Share

Apa pijatan ku enak?

Aku memejamkan mata ketika tangan kekar itu berhasil menjamah bagian atas. Air mataku lolos begitu saja, rasanya aku ingin berteriak sekencang mungkin. Harga diri yang selama ini ku jaga runtuh di tangan laki-laki bejat seperti Tuan Wilson.

“Buka matamu! Tuan Wilson menatap jengah padaku. Aku hanya menunduk ketakutan.

“Cih, hanya sebesar buah tomat ternyata,” ucap Wilson menatap remeh kedua gunung kembar milik ku.

“Ma-maaf, Tuan.” hanya itu yang bisa terucap dari mulut kecilku ini.

“Tidak masalah, ikut aku sekarang!”

Tuan Wilson merapihkan jasnya dengan gagah, kemudian keluar dari ruangan. Aku bernafas lega akhirnya laki-laki itu tidak menyentuhku. Tapi tiba-tiba...”

“Hei, kenapa masih di situ? kau punya telinga?”

“Pu-punya Tuan,”  ucapku terlonjak. Tuan Wilson menatapku dengan dingin. Sungguh hatiku sudah berdebar-debar saat ini.

“Cepat ikut denganku!”

Dengan kaki yang sedikit gemetar, aku mengikuti langkah besar itu. Kami menaiki lift dan Tuan Wilson memencet angkat tiga.

“Oh rupanya Tuan Wilson mengajak aku ke kamarnya,”  batinku.

Hawa dingin terus menyelimuti perasaanku, rasanya aku memiliki penyakit jantung dadakan, kenapa takut sekali berada di dekat laki-laki ini.

Dretttt

Pintu kamar terbuka, Tuan Wilson masuk di ikuti aku di belakang. Aku menatap kagum pada kamar mewah ini. Semua barang-barang yang ada terlihat berkelas dan tentunya sangat mahal.

Ada satu yang berhasil menarik perhatianku. Sebuah bingkai foto besar tebuat dari emas, dalam foto tersebut terlihat Tuan Wilson sedang menggendong anak laki-laki mungil yang kira-kira usianya sekitar 4 tahun.

Aku berjalan mendekati foto itu namun tiba-tiba sebuah tangan besar berhasil menarikku dengan kasar hingga membuatku meringis kesakitan.

“Auws.”  ringisku sembari memegangi tangan yang sedikit perih.

“Jangan pernah menyentuh semua barang yang ada di sini atau kau akan menanggung akibatnya!” tegas Wilson dengan tatapan membunuh.

“I-iya Tuan,”  sahutku menunduk. Lama-lama aku bisa mati jantungan jika seperti ini terus.

Tuan Wilson berjalan menuju pintu belakang. Lima menit kemudian ia kembali dengan pakaian casual berwarna putih serta boxer berwarna hijau.

“Oh rupanya tadi itu ruang ganti,”  gumamku pelan sembari manggut-manggut, namun sepertinya Tuan Wilson mendengar.

“Kenapa kau masih di situ? tanya Wilson dengan santai namun terdengar menakutkan bagiku.

“A-anu Tuan, saya harus ngapain ya?” tanyaku sedikit bingung.

”Kemari!” Tuan Wilson menjentikkan jarinya kemudian menyuruhku duduk berhadapan dengannya.

Deg

Deg

Deg

Aku berjalan dengan hati-hati, rasanya kaki ini sangat berat untuk melangkah ke arah sana.

“Lama sekali, cepat kesini!”

“I-iya Tuan,”  ucapku buru-buru duduk di dekatnya.

Kemudian Tuan Wilson menaruh kedua kakinya di atas pahaku. Ia mengambil koran di sampingnya lalu membaca dengan santai.

Astaga cobaan apa ini? tidakah dia berfikir bahwa kakinya sangat berat. Aku mencoba sabar dan terus teringat perkataan Ayah. Jangan sampai membantah perintah nya atau Tuan Wilson akan marah.

“Kenapa diam? cepat pijat kakiku!” perintah Wilson.

“Baik Tuan,”  ucapku menuruti.

Aku mulai memijat dengan perlahan jangan sampai singa jantan ini marah karena pijatanku tidak enak.

“Bagaimana, Tuan?” tanyaku pelan.

Tuan Wilson mengernyit. ”Bagaimana apanya?”

”Pijatanku, apa pijatanku enak?”  ucapku percaya diri.

”Lumayan, tapi tanganmu terlalu kecil jadi kurang berasa,”  ucap Wilson.

Huff aku bernafas lega, tidak sia-sia aku pernah belajar memijat dengan Mbo Atun pembantu di rumah dulu.

10 menit

20 menit

30 menit

tanganku sudah terasa pegal, ingin sekali mengakhiri semuanya tapi bagaimana jika laki-laki tua ini mengamuk.

Mulutku sudah menguap beberapa kali, aku ngantuk berat di tambah perjalanan dari desa ke Jakarta memakan waktu banyak. Aku belum istirahat sama sekali. Mataku sudah tidak bisa di kondisikan, namun tangan kecil ini masih terus memijat dan memijat.

“Ke atasan,”  ucap Wilson tiba-tiba.

Aku menurutinya memijat bagian atas namun karena penglihatanku sudah samar-samar tidak sengaja aku memijat sesuatu benda yang sangat langka menurutku.

“Apa ni lembek-lembek,” gumamku.

Aku pun membuka mata lebar-lebar memastikan apa yang ku comot tadi. Dan alangkah terkejutnya ketika melihat tangan kecil ini berada tepat di atas Keperkasaan Tuan Wilson. Mulutku menganga buru-buru aku menepis tangan nakal ini yang sudah berani menyentuh tanpa ijin dari pemiliknya.

“A-ampun Tuan,” ucapku manakala Tuan Wilson menatap dengan gigi yang mengurutuk serta kedua tangan yang sudah mengepal.

“Beraninya kau!” teriak Wilson menggema di kamar itu membuat Kasih menutup telinganya dengan kedua tangan.

🌼🌼🌼🌼🌼

Jam silih berganti, tidak terasa kini waktu sudah menunjukkan pukul 05.00. Aku bangun sembari memijat pelipis yang sedikit pusing karena semalam benar-benar lelah.

Mataku melirik kesana kemari mencari keberadaan Tuan Wilson, namun sepertinya laki-laki itu sudah keluar kamar. Tapi kemana? bukankah ini terlalu pagi.

Ah peduli amat diriku memikirkan laki-laki jahat seperti dia. Akupun melangkahkan kaki menuju kamar mandi.

Ceklek

Aku menutup pintu kamar mandi dan menguncinya dari dalam. Saat menengok ke arah belakang, mataku langsung terlonjak seperti ingin keluar, tubuhku membeku tidak bisa bergerak sama sekali. Betapa tidak? Tuan Wilson, laki-laki itu kini tengah berendam di dalam buthub dengan banyaknya busa yang mengelilingi seluruh tubuhnya. Dia menatapku dengan santai kemudian keluar dari dalam buthub.

Deg

Deg

Deg

”Aaaaaa.”  teriak ku tatkala melihat sesuatu benda yang sangat aneh tengah bergerak kesana kemari. Aku buru-buru menutup mata dan menghadap ke belakang.

“Matilah aku. Bagaimana setelah ini dia akan memarahiku habis-habisan,”  batin Kasih

Namun ku dengar suara gemericik air, rupanya Tuan Wilson sedang membilas tubuhnya. Sesaat kemudian ia mengambil handuk lalu melingkarkan di pinggang. Tuan Wilson berjalan ke arahku membuat ku semakin ketakutan. Aku mundur ke belakang dan semakin mundur, namun tiba-tiba dia menarik tubuhku dan mengukungnya dengan kedua tangan sehingga aku tidak bisa bergerak sama sekali.

“Jika ingin melihat kau katakan saja. Jangan seperti ini kucing kecil,”  bisiknya di telinga membuat aku jijik sekaligus merinding.

”Mandilah yang bersih karena setelah ini akan ada banyak pekerjaan yang bagus untukmu!”

“I-iya Tuan,” sahutku menunduk malu.

Tuan Wilson pun keluar dari kamar mandi. Aku menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya dengan kasar.

“Huff akhirnya,” gumamku bernafas lega.

Aku memegang dada ini dengan kedua tangan lalu memejamkan mata sesaat.

“Tuan Wilson tampan,”  gumamku tiba-tiba.

“Aaaa tidak-tidak! kenapa aku megatakan laki-laki tua itu tampan,”  ucapku sembari menepuk jidat berkali-kali.

Aku pun masuk ke dalam buthub berendam di sana untuk menghilangkan pikiranku yang sedikit stress karena melihat Tuan Wilson

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status