Hatiku terasa perih, leher terasa tercekik. Selama ini aku bertahan dengan segala tingkahnya dengan gonta-ganti wanita malam. Aku juga tidak berdaya saat dia memoroti uangku dengan alasan ini itu. Bahkan dia membohongiku katanya membangun rumah di lahan orang tuanya.
Aku mengirim semua gajiku setiap bulan bahkan aku tidak memikirkan untuk kebutuhanku sendiri di sini. Ternyata yang dia video dan foto itu bukan rumah kita melainkan rumah tetangganya. Dan aku masih memaafkan untuk kesalahannya itu. Tapi untuk kesalahan ini tertutup sudah pintu maafku.
"Aku harus kerja paruh waktu, agar bisa menebus kembali rumah papaku," gumamku sedih.
"Kamu bisa part time di rumahku setiap Sabtu dan Minggu, biar sopirku menjemputmu," tawar Lay Ka.
"Bobo setuju, daripada kerja di luaran sana," sahut bobo.
Dret ...dret ... dret! Ponsel Lay berdering.
"Iya ketua?" sapanya begitu telepon diangkat.
( ... )
"Saya sedang di Kennedy Town, di rumah bobo, ada apa, Ketua?" tanyanya balik.
( ... )
"Viral? Berita di televisi dan media sosial?" tanyanya seolah tak percaya.
Lay Ka berlari ke ruang keluarga kemudian mengambil remote dan menyalakan televisi. Aku dan bobo penasaran mengikuti Lay Ka dari belakang. Betapa terkejutnya kejadian di restoran tadi saat aku menindih tubuh Lay Ka ada yang sengaja memfoto dan memviralkan. Bersamaan itu suara tab berdering banyak notifikasi masuk. Sontak Lay Ka terduduk lemas di sofa.
"Berita itu tidak benar, Ketua!" seru Lay Ka. "Dia perawat boboku, dia asisten rumah tangga boboku," lanjutnya berusaha meyakinkan.
( ... ) tampak wajahnya sedih dan gelisah.
"Baik, Ketua! Saya akan membicarakan ini dengan dia dan boboku," ujar Lay Ka, kemudian menutup teleponnya.
"Maafkan aku, Koko?" ucapku menyesal karena melihat dia bersedih.
"Aku harus klarifikasi dengan mengadakan jumpa pers, kamu dan bobo harus ikut," ujar Lay Ka memohon.
Aku dan bobo terperanjat, berada di depan awak media dengan gemerlap lampu kamera pasti sangat menakutkan. Aku menatap bobo yang perlahan mengangguk tanda setuju, aku membalasnya.
"Baik, Lay Ka Koko," jawabku.
Lay Ka segera duduk di sofa dan menyekrol ponselnya dengan wajah geram. Aku segera mengambil ponselku di nakas. Begitu banyak chat masuk maupun notifikasi. Satu persatu aku membukanya.
"Alien, diam-diam kamu meninggalkan kita ya. Tiba-tiba mendapat bintang jatuh dan sembunyi dari kita, awas ya!" begitu chat dari Yuni.
"Alien lagi mimpi apa sih kamu? Tukar saja si brengek yang di Indonesia itu dengan dia, anggap saja perbaikan keturunan," itu chat dari Yuli.
Masih banyak lagi chat dari teman-temanku di Indonesia. Mereka hanya memosting sepenggal, padahal rangkaian kejadian setelah itu ada percekcokkan yang membuat aku berlari meninggalkannya. Aku dan Lay Ka duduk diam sambil tangan memegang gedjed masing-masing.
Lap Dher! Suara petir dan kilat bersahutan diikuti hujan. Gedjed Lay Ka terlempar dan tubuhnya gemetar. Aku dan bobo terperanjat, bergegas bobo menghampiri dan memeluknya.
"Tenangkan hatimu, Lay Ka!" bisik bobo sambil memeluk dan mengusap rambut Lay Ka.
"Auhhhhh! Mama ...!" jeritnya.
Tubuh Lay Ka mulai basah keringat dingin dan terus bergemetar. Setiap kilat menyambar dan petir mengikutinya, saat itu juga tubuh Lay Ka terhentak dikuti jeritan dan tangisnya. Pasti dia sangat tersiksa sekali.
Bobo memeluknya dengan erat kemudian mengusap-usap punggungnya.
"Tenanglah, Sayang!" masih terus mengusap punggungnya.
"Mama," desahnya sambil gemetar.
"Iya, Sayang!" kata bobo penuh sayang.
"Obat ... obat!" desah Lay Ka yang sudah melemah.
"Cari di tasnya, Alien!" perintah bobo.
Tanpa berpikir panjang aku mengobrak-abrik tas punggungnya. Aku menemukan sebotol obat, mungkin ini yang dimaksud bobo.
"Inikah. Bobo?" tanyaku sambil menunjukkannya kepada bobo.
"Iya, bawa ke sini bersama air minum!" pinta bobo.
Aku melihat kali ini bobo tampak begitu sehat dan kuat, itu pasti karena demi melindungi Lay Ka. Aku membantu meminumkan obat itu. Setelah beberapa menit kemudian Lay Ka tertidur karena obat itu.
"Bobo, apa tadi yang diminum koko obat tidur?" tanyaku kepo.
"Iya, Alien. Itu satu-satunya obat yang bisa membantunya tenang," jawab bobo.
"Apakah setiap kali hujan, dia pasti mengalami ini?" tanyaku lagi.
"Iya."
Oh betapa tersiksanya dia, apalagi kalau musim penghujan seperti sekarang. Aku mengambil bantal dan meletakkan kepala Lay Ka di atasnya agar lebih nyaman tidur.
"Istirahatlah, Bobo!" pintaku.
"Kamu juga, Alien, Lay Ka sudah tenang, tidurlah!" jawab bobo sambil beranjak menuju kamarnya.
Entah kenapa aku tidak tega meninggalkan Lay Ka tidur di sofa sendirian. Lelaki yang sok perkasa dan kuat itu ternyata sangat rapuh dan menyedihkan. Aku duduk di lantai, kepalaku kurebahkan di sofa tempat Lay Ka berbaring.
Aku merasa ada hembusan nafas hangat di wajahku, saat perlahan mata kubuka Lay Ka sedang menatapku. Dekat di wajahku dan tatapan itu sangat tajam. Tangannya dengan hati-hati menyibakkan rambutku.
"Apa yang kamu lakukan?" spontan aku terhentak.
"Harusnya aku yang bertanya, apa yang kamu lakukan di sini?" ketusnya balik bertanya.
Bagaimana kelanjutannya?
Bersambung ...
Bukannya terima kasih Lay Ka malah marah-marah saat bangun tidur."Kenapa kamu tidur di sini?" tanya Lay Ka heran."Aku takut terjadi hujan deras lagi dan koko kembali trauma," jawabku asal."Alasan saja, mencuri kesempatan ya?" sahutnya menggoda."Menyebalkan, bicara ngelantur, mengigau kali ya?" bantahku mengolok."Jadi cewek nggak perlu ganjen- ganjen, mahalan dikit dong!" jawabnya mengolok balik."Koko!" bentakku. "Bikin sakit hati saja!" geramku."Nggak perlu panggil aku koko, usiaku jauh lebih muda dari kamu, Tante Alien," ejeknya menohok."Brengsek!" teriakku kesal, kemudian pergi meninggalkannya sendiri."Ada apa sih ribut melulu, masih pagi nih?'" sahut bobo yang baru keluar dari kamar."Sudah ditolong bukannya terima kasih malah mengejek, menghina, sebel!" gerutuku."Masak dia ikutan tidur di sini, ngapain coba?" olok Lay Ka lagi, membuat aku begitu malu. "Curi-curi kesempatan!" lanjut
Setelah acara jumpa pers berita bersliweran semakin ramai. Bahkan ada pro kontra seolah terpecah menjadi dua kubu. Para TKW Indonesia banyak yang mendukung menjodohkan aku dengan Lay Ka karena latar belakang perjumpaan kami bagai di cerita-cerita drama cinta.Di kubu yang lain seolah mengecam aku yang hanya seorang pembantu hanya mencuri kesempatan memanfaatkan kebaikan keluarga Lay Ka. Sejak itu aku ikut terbawa-bawa dalam kemelut kehidupan Lay Ka.Kini ponselku sudah kembali ke tanganku. Sopir pribadinya yang mengembalikannya kepadaku saat sekalian menjemput aku untuk kerja paruh waktu di rumah Lay Ka. Devis berasal dari Indonesia yang sudah lama bekerja di Hong Kong.Dalam perjalanan ke rumah Lay Ka, dia banyak bercerita tentang dia, lelaki muda yang penuh rahasia dalam hidupnya. Hidup yang selalu kesepian meskipun di kelilingi orang-orang yang mengaguminya."Kalau dia sendirian di rumah dan terjadi hujan petir, apa yang dia lakukan? Siapa orang yang d
Aku jadi merasa bersalah dengan kejadian ini. Kalau saja aku tidak seceroboh itu, ini tidak akan terjadi. Harusnya aku tahu diri meskipun mereka orang baik tidak seharusnya aku memperlakukan mereka seperti itu di depan umum, apalagi dia publik figur. Tapi apa hendak dikata semua sudah terjadi. "Alien, kita pergi belanja sekarang!" tawar Devis. "Sebentar lagi, biar kubereskan dulu pekerjaanku ya?" jawabku. "Tidak lama kan?" tanya lagi. "Tenang saja, tidak lama kok satu jam cukup," jawabku memastikan. Aku sudah mengelap semua perabotan, dilanjutkan menyedot debu dengan vacum cleaner. Tanpa sengaja aku terus mundur dan menabrak asisten Chengyi. Aku terjatuh dan menindih asisten Chengyi. Tak sengaja aku posisi terkapar pantatku menindih pistol gobyok Chengyi hingga dia menjerit kesakitan. "Auh!" Aku yang terpaku seperti tak terpercaya hanya diam dan tidak berkutik. "Kok kamu jadi keenakan sih, bangun dong, Tante Alien!" teriak Lay Ka dari atas tangga. "Eh maaf!" jawabku spontan.
Entah kenapa tiba-tiba hatiku terasa sakit melihat mereka bercumbu di depanku. Apakah aku cemburu? Ah nggak tahu diri amat sih aku. Aku menunduk malu dan kesal. "Lay Ka, kenapa kamu membiarkan dia mendekati kamu lagi. Gara-gara dia kita bermasalah sampai sekarang belum selesai," runtuk Hanna. "Kenapa kalian baru pulang, memangnya swalayannya pindah jauh sehingga butuh waktu berjam-jam?" ketus Lay Ka. "Maaf, Bos, kita makan siang dulu di luar," jawab Devis. "O begitu, jadi kamu memikirkan perutmu sendiri dibanding perut bosmu?" hardik Lay Ka. "Bukan begitu Bos, aku sedang mencari waktu yang tepat untuk mengungkapkan perasaanku," sahut Devis. "Maksudmu?" sahut Lay Ka. "Baru saja aku menyatakan cintaku pada Alien, Bos. Dan dia menerimaku, yey!" kata Devis berteriak kegirangan. "Benarkah itu?" sahut asisten Chengyi. Sontak dia menunduk kecewa. Lay Ka melotot tak percaya. Suasana sesaat hening, aku bisa melihat perubahan mimik muka mereka satu-persatu. "Lelucon apa ini?" sahut Lay
Setelah selesai pekerjaanku, Devis mengantarkan aku pulang ke tempat bobo. "Saya datang!" teriakku setelah membuka pintu. "Kamu sudah pulang, Alien? Siapa yang mengantarmu?" tanya bobo. "Diantar Devis, Bobo." "Aku sudah makan malam, Alien. Kalau kamu belum makan kamu bisa makan mi instan atau bihun instan," ujar bobo. "Sudah makan?" sela aku. "QIya tadi adikku ke sini dia mengajak aku makan di luar," jawab bobo. "Bobo, yakin sudah kenyang?" tanyaku meyakinkan. "Sudah kenyang, Alien. Berikan aku obat untuk malam, yang siang tadi sudah kuminum," ujarnya. "Baik, Bobo." Aku membantu bobo minum obat kemudian menyalakan mesin penghangat ruangan. Saat tanganku hendak memijit bobo menolaknya. Baru sekali ini dia menolak aku pijit. "Sudah lekaslah tidur, besuk pagi kamu ke rumah Lay Ka lagi kan? Kamu pasti capek, Lay Ka orangnya super bersih, dia dingin dan kasar. Aku takut kamu kena semprot sakit hati,"
"Jaga dirimu baik-baik, Sayang! By .. by!" ucap Lay Ka kemudian menutup ponselnya. "Pagi, Lay Ka Koko?" sapaku setelah melihat Lay Ka menutup dan menaruh ponselnya di meja. "Pagi, bagaimana keadaan bobo?" tanyanya singkat. "Baik, sudah sarapan dan jongging sebentar tadi, kemudian minum obat terus rebahan," jawabku. "Baiklah!" jawabnya. "Usahakan jangan sampai menonton televisi. Berita televisi yang memojokkan aku dan kamu hanya akan membuatnya bersedih dan berpikir berat!" pesan Lay Ka. "Baik, Koko!" jawabku. Dia mengenakan celana trening dan kaos oblong putih. Baru kali ini aku melihat penampilan apa adanya dari sang artis pujaanku. Tanpa kusadari aku menatapnya dengan tanpa berkedip. "Ngapain kamu masih berdiri di situ? Pingin ikut duduk di sini?" ketusnya. "Ih Alien, bodoh amat sih kamu, orang kasar dan dingin kayak dia masih juga kamu idolakan!" monologku lirih sambil pergi dan tersenyum menahan malu. "Eh go
Setelah selesai pekerjaanku, Devis mengantarkan aku pulang ke tempat bobo. "Saya datang!" teriakku setelah membuka pintu. "Kamu sudah pulang, Alien? Siapa yang mengantarmu?" tanya bobo. "Diantar Devis, Bobo." "Aku sudah makan malam, Alien. Kalau kamu belum makan kamu bisa makan mi instan atau bihun instan," ujar bobo. "Sudah makan, Bobo?" selaku bertanya. "Iya tadi adikku ke sini dia mengajak aku makan di luar," jawab bobo. "Bobo, yakin sudah kenyang?" tanyaku meyakinkan. "Sudah kenyang, Alien. Berikan aku obat untuk malam, yang siang tadi sudah kuminum," ujarnya. "Baik, Bobo." Aku membantu bobo minum obat kemudian menyalakan mesin penghangat ruangan. Saat tanganku hendak memijit bobo menolaknya. Baru sekali ini dia menolak aku pijit. "Sudah lekaslah tidur, besuk pagi kamu ke rumah Lay Ka lagi kan? Kamu pasti capek, Lay Ka orangnya super bersih, dia dingin dan kasar. Aku takut kamu kena semprot s
Aku sudah baikan bahkan pekerjaan di rumah Lay Ka juga sudah beres. "Koko, aku harus segera pulang agar tidak terlalu malam. Aku takut berjalan sendirian malam-malam," pamitku. "Tapi malam ini kata bobo teman-temannya datang ke rumah untuk tamazhok kan? Mereka bersenang-senang bahkan salah satu teman bobo membawa pembantunya untuk memasak di sana?" kata Lay Ka. "Kok Koko tahu?" sahutku. "Sore tadi bobo menelepon," jawab Lay Ka. Jadi bobo tamazhok bersama teman-temannya. Pasti di rumah sangat ramai dan berantakan. Tamazhok adalah jenis judi yang medianya dadu dan papan yang terkenal di Hong Kong. Kalau sudah begitu bukan saja gaduh suara papan dan dadunya tapi juga suara umpatan-umpatan pemainnya. Rumah akan berantakan karena berbagai masakan dan minuman biasanya disiapkan. "Aku sebentar lagi makan malam dengan keluarga Hanna, kebetulan tempatnya di restoran di Admiralty tidak jauh dari rumah bobo. Kamu bisa bareng mobilku, nanti