Share

7. Sakitku dan Traumamu

Hatiku terasa perih, leher terasa tercekik. Selama ini aku bertahan dengan segala tingkahnya dengan gonta-ganti wanita malam. Aku juga tidak berdaya saat dia memoroti uangku dengan alasan ini itu. Bahkan dia membohongiku katanya membangun rumah di lahan orang tuanya.

Aku mengirim semua gajiku setiap bulan bahkan aku tidak memikirkan untuk kebutuhanku sendiri di sini. Ternyata yang dia video dan foto itu bukan rumah kita melainkan rumah tetangganya. Dan aku masih memaafkan untuk kesalahannya itu. Tapi untuk kesalahan ini tertutup sudah pintu maafku.

"Aku harus kerja paruh waktu, agar bisa menebus kembali rumah papaku," gumamku sedih.

"Kamu bisa part time di rumahku setiap Sabtu dan Minggu, biar sopirku menjemputmu," tawar Lay Ka.

"Bobo setuju, daripada kerja di luaran sana," sahut bobo.

Dret ...dret ... dret! Ponsel Lay berdering.

"Iya ketua?" sapanya begitu telepon diangkat.

( ... )

"Saya sedang di Kennedy Town,  di rumah bobo, ada apa, Ketua?" tanyanya balik.

( ... )

"Viral? Berita di televisi dan media sosial?" tanyanya seolah tak percaya.

Lay Ka berlari ke ruang keluarga kemudian mengambil remote dan menyalakan televisi. Aku dan bobo penasaran mengikuti Lay Ka dari belakang. Betapa terkejutnya kejadian di restoran tadi saat aku menindih tubuh Lay Ka ada yang sengaja memfoto dan memviralkan. Bersamaan itu suara tab berdering banyak notifikasi masuk. Sontak Lay Ka terduduk lemas di sofa.

"Berita itu tidak benar, Ketua!" seru Lay Ka. "Dia perawat boboku, dia asisten rumah tangga boboku," lanjutnya berusaha meyakinkan.

( ... ) tampak wajahnya sedih dan gelisah.

"Baik, Ketua! Saya akan membicarakan ini dengan dia dan boboku," ujar Lay Ka, kemudian menutup teleponnya.

"Maafkan aku, Koko?" ucapku menyesal karena melihat dia bersedih.

"Aku harus klarifikasi dengan mengadakan jumpa pers, kamu dan bobo harus ikut," ujar Lay Ka memohon.

Aku dan bobo terperanjat, berada di depan awak media dengan gemerlap lampu kamera pasti sangat menakutkan. Aku menatap bobo yang perlahan mengangguk tanda setuju, aku membalasnya.

"Baik, Lay Ka Koko," jawabku.

Lay Ka segera duduk di sofa dan menyekrol ponselnya dengan wajah geram. Aku segera mengambil ponselku di nakas. Begitu banyak chat masuk maupun notifikasi. Satu persatu aku membukanya.

"Alien, diam-diam kamu meninggalkan kita ya. Tiba-tiba mendapat bintang jatuh dan sembunyi dari kita, awas ya!" begitu chat dari Yuni.

"Alien lagi mimpi apa sih kamu? Tukar saja si brengek yang di Indonesia itu dengan dia, anggap saja perbaikan keturunan," itu chat dari Yuli.

Masih banyak lagi chat dari teman-temanku di Indonesia. Mereka hanya memosting sepenggal, padahal rangkaian kejadian setelah itu ada percekcokkan yang membuat aku berlari meninggalkannya. Aku dan Lay Ka duduk diam sambil tangan memegang gedjed masing-masing.

Lap Dher! Suara petir dan kilat bersahutan diikuti hujan. Gedjed Lay Ka terlempar dan tubuhnya gemetar. Aku dan bobo terperanjat, bergegas bobo menghampiri dan memeluknya.

"Tenangkan hatimu, Lay Ka!" bisik bobo sambil memeluk dan mengusap rambut Lay Ka.

"Auhhhhh! Mama ...!" jeritnya.

Tubuh Lay Ka mulai basah keringat dingin dan terus bergemetar. Setiap kilat menyambar dan petir mengikutinya, saat itu juga tubuh Lay Ka terhentak dikuti jeritan dan tangisnya. Pasti dia sangat tersiksa sekali.

Bobo memeluknya dengan erat kemudian mengusap-usap punggungnya. 

"Tenanglah, Sayang!" masih terus mengusap punggungnya.

"Mama," desahnya sambil gemetar.

"Iya, Sayang!" kata bobo penuh sayang.

"Obat ... obat!" desah Lay Ka yang sudah melemah.

"Cari di tasnya, Alien!" perintah bobo.

Tanpa berpikir panjang aku mengobrak-abrik tas punggungnya. Aku menemukan sebotol obat, mungkin ini yang dimaksud bobo.

"Inikah. Bobo?" tanyaku sambil menunjukkannya kepada bobo.

"Iya, bawa ke sini bersama air minum!" pinta bobo.

Aku melihat kali ini bobo tampak begitu sehat dan kuat, itu pasti karena demi melindungi Lay Ka. Aku membantu meminumkan obat itu. Setelah beberapa menit kemudian Lay Ka tertidur karena obat itu.

"Bobo, apa tadi yang diminum koko obat tidur?" tanyaku kepo.

"Iya, Alien. Itu satu-satunya obat yang bisa membantunya tenang," jawab bobo.

"Apakah setiap kali hujan, dia pasti mengalami ini?" tanyaku lagi.

"Iya."

Oh betapa tersiksanya dia, apalagi kalau musim penghujan seperti sekarang. Aku mengambil bantal dan meletakkan kepala Lay Ka di atasnya agar lebih nyaman tidur.

"Istirahatlah, Bobo!" pintaku.

"Kamu juga, Alien, Lay Ka sudah tenang, tidurlah!" jawab bobo sambil beranjak menuju kamarnya.

Entah kenapa aku tidak tega meninggalkan Lay Ka tidur di sofa sendirian. Lelaki yang sok perkasa dan kuat itu ternyata sangat rapuh dan menyedihkan. Aku duduk di lantai, kepalaku kurebahkan di sofa tempat Lay Ka berbaring.

Aku merasa ada hembusan nafas hangat di wajahku, saat perlahan mata kubuka Lay Ka sedang menatapku. Dekat di wajahku dan tatapan itu sangat tajam. Tangannya dengan hati-hati menyibakkan rambutku.

"Apa yang kamu lakukan?" spontan aku terhentak.

"Harusnya aku yang bertanya, apa yang kamu lakukan di sini?" ketusnya balik bertanya.

Bagaimana kelanjutannya?

Bersambung ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status