Share

Ancaman

Mengetahui sang kekasih telah bersedia mengunjunginya, Noura tidak bisa membendung rasa sukacitanya. Aura positif, keceriaan terlihat kembali menghiasi wajahnya yang semakin tirus. Kesedihan, kebencian dan kecurigaan yang pernah terlintas juga seketika menghilang.

"Nader datang padaku?" Noura memastikan. Dia tidak sabar untuk memberitahu keadaannya saat ini.

"Cepat keluar, tidak usah banyak drama!" seru sipir dengan suara yang keras.

Sembari berjalan mengikuti sipir tahanan, Noura mengelus perutnya yang rata. 'Dia pasti bahagia mengetahui kehamilanku. Dia pasti akan membantuku,' pikirnya.

"Nader ...!" panggil Noura setelah tiba di ruang kunjungan. Dia segera duduk dengan bersemangat.

Noura hanya melihat punggung Nader yang tengah berbicara dengan seorang pria lainnya. Namun dia yakin jika pria itu akan segera membebaskannya dari segala tuduhan.

'Kenapa dia tidak langsung melihatku?' pikir Noura dan dia mulai bimbang. 'Apa dia tidak merindukanku? Apa dia tidak menginginkanku lagi?'

'Ah ... tidak, Nader pasti hanya sedang sibuk untuk mengeluarkanku dari sini,' gumam Noura yang berusaha menepis pikiran buruknya.

Ketika Nader menoleh ke arahnya, Noura masih menampilkan senyum indahnya. Ingin rasanya memeluk pria itu dan menumpahkan segala keluh kesahnya selama ini.

Akan tetapi, Nader tidak terlihat seperti biasanya. Tidak ada cinta, kasih sayang dan kepedulian lagi yang terlihat di wajah pria itu.

Nader tampak asing bagi Noura, membuat wanita itu bertanya-tanya. Namun demikian, dia masih bersikap lemah lembut. Begitulah perilaku Noura yang berusaha menepis pikiran negatifnya.

"Akhirnya kamu datang," kata Noura dengan senangnya. "Aku tahu kamu pasti datang. Walaupun banyak kesibukan, kamu pasti akan menyempatkan diri untuk datang mengunjungiku."

Nader duduk berhadapan dengan Noura. Dia menatap kekasihnya itu dengan tajam. Eh ... Mantan kekasih. Nader sudah menganggapnya sebagai mantan kekasih yang paling buruk.

Dulu, cinta Nader penuh untuk Noura, tapi kini kebencian lebih mendominasi.

Ketika mulut Nader masih terkatup rapat, Noura masih mengira jika sikap dingin itu hanya bagian dari keterkejutan sang kekasih. Bahkan dengan polosnya, Noura berpikir jika Nader hanya tidak tega melihat keadaannya saat ini.

"Aku baik-baik saja, Nader," kata Noura dengan bersemangat. "Jangan mengkhawatirkanku, aku hanya sedang tidak berselera makan. Mungkin aku terlalu merindukan kamu, makanya nafsu makanku berkurang, dan sekarang aku juga punya berita gembira untukmu ... aku sedang ..."

"Cukup ...!" suara pertama yang keluar dari mulut Nader begitu keras dan tegas. "Berhenti bicara omong kosong. Aku bahkan tidak peduli lagi dengan keadaanmu, jadi percuma kamu bicara panjang lebar!" lanjutnya.

Kata-kata Nader sontak mengejutkan Noura. Nafas wanita hamil itu nyaris berhenti detik itu juga. Ada sesuatu yang terasa mencekik lehernya hingga dia kesulitan mengambil nafas.

Ke manakah sikap lemah lembut itu? Ke mana janji-janji manis itu? Ke mana kepedulian untuk melindungi itu, ke mana semuanya pergi?

Mungkin benar adanya jika janji-janji diucapkan hanya untuk diingkari.

Saat itu, kondisi Noura semakin terpuruk. Tubuhnya membeku dengan kepala yang juga semakin pusing.

Mengabaikan semua hal yang pernah terjadi di antara mereka, Nader mengangkat tangan untuk menunjuk wajah wanita yang pernah menjadi calon istrinya itu. "Dengar kata-kataku ini, mulai saat ini jangan pernah berani menyebut namaku dengan sesuka hati. Kamu tidak pantas untuk memanggilku dengan sebutan itu!"

"Apa maksudmu? Apa kesalahanku?" Noura berpikir sejenak , lalu memberanikan diri untuk bertanya lagi. "Kenapa dengan mudahnya kamu berubah seperti ini?"

Teriakan histeris Aira yang menangis meminta pengampunan kembali menghiasi pikiran Nader. Isi dalam video tersebut telah mengiris hati Nader, membuat pria itu berubah menjadi manusia jelmaan iblis yang tidak berperasaan ketika melihat wajah Noura. Alasan itu juga yang membuat Nader semakin membenci Noura.

"Panggil aku Tuan muda Nader!" Pria berpakaian rapi itu mempertegas. "Bersikap sopanlah padaku!"

"Jadi kamu datang bukan untuk membantuku?" sambil meremas perutnya, Noura memastikan tujuan Nader. Bersamaan dengan itu, air matanya juga mengalir semakin deras.

"Tentu saja bukan," Nader menjawab dengan pasti. "Aku ke sini untuk menanyakan sesuatu padamu."

Nader mencondongkan tubuhnya agar wajah mereka sedikit berdekatan. "Katakan padaku, bagaimana caranya kamu membunuh Aira, apa yang kamu lakukan untuk menghabisi nyawanya, di mana kamu menyembunyikan mayatnya?"

Tidak hanya terkejut, Noura juga shock berat mendengar tuduhan itu. Bagaimana bisa Nader menelan mentah-mentah tuduhan itu tanpa meminta penjelasan darinya?

"Itu fitnah!" bantah Noura. "Harusnya dengar dulu penjelasan dariku!"

"Katakan!" Nader memberi kesempatan, tapi aura yang ditampilkan tidak lebih bagus dari seorang pembenci seakan mereka adalah sepasang musuh yang telah lama menaruh dendam.

"Heba telah mengarang cerita itu ...."

"Berhenti berkata buruk tentang keluargaku!" Nader langsung memotong. "Kamu dan ibumu itu sama saja, sama-sama ingin menjatuhkan ibuku!"

"Tolong jangan percaya padanya! Aira memang datang padaku, tapi bukan aku yang melukainya," Noura masih ingin melanjutkan penjelasannya, akan tetapi, sipir yang menjaga mereka telah datang mendekat.

"Waktu kunjungan telah usai," kata sipir bernama Cupi itu, dan hendak membawa Noura kembali ke tahanan.

"Berikan aku waktu sedikit saja, biarkan aku bicara sebentar lagi!" Noura memohon sambil mencengkram tangan Cupi.

"Tidak perlu!" Suara Nader kembali mengagetkan Noura. Dia telah berdiri dan merapikan pakaian mahalnya. Video pertemuan antara Noura dan Aira telah dilihat jelas oleh Nader. Jadi, dengan bukti itu, dia akan menghancurkan hidup Noura.

"Aku tidak ingin mendengar apapun dari mulutmu lagi. Bersiap-siaplah untuk hukuman yang akan kamu dapatkan. Aku pastikan kamu akan menyesal seumur hidup karena telah berani mengusik ketenangan keluarga dan juga orang-orang terdekatku!"

Mulut Noura tercekat dengan ancaman Nader. Dia tidak bisa berkata apapun lagi. Pembelaan dan alasan yang telah disiapkan selama ini sirna seketika.

"Bahkan kamu tidak ingin minta maaf!" Nader mencibir lagi. Dia semakin dendam dengan mantan kekasihnya itu.

Noura membeku dalam diam. Minta maaf? Orang-orang terdekat? Kalimat demi kalimat itu teramat sangat menyakiti Noura. Rasanya perih seperti luka akibat tersayat benda tajam, kemudian ditaburi air garam. Siapa saja yang selalu dianggap orang terdekat bagi Nader?

Lalu, siapa Noura untuk Nader? Kenapa pria itu lebih peduli pada Aira yang hanya berstatus sebagai sahabat dibanding dirinya yang merupakan calon istri dan bahkan sekarang telah mengandung penerus keluarga Othmani?

Tubuh Noura pun seketika lemas. Seperti kehilangan separuh jiwanya, dia merasa hidupnya tidak memiliki tujuan lagi. Semangatnya yang sempat berkobar menghilang sudah.

Karena tidak sanggup menghadapi tekanan itu, tubuh kurus Noura pun jatuh tak sadarkan diri. Bersamaan dengan itu, darah telah merembes di kaki Noura.

Sementara Nader pergi begitu saja tanpa peduli kondisi Noura saat ini.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nataliaa Putraa
kasian banget
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status