Pagi itu Leonard mengadakan meeting dengan beberapa rekanan perusahaan. Dia ingin mewujudkan obsesinya untuk merambah bisnis ke luar negeri. Pasar dalam negeri sudah tidak menantang baginya.
Meeting itu dihadiri oleh Alfred Harper dan Donovan Harper, putera tunggalnya,pengusaha dari Australia yang memiliki usaha di bidang properti juga seperti Indrajaya Realty.
Selain itu, Leonard mengundang Enrico Tanurie sahabat dekatnya yang bisnisnya bergerak di bidang department store, perhotelan, dan transportasi taksi.
"Baik, Mr. Alfred. Besok putera saya, Leeray akan berangkat ke Perth untuk memulai kerjasama bisnis kita. Dia akan menetap sementara waktu di sana untuk mengurus jalannya proyek pembangunan superblock ini," ujar Leonard dalam bahasa Inggris yang fasih kepada Tuan Alfred Harper yang tampak di layar LCD besar ruang meeting.
Tuan Alfred Harper pun menjawab, "Itu ide yang baik, Tuan Leonard. Kami akan menunggu kedatangan Mr. Leeray Indrajaya untuk memimpin langsung jalannya proyek superblock ini. Saya berharap proyek ini akan sukses besar dan memberikan keuntungan yang luar biasa untuk kerjasama kita bertiga."
Leonard memberikan kesempatan sahabatnya untuk menanggapi Mr. Alfred Harper.
Enrico Tanurie pun tertawa dan menimpali dalam bahasa Inggris. "Saya percaya proyek ini akan menjadi kerjasama yang menguntungkan semua pihak, Mr. Alfred. Perusahaan kami akan menjadi provider yang memanage konten superblock itu setelah semuanya siap. Shopping centre, hotel dan convention centre di dalam satu bangunan superblock tentu akan menjadi pusat bisnis yang mendatangkan banyak uang, Mr. Alfred."
Mereka pun merasa puas dengan kesepakatan kerjasama antar benua itu. Mega proyek bernilai triliunan rupiah yang akan mengalirkan pundi-pundi uang hingga tujuh turunan.
Leeray merasa bersemangat dengan tantangan bisnis yang baru ini. Papinya mempercayakan kepemimpinan proyek ini kepadanya. Dia harus berhasil dan tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan oleh papinya.
Setelah meeting dengan pihak Harper grup berakhir. Leonard pun mengobrol dengan Leeray dan Enrico Tanurie.
"Lee, Papi berharap kamu bisa mengurus mega proyek ini dengan baik," pesan Leonard pada puteranya sambil duduk di kursi kebesarannya di kantornya.
"Tentu, Pi. Leeray akan kerjakan semaksimal mungkin. Nanti setiap progres pembangunan superblock ini akan rutin Leeray laporkan ke Papi dan Om Rico. Menurut perkiraan Leeray, pembangunan superblock ini akan memakan waktu sekitar 8 bulan. Kita bisa memanfaatkan moment Natal dan pergantian tahun baru sebagai ajang promosi di high season," ujar Leeray mengemukakan pendapatnya untuk proyek yang akan mereka jalankan.
Enrico Tanurie pun berkata, "Lee, Om yakin dengan kemampuanmu. Untuk garis besar proyek ini, segalanya nampak sempurna. Tinggal menunggu eksekusinya saja."
Ponsel Leeray berbunyi, suplier bahan bangunan menghubunginya. "Papi, Om Rico, aku tinggal dulu ya ... masih banyak kerjaan yang harus kuurusi hari ini," pamit Leeray lalu meninggalkan ruang rapat direksi.
Enrico Tanurie menatap Leonard seraya tertawa dengan ekspresi kagum pada sahabatnya itu. "Leo, puteramu ini sungguh membuatku iri padamu. Dia tangan kananmu yang sangat bisa diandalkan. Sayangnya, aku hanya memiliki seorang puteri yang sangat manja."
Leonard Indrajaya pun tertawa seraya membalas komentar sahabatnya itu. "Rico, Brandy sekarang sedang berpacaran dengan Michael. Puteraku yang nomor dua itu pun memiliki potensi yang sangat besar. Aku akan menyerahkan Michael padamu, dia akan menjadi tangan kananmu nantinya. Kita berdua yang akan menjadi mentor bisnis Michael sampai dia bisa menjadi sehebat papi dan papi mertuanya."
Enrico Tanurie mengangguk-anggukkan kepalanya setuju dengan apa yang dikatakan sahabatnya itu. Dia membutuhkan pendamping yang tepat untuk Brandy karena kerajaan bisnis Tanurie grup akan diwariskan seluruhnya pada Brandy kelak. Putera Leonard yang manapun, baginya adalah pilihan terbaik.
"Ngomong-ngomong ... dimana Michael, Leo? Sepertinya sudah lama aku tidak melihatnya," tanya Enrico Tanurie penasaran.
Leonard menghela napas dengan berat. "Michael menemani puterimu di Yogyakarta. Aku sudah bolak-balik menyuruhnya pulang ke Jakarta, tapi dia ada saja alasannya untuk tetap tinggal di Yogyakarta. Dia mengurusi managemen 3 hotelku yang ada di Yogyakarta."
Enrico Tanurie menepuk bahu sahabat baiknya itu seraya berkata, "Baguslah, setidaknya ada hal berguna yang Michael kerjakan di Yogyakarta, selain menemani Brandy. Sayangnya Brandy baru masuk semester 1 kuliah, aku tidak bisa memaksanya untuk kembali ke Jakarta dan menikah dengan Michael."
"Jangan dong, Rico. Biarkan Brandy sekolah dulu .... Kau tahu? Besanku itu memiliki 2 anak gadis yang luar biasa cerdas, yang satu istri James bergelar profesor patologi veteriner dan satunya lagi sedang mengambil S2 jurusan desain di Perth," ujar Leonard menceritakan tentang dua puteri besannya pada Enrico Tanurie dengan antusias.
"Lho ... gadis itu S2 di Perth, kebetulan sekali, itu kota yang sama dengan proyek superblock kita. Mungkin Leeray bisa berpacaran dengannya sekalian. Hahaha ...," gurau Enrico Tanurie seraya tertawa.
Leonard Indrajaya pun tersenyum penuh arti pada sahabat baiknya itu. "Kita lihat saja nanti, apa Leeray akan mengejar gadis itu atau tidak."
*****
Sepanjang siang itu Leeray mencoba menghubungi Deasy, tapi Deasy nampaknya tidak ingin menjawab panggilannya. Apakah Deasy sibuk? Leeray pun gelisah.
Sebenarnya Leeray juga ingin memberitahu Deasy bahwa dia akan menetap di Perth untuk memimpin proyek perusahaannya di sana.
Inilah yang dia benci tentang LDR (Long Distance Relationship) karena ketika salah satu pihak sibuk atau salah paham maka hubungan akan menjadi renggang. Bahkan, untuk saat ini pun dia dan Deasy belum memulai tahap yang lebih serius.
Leeray menyugar rambutnya yang terpotong rapi itu, dia merasa galau.
"Andy, tolong ke ruanganku segera!" ucap Leeray melalui interkomnya.
Sekretaris Leeray itu pun segera menghadap ke bosnya.
"Selamat siang, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" ujar Andy dengan sopan sambil berdiri di hadapan meja kerja Leeray.
Leeray menatap Andy dengan wajah kesal. "Tolong pesankan tiket ke Perth untuk besok pagi, untukku dan juga untukmu. Kita akan menetap sementara di Perth, mungkin hingga beberapa bulan ke depan," ujarnya dengan tegas.
Andy agak terkejut sebenarnya dengan rencana pindah ke luar negeri yang mendadak ini. Namun, apa mau dikata ... dia hanyalah bawahan yang harus menuruti keinginan atasannya. Dia harus siap ke mana pun bosnya mengajaknya pergi.
"Baik Pak. Saya akan pesankan tiket pesawat untuk besok pagi. Apa ada lagi yang harus saya persiapkan?" balas Andy dengan ekspresi datar seperti robot.
Leeray pun mengambil ponselnya seraya berkata, "Pengrajin kaca patri yang kemarin aku pesan, tolong kamu hubungi lagi. Aku akan kirimkan desainnya ke emailmu. Katakan pada pengrajin kaca patri itu, kerjakan semirip mungkin dengan desainnya. Aku tak peduli berapa biayanya."
"Baik, Pak," jawab Andy singkat. Andy sudah hapal sekali sifat bosnya ini, bila sudah punya keinginan tidak bisa mendapat penolakan.
"Apa ada lagi yang lain, Pak?" tanya Andy lagi menatap Leeray tanpa ekspresi.
"Tidak. Kamu boleh pergi," jawab Leeray datar bersandar di kursi direkturnya yang nyaman.
Dia pun lalu memutar kursinya memandang pemandangan kota Jakarta dari kaca di belakang meja kerjanya.
Ruang kantornya berada di lantai 30, lantai teratas gedung perkantoran itu. Satu lantai dengan ruang kerja papinya dan ruang kerja Michael, adiknya yang nomor 2.
Leeray merasa galau, dia merasa hubungannya dengan Deasy sepertinya tak ada harapan. Gadis itu kabur entah kemana, tak dapat dia hubungi lagi.
Leeray membeli sebuah gedung perkantoran di CBD (Central Business District) di kota Perth, Australia. Gedung itu berlantai 8 dan ruang kerjanya terletak di lantai 8. Dia tidak pernah mau menempati lantai selain lantai tertinggi di setiap gedung kantornya dari dulu.Suatu sifat egosentrik yang mendarah daging untuk selalu berada di puncak kekuasaan, doktrin papinya sejak Leeray kecil.Sore ini, dia memimpin meeting kantor cabang klan Indrajaya di kota Perth. Mereka akan memutuskan pilihan desain untuk superblock yang akan dibangun di tengah kota Perth.Ada banyak desain bangunan yang menarik yang ditampilkan di layar LCD di ruang meeting.Sekretaris pribadinya, Andy mengoperasikan LCD dengan laptopnya menampilkan desain bangunan yang telah dikirim oleh para desainer ke surel kantor."No. No. Yes. No. Yes. No. Yes. No. No ...," ucap Leeray ketika melihat tampilan desain yang muncul bergantian di layar LCD.Andy pu
Bagian perlengkapan gedung menempatkan meja kerja Deasy di dekat meja kerja Leeray sesuai permintaan bos mereka itu.Sebenarnya Deasy tidak menyangka dia akan bekerja seruangan dengan CEO perusahaan ini. Dengan jarak yang sangat dekat pula. Sungguh tidak nyaman tentunya, seolah dia berada dalam pengawasan khusus sepanjang hari. Namun, itu keinginan bos barunya, dia tidak boleh protes.Deasy duduk di meja kerjanya lalu bertanya pada Leeray, "Apa yang harus aku kerjakan hari ini, Tuan CEO?"Pria itu tersenyum geli mendengar panggilan baru Deasy untuknya. Dia pun menjawab, "Kau harus mulai mengerjakan detail desain bagian dalam gedung. Bukankah di dalam desainmu ada 12 lantai? Kita memiliki jadwal yang ketat untuk proyek ini.""Oohh baiklah, aku akan mulai mengerjakan desain bangunan mulai lantai 1 hari ini. Apakah aku bisa meminta kertas gambar untuk menggambar sketsa desain, Pak?" balas Deasy seraya menatap Leeray."Sebentar ...," tukas Leeray
Seusai mandi, Leeray segera memakai Polo shirt dan celana panjang kainnya. Bagaimana pun dia masih berada di kantor, tidak layak rasanya memakai baju yang terlalu santai.Gadis itu masih tertidur pulas ketika Leeray mengeceknya di ranjang. Sekalipun dia bisa saja melakukan hal yang tidak-tidak terhadap gadis itu. Namun, Leeray tidak ingin melakukannya. Baginya bercinta melibatkan 2 pihak yang sama-sama menginginkannya.Dia pun keluar dari ruang tidur CEO berjalan menuju ke sofa lalu membaringkan tubuhnya yang lelah di sana. Saat ini masih pukul 01.35, Leeray masih memiliki cukup waktu untuk beristirahat.Setelah tidur dengan nyaman selama berjam-jam, Deasy pun akhirnya terbangun. Dia terkejut karena sedang berada di atas ranjang entah di mana. Namun, dia melihat bajunya masih lengkap seperti sebelumnya, dia pun bernapas lega. Dia pun teringat tadi masih di ruangan CEO mengerjakan desain superblock lantai 1, sepertinya dia tadi ketiduran.Deasy pun b
Setelah bekerja beberapa hari di kantor Leeray, Deasy pun mulai terbiasa dengan ritme kerja bosnya itu. Dia harus mengerjakan segalanya dengan cekatan, semua daftar pekerjaan selalu memiliki deadline yang pendek. Dan satu hal yang kadang membuat Deasy merasa kesal, pria itu tidak bisa menerima kata 'tidak' dari mulut karyawannya.Mungkin semalam sudah kelima kalinya dalam 5 hari, tubuhnya kelelahan bekerja hingga tertidur di meja kerjanya lalu digendong oleh pria itu ke ruang tidur CEO. Untungnya pria itu tidak pernah macam-macam padanya. Deasy selalu merasa nyaman ketika berada di dekat Leeray.Leeray sedang memandangi kertas sketsa desain milik Deasy dengan serius.Tok tok tok."Ya, masuk," ucap Leeray.Seorang pria bule masuk ke ruangan CEO kemudian duduk di hadapan Leeray.(Dialog dalam bahasa Inggris yang langsung diterjemahkan oleh author.)"Selamat pagi, Tuan Ferdinand Kinston," sapa Leeray seraya mengulurkan
Sejak kemarin Leeray berusaha melarang Deasy untuk ikut terjun paralayang atau skydive istilah bule-nya. Di Australia memang banyak provider yang menyediakan fasilitas skydiving.Deasy kali ini memesan tempat di Rottness Island yang berada di Perth bersama provider Geronimo Skydive. Dia sudah beberapa kali melakukan skydiving bersama kru Geronimo Skydive dan segalanya berjalan dengan lancar tanpa ada kecelakaan. Bahkan, terakhir kali dia melakukan skydiving sendirian saja tanpa didampingi instruktur. Biasanya pemula terjun secara tandem bersama instruktur untuk mencegah kecelakaan yang tidak diharapkan."Deasy, batalkan saja rencanamu untuk terjun paralayang! Aku akan mengganti uang pemesanannya padamu. Ini sangat berbahaya!" sergah Leeray ketika mereka sampai di Rottness Island, dia mengantar Deasy ke tempat itu karena dia tidak dapat mengubah pendirian Deasy sejak kemarin siang ketika Deasy bercerita kepadanya.Gadis itu cemberut menatap Leeray. "Aku tid
Dengan wajah kebingungan, Deasy termangu-mangu mencerna perkataan bosnya itu. 'Apa aku tidak bermimpi? Leeray menembakku?' ucapnya dalam hati.Leeray menunggu jawaban Deasy dengan tak sabar. Dia kuatir gadis itu akan menolaknya mentah-mentah. Ego-nya tidak dapat dilawan oleh siapa pun selama ini. Tidak ada jawaban 'tidak' di kamusnya."Deasy?""Ehh ohhh iya, Lee? Ada apa?""Jawab pertanyaanku tadi? Apa kau mau jadi pacarku?" ulang Leeray dengan kata-kata yang jelas, dia memastikan Deasy mendengar setiap patah katanya dengan benar.Gadis itu menatap Leeray dengan sepasang bola mata birunya. Dia pun menjawab, "A--aa--aku bingung, Lee. Bolehkah aku memikirkannya dulu?"Leeray melepaskan pegangan tangannya di lengan Deasy lalu menyugar rambutnya. "Bingung kenapa, Deasy?" tanyanya."Kita baru bersama sekitar seminggu. Ini terlalu cepat, bukan?" balas Deasy seraya bersedekap menatap bosnya itu."Tidak, ini tidak cepat. Ak
Setelah insiden di dalam mobil tadi, Deasy dan Leeray menjadi canggung. Mereka berjalan bersisian di taman mansion milik Leeray sore itu. Menikmati pemandangan matahari terbenam dari taman yang penuh tumbuhan bunga yang mekar beraneka ragam.Leeray memetik sekuntum bunga mawar putih dan menyelipkan itu di atas telinga Deasy."Kau cantik sekali seperti ini, Sayangku," ucap Leeray seraya membelai pipi Deasy yang halus.Netra Deasy yang berwarna biru seperti warna langit senja itu selalu berhasil membuat Leeray terpesona ketika menatapnya.Gadis itu melingkarkan lengannya di pinggang Leeray yang ramping dan berotot lalu menyandarkan kepalanya di bahu pria itu. Entah kenapa rasanya begitu nyaman dan tanpa ada kekuatiran ketika dia bersama Leeray. Deasy membatin dalam hatinya.Leeray membelai kepala Deasy dengan lembut ketika gadis itu bersandar di tubuhnya yang kokoh. Dia pun mengecup kening gadis itu. Rasanya begitu bahagia di dalam hatinya.&nbs
Malam itu sesampainya di apartmentnya St. Catherine's on Park, Deasy mandi lalu membersihkan wajahnya dengan skin care. Dia menatap bayangannya di cermin dan tersenyum."Apa aku cocok menjadi pacar seorang CEO seperti Leeray?" ucapnya pada cermin di hadapannya. "Tapi aku bahagia sekali hari ini, dia begitu tampan dan kaya, aku sangat beruntung ...."Setelah selesai membersihkan wajahnya, Deasy pun berbaring di ranjang queen size-nya. Tak lama kemudian dia terlelap. Sepertinya Leeray terlalu memenuhi pikirannya hingga terbawa ke dalam mimpinya. "Lee ...," bisiknya ketika dia mengigau dalam tidurnya.Hari pun berganti pagi, Deasy terbangun dengan badan yang segar bugar. Dia merenggangkan otot-ototnya dengan mengangkat kedua tangannya ke atas. Aahhh ....Deasy membuka kaca jendela apartmentnya untuk menghirup udara pagi kota Perth yang masih segar belum tercemar polusi asap kemdaraan bermotor. Fajar baru saja merekah, dia menyukai warna langit fajar sa