"Minggir!" Alicia sengaja menyenggol bahu seseorang yang baru saja datang tadi."Hei, hati-hati!" Kembali sebuah suara membuat mereka menatap ke arah pintu.Alicia berhenti dan menatap wanita yang berdiri di dekat pintu ruang kerja. Seorang wanita cantik berdiri di tengah-tengah pintu dan saling bersitatap dengan Alicia."Kau sengaja?" tegurnya dengan nada kesal."Mireya, Alicia, sudahlah." Tegur Nyonya Paquita pada keduanya.Alicia menoleh sebentar, tersenyum menyeringai pada wanita itu kemudian berlalu begitu saja. Nyonya Paquita terduduk di sofa dan menghela napas pelan."Mom!" Ale mendekatinya dan duduk di sebelahnya.Sedangkan Alena berdiri dan memperbaiki pakaian dan rambutnya yang berantakan. Mireya, mendekati mereka dan bersedekap tangan."Sudah berapa kali aku ingatkan agar kalian berdua menjaga sikap!" Mireya menatap Ale dan Alena bergantian.Ale hanya menggaruk-garuk kepalanya sembari melirik Alena. Wanita itu terlihat kesal tetapi juga menahan tawa melihat tingkah konyol Al
"Di mana aku menyimpannya?" Sasmaya menundukkan tubuhnya, berjongkok di depan laci-laci."Signora apa yang anda cari?" Seorang wanita setengah baya menegur dan menatapnya dengan heran."Bibi Bruna, tahu di mana saya menyimpan berkas-berkas lama?" Sasmaya berdiri dan bertanya pada wanita yang mengurus rumah peristirahatannya yang terletak di tepi danau Como, Lombardia."Sepertinya semua sudah dibuang, Signora." Bibi Bruna menjawab dengan santai."Oh begitu ya?" Sasmaya tersenyum meringis sembari menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal."Iya Signora, itu sudah lama sekali," sahutnya lagi dan berlalu membawa ember berisi cucian yang hendak dijemurnya."Astaga!" Sasmaya menepuk jidatnya."Aku baru ingat, semua barang-barang di rumah ini sudah dirapikan saat aku pulang ke Indonesia," gumamnya dalam hati.Sasmaya dengan langkah gontai meninggalkan gudang dan memilih untuk pergi ke teras. Duduk manis sembari ditemani secangkir kopi panas dan sepiring arrancini dan panelle."Bibi Bruna!" se
"Apakah sebelumnya kau tidak pernah merindukanku?" Ale bertanya dengan nada kecewa."Bagaimana aku bisa merindukan seseorang yang hanya satu kali aku temui. Alejandro Castillo kau jangan mengada-ada." Sasmaya tertawa renyah."Tetapi aku selalu mengingatmu dan merindukanmu sejak pertama kita bertemu," sahut Ale dengan serius."Apakah kita bertemu lagi setelah pertemuan malam itu? Aku tidak ingat pernah bertemu denganmu selain di Madrid waktu itu." Sasmaya mengerutkan keningnya, menatap Ale lekat-lekat."Iya, tetapi kau tidak menyadarinya. Sewaktu final piala dunia 2006 di Berlin. Kau bersama putri kecilmu dan Andrea Belucci." Ale menjawabnya dengan tenang."Astaga! Aku sungguh tidak tahu kau berada di sana juga." Sasmaya terlihat salah tingkah mendengar pengakuan Ale."Wajar saja kau tidak tahu, saat itu kau cukup sibuk melindungi putrimu dari media yang mengerumuni dirimu." Ale tersenyum tipis."Iya, aku tidak ingin putr
"Ada apa Javier?" Alena menatap bocah lelaki yang baru berusia dua belas tahun itu dengan heran."Ada sesuatu yang harus aku pilih untuk dibawa berlibur. Siapa tahu Tante bisa membantuku." Javier tersenyum memamerkan deretan gigi putihnya."Pergilah! Biar aku siapkan sendiri semua keperluan Senor." Antonio menyuruhnya untuk pergi dengan Javier.Alena mengangguk dan berbalik, tidak jadi menuju ruang kerja Ale. Dia mendekati Javier yang berdiri di anak tangga terbawah."Ayo, Tante akan membantumu berkemas." Alena menggandeng bocah lelaki itu ke kamarnya yang ada di lantai dua."Ada apa? Katakan pada Tante sekarang." Alena menatap Javier dan menyentuh bahunya dengan lembut setelah mereka tiba di kamarnya."Tante, lihat itu." Bocah itu menunjuk pada laptopnya yang menyala, yang ada di atas meja belajarnya.Alena mendekati meja dan mengambil laptopnya kemudian duduk di tepi tempat tidur. Javier turut duduk di sampingnya.
"Alena!" Seseorang menegurnya dan menepuk bahunya, mengejutkannya."Ada apa?" Alena menyahut setengah berbisik."Ada seseorang yang ingin bertemu denganmu." Antonio tersenyum meringis, menatap wanita berkacamata itu."Siapa?" Alena memperbaiki letak gagang kacamatanya."Andrea Belucci," sahut Antonio setengah berbisik."Senor Belucci?" Alena terkejut dan tanpa sadar melirik Ale yang masih asyik bermain game dengan putranya."Iya, dia ada di sini. Tadi dia bersama seorang wanita." Antonio menganggukkan kepalanya."Wanita? Andrea bersama seorang wanita di Como? Ini aneh, bukankah dia selalu menghindari media dan publik?" Alena bergumam seorang diri."Sebaiknya kau segera temui dia. Mungkin ini hal yang penting untuk Senor Castillo." Antonio menyarankan dengan bijak."Baiklah! Aku berpamitan dulu pada Ale." Alena mengangguk setuju.Alena mendekati Ale yang masih asyik bermain game dengan Javier. "Ale," tegurnya pelan."Ehm, ada apa?" Ale menyahut tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar
"Halo Senorita Alena, apa kabar anda?" Seorang pria tampan menyambutnya dengan ramah dan mempersilakannya untuk duduk."Terima kasih," sahutnya pelan seraya duduk di kursi yang telah disediakan."Aku baik saja Senor. Bagaimana dengan anda?" Alena tersenyum ramah."Seperti yang anda lihat, saya pun baik-baik saja." Andrea tertawa pelan."Baguslah kalau begitu Senor. Ngomong-ngomong apa yang membuat anda ingin bertemu dengan saya? Apakah mengenai Ale?" Alena menatapnya seakan-akan mencurigainya."Tidak, ini tidak ada hubungannya dengan Ale. Maksudnya bukan tentang karirnya. Ada sesuatu yang ingin saya tanyakan pada anda. Silakan minumannya Senorita." Andrea berbicara dengan hati-hati dan terjeda sementara waktu karena pelayan datang dengan membawakan minuman dan makanan yang telah dipesannya."Tentang apakah itu?" Alena mengambil gelasnya dan mengguncangnya pelan."Ini agak sulit karena bersifat privasi, tetapi saya tidak tahu lagi harus bertanya kepada siapa selain anda." Andrea kembali
"Apa yang kau dapatkan Andrea?" Sasmaya menatap Andrea yang terlihat begitu gembira."Banyak, dan aku tidak mengira akan semudah itu mendapatkan informasi dari Alena." Andrea tersenyum tipis."Alena? Siapa dia?" Sasmaya duduk menyilangkan kaki, bertopang dagu menatapnya dengan serius."Asisten pribadi Alejandro Castillo." Andrea menjawab dengan santai, menyulut rokok dan menghisap gulungan tembakaunya."Ale? Kenapa dengan dia?" Sasmaya menegakkan tubuhnya dan meregangkan lengannya."Putra pertama Ale disinyalir sebagai hasil inseminasi. Bukan dari hasil pembuahan normal antara lelaki dan perempuan." Andrea masih bersandar di tiang teras dengan santai."Benarkah? Aku kira itu hanya gosip." Sasmaya perlahan berdiri dan mendekati Andrea, berdiri di sampingnya menatap danau Como yang indah."Itu benar. Keterangan Alena tadi menguatkan dugaan itu. Sepertinya Ale mendapatkan donor atau membeli sel telur berkualitas dari bank sperma dan sel telur di Jepang," jelasnya lagi cukup panjang."Jepa
"Apa yang kau bicarakan dengan Andrea?" Ale bertanya saat mereka sarapan pagi bersama.Selain Alena, Alicia dan Mireya pun menemaninya pagi ini. Situasi yang menurut Ale sangat canggung."Tidak banyak, dia meminta bantuanku untuk merekomendasikan sesuatu," sahut Alena dengan santai."Sesuatu?" Ale menatapnya sebentar."Sepertinya dia berencana untuk mengikuti program inseminasi." lagi-lagi Alena menyahut dengan santai tanpa beban.Diantara mereka bertiga, mungkin hanya Alena yang bisa bersikap santai dan wajar. Alicia dan Mireya hanya mendengarkan percakapan mereka dalam diam."Serius?" Ale tertawa terkekeh seakan tidak percaya."Orang seperti Andrea Belucci terlalu takut untuk hidup di bawah tekanan seorang wanita." Mireya yang sedari tadi diam ikut berkomentar."Karena wanita adalah makhluk yang sulit untuk dimengerti," sahut Ale dengan santai."Ale!" Ketiga wanita di hadapannya serentak berteriak marah."Kenapa? Bukankah yang aku katakan itu benar?" Kembali Ale menyahut dengan santa