasar alasan. Cepat kau mandi! bersihkan badanmu yang bau asam itu!” ucap Wilson, ia pun berlalu keluar.Kasih langsung mengendus ketiaknya kiri dan kanan. &ldquo
“Buka matamu! kau membayangkan apa?” ucap Wilson dengan heran.Kasih sangat terkejut, wajahnya memerah seperti udang rebus. Bisa-bisanya mengkhayal Tuan Wilson menciumnya dengan lembut.“Ah tidak-tidak kenapa aku mengharapkan dia menciumku lagi seperti kemarin, ciuman nya masih berasa di bibirku,” batin Kasih.“Kenapa bengong? kau terpana dengan ketampanan ku?” ucap Wilson membuat Kasih salah tingkah sendiri.“Eh ti-tidak Tuan aku...”“Jadi maksud mu aku tidak tampan?”“Sangat tampan,Tuan.Tuan juga menggoda,” ucap Kasih yang langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan.“Astaga apa yang aku katakan. Tuan Wilson pasti berpikir yang tidak-tidak,” batin Kasih.“Benarkah aku menggoda?” tanya Wilson tersenyum tipis, laki-laki itu kini semakin mendekat dan menarik pinggang Kasih.“I-iya,Tuan,” ucapnya menunduk malu.
“Hah?” Kasih melongo tatkala Tuan Wilson memujinya.“Benarkah aku sangat imut, Tuan?”Tuan Wilson tidak menjawab melainkan kembali fokus membaca koran. Kasih pun mengerucutkan bibirnya dengan lucu, tentu Wilson bisa melihatnya dari balik koran.1 jam kemudianTangan Kasih sudah terasa pegal, rasanya ia sudah tak sanggup lagi. Pahanya juga sudah mulai keram akibat kaki Tuan Wilson yang begitu berat.Kasih menyeka keringatnya dengan telapak tangan. Ia menarik nafasnya dalam-dalam.“Tuan, sudah ya,” cap Kasih yang masih terus memijat.“Tuan, saya lelah,” gumam Kasih.“Tuan, jawab dong,” ucap Kasih memelas. Namun Tuan Wilson tak kunjung menjawab. Wajahnya di tutupi koran.“Jangan-jangan ketiduran,” gumam Kasih. Ia pun mengambil koran yang menutupi wajah Wilson kemudian menaruhnya di atas meja.“Tuh kan benar Tuan Wilson ketiduran,” uca
“Kau sedang mendongeng atau membicarakan ku?” ucap Wilson dengan datar. Kasih hanya menunduk sembari meremas jemarinya. Wilson bisa melihat dengan jelas betapa gadis itu sangat ketakutan. Ia pun mengusap wajahnya dengan kasar, lalu menghampiri Rama yang sedang bersandar manja di bahunya. “Sayang, kenapa kau belum tidur?” Wilson berkata lembut dengan tangannya yang membelai pucuk kepala Rama. “Aku belum ngantuk, Dad. Aku masih ingin mendengar dongeng dari Mommy.” “Tapi ini sudah malam sayang, besok lagi ya,” ucap Wilson membujuk. “Iya Daddy,” ucap Rama menurut. Rama memang anak yang pintar. Terkadang Wilson merasa bersalah karena tidak pernah ada waktu untuk mengajak putra semata wayangnya itu jalan-jalan. Wilson merebahkan tubuh Rama lalu menyelimutinya. Dia pun menyetel musik pengantar tidur kesukaan Rama yang berjudul Girls Like You. Perlahan musik mulai terdengar, alunan nya yang begitu merdu dan sangat menyentuh membuat Rama memeja
Pagi menjelang, Kasih terbangun dari mimpi indahnya. Ia merentangkan kedua tangan ke atas serta mulut yang menguap lebar. Semalaman tidurnya terasa nyenyak, namun seperti ada sesuatu yang janggal dengan tubuhnya, tapi apa?Kasih meraba-raba dan mendapati dirinya tidak menggunakan bra. Kasih terkejut setengah mati. Jika tidur di rumah Bundanya ia memang tidak pernah memakai bra. Tapi semenjak tinggal di kediaman Tuan Wilson Kasih tak pernah melepas bra nya saat tidur. Lalu siapa yang melepas? Kasih melirik kesana kemari dan menemukan bra nya tergeletak di samping bantal.“Astaga siapa yang sudah menyopot ini?” Kasih memegangi kedua gunung kembarnya dengan panik.“Apa mungkin Tuan Wilson,” gumam Kasih. Ia merasa sedih karena untuk ke sekian kalinya laki-laki tua itu menjamah tubuhnya lagi.Di saat bersama, Wilson masuk membawakan segelas susu serta roti untuknya. Ia menaruh di atas nakas samping tempat tidur. Matanya melirik ke