Mag-log in"Apa? Kalian gagal membawanya ke hotel?" Della nyaris berteriak pada pria gempal yang sudah dia bayar untuk memerkosa Aina, di telepon.
Sebenarnya tadi Della berniat menjebak Aina, membuat istri Ilham itu seolah-olah sedang bersenang-senang dengan seorang pria di hotel yang sudah Della pesan sebelumnya. Sehingga Ilham semakin membenci Aina. Dengan begitu Ilham menceraikan Aina lebih cepat, dan Della bisa segera menguasai harta keluarga Ilham yang sangat banyak. "Tadi dia menghilang begitu saja saat kami mengejarnya," balas pria gempal dari seberang telepon takut-takut, memicu emosi Della memuncak. "Dasar kalian tidak berguna! Cuma mengatasi satu perempuan lemah saja kalian tidak becus! Aku tidak akan memakai jasa kalian lagi!" Della berteriak geram. Dia langsung mematikan sambungan telepon dengan dada bergemuruh. Sialan! Rencananya gagal! Della menendang meja tak bersalah di depannya. Dia akan berusaha mencari cara lain untuk menyingkirkan Aina. Secepatnya! "Della sayang, kenapa wajahmu memerah? Kamu tidak enak badan?" tanya Ilham yang baru saja kembali dari toilet. Sekarang mereka berada di resort mewah. Hanya berdua. Karena Tari memilih pergi ke butik langganannya untuk menambah stock dress mahalnya. "Tidak apa-apa, Mas Ilham. Wajahku memang mudah merah kalau sedang panas begini," jawab Della sekenanya sambil mengibas-ngibaskan sebelah tangan ke depan wajah seakan dia memang sedang kepanasan. Padahal udara sedang dingin sekarang. Angin malam yang mengembus dari jendela resort saja membuat mereka menggigil. Tapi, Ilham percaya saja pada Della. Yang terpenting bagi Ilham sekarang adalah dia dan Della bisa puas bercinta tanpa gangguan Aina. Setiap kali melihat wajah memelas Aina, membuat Ilham muak. Ilham akui dia dulu sangat menyukai Aina. Wajah cantiknya yang tidak membosankan sangat indah dipandang. Ilham bahkan mengejar-ngejar Aina selama bertahun-tahun demi mendapatkan hatinya. Tapi setelah menikah, Aina justru tidak pernah berdandan. Tampak lusuh, dan kumal sepanjang hari. Ilham pun jadi malas bercinta dengan Aina. Bahkan, hanya untuk melihat tubuhnya saja Ilham tidak sudi. Meski, Ilham belum benar-benar melihat seperti apa tubuh polos istrinya itu. Ilham berpikir Aina tidak lebih menarik dari Della yang memiliki payudara sebesar buah pepaya, dan pantatnya yang enak diremas. Karena Ilham tak pernah menyentuh Aina, dia belum mendapatkan keturunan dari istrinya itu. Tapi, Ilham melimpahkan semua kesalahan pada Aina dengan mengatakan jika Aina mandul. "Ponselku mana, Sayang?" tanya Ilham saat dia sudah duduk di samping Della. Sebelum pergi ke toilet dia menitipkan ponselnya pada kekasihnya itu. "Ini, Mas Ilham." Della mengembalikan ponsel Ilham. Dia sudah menghapus riwayat panggilan, dan pesan yang dia kirimkan tadi pada Aina. Ilham meletakkan ponselnya ke meja tanpa berniat menyalakannya. Dia sekarang lebih ingin meremas pantat dan payudara Della yang kenyal. "Sayang, buka bajumu!" titah Ilham menarik turun celananya sendiri. Menunjukkan kejantanannya yang hanya sebesar jari jempol ke depan Della. Della mematuhi ucapan Ilham. Dia segera melepaskan semua pakaian yang melekat di tubuhnya. Lalu, dengan sudah telanjang Della duduk berjongkok di depan kemaluan Ilham. Dengan lihai Della mulai mengulum batang Ilham memakai mulutnya yang basah dan hangat. "Ahhh .... Della sayang. Terus ulum. Ahh ...." Ilham selalu puas dengan servis Della. Perempuan itu selalu pintar memuaskan fantasi liarnya. Setelah Ilham menyemburkan cairannya. Dia menyuruh Della duduk di pangkuannya. Dan dalam posisi seperti itu mereka menyatukan tubuh, dan saling memuaskan hasrat. *** "Aku ada di mana ini?" Aina meringis merasakan kepalanya seperti baru saja dipukuli. Pusing sekali. Dia lalu mengerjapkan mata untuk beradaptasi dengan ruangan yang sangat terang. Sinar matahari yang masuk lewat jendela menyilaukan matanya. Setelah berkedip satu kali. Dua kali. Tiga kali. Barulah Aina tersadar kalau dia sekarang sedang berada di kamar hotel yang tampak asing. Ranjang berukuran king size yang Aina tempati terlihat acak-acakan, dan terdapat noda darah yang cukup mencolok. Melihat noda itu, tanpa sadar Aina meneteskan air mata. Teringat kembali pria yang menggagahinya semalam. Sungguh Aina tidak mau mengingat kejadian yang membuat hidupnya hancur. Tapi, bayangan-bayangan itu terus berkelebatan di kepalanya, menyiksanya. Apa yang harus dia katakan pada Ilham ketika pria itu mendapati dirinya sudah tidak perawan lagi? Apa suaminya itu akan langsung menceraikan dan mengusirnya? Akan pergi ke mana Aina jika dia sampai diusir dari rumah Ilham? Pertanyaan-pertanyaan itu saling tumpang tindih. Membuat Aina meremas selimut yang menutupi tubuhnya. Namun, saat mencoba mengecek tubuhnya, Aina mengerutkan keningnya. Tubuhnya sudah memakai pakaian lengkap. Dan aroma sabun yang wangi tercium darinya. Sepertinya pria semalam yang memandikan Aina setelah merenggut keperawanannya. Aina bergidik membayangkan semua tubuhnya sudah disentuh si pria. Dia merasa tidak memiliki harga diri lagi. Dengan pipi yang masih basah, Aina turun dari tempat tidur, mengambil ponselnya di meja nakas, dan memilih untuk pulang sekarang. Semakin lama berada di tempat ini, semakin membuat masalah yang menunggunya di rumah bertambah runyam. Aina harus memikirkan alasan yang tepat saat Ilham menanyainya nanti. Namun, di saat sudah pulang pun Aina tak kunjung mendapatkan alasan yang tepat. Kepala Aina mendadak kosong ketika Ilham berdiri dengan wajah merah padam menghadapinya. Plakk!!! Tanpa berucap, Ilham menampar pipi Aina di depan teman-temannya yang sedang berkumpul di ruang tamu. Ini adalah pertama kali Ilham menamparnya. Aina menatap Ilham dengan hati berdenyut perih. "Dari mana saja kamu? Kenapa baru pulang sekarang?" sentak Ilham menghunjam telinga Aina. Aina membuka mulutnya untuk berucap, tapi Della sudah lebih dulu menyela. "Mas Ilham, jangan bersikap kasar sama Aina. Biar bagaimana pun dia masih istrimu, Mas." Della bersikap seolah dirinya malaikat di sini. Nyatanya, dia adalah iblis! "Tapi, dia sudah kelewatan, Della. Bagaimana bisa dia keluyuran, dan baru pulang jam sembilan pagi? Istri macam apa yang seperti itu?" balas Ilham dengan kemarahan yang masih meletup-letup. "Sudahlah, Mas. Tidak enak dilihat teman-temanmu. Mungkin, semalam Aina lagi bosan, jadi dia mencari kesenangan di luar." Della memeluk lengan Ilham, dan mengulas senyum culas. Aina membelalakkan matanya. Tak percaya Della mengatakan hal itu. Padahal, Della-lah yang menyuruhnya datang ke club. Sampai Aina berakhir di kamar hotel bersama pria asing. "Tidak! Aku tidak seperti itu. Aku keluar rumah untuk ...." "Sudah cukup! Lebih baik kamu ke dapur membantu Mama menyiapkan makanan untuk teman-temanku. Aku sudah muak mendengar alasanmu!" Ilham membentak Aina dengan kasar. Dia lalu pergi kepada teman-temannya bersama Della di sisinya. Aina menggigit bibir bawahnya untuk menahan isakannya. Dia tidak boleh menangis sekarang. Tidak di depan teman-teman suaminya. Daripada melihat kemesraan Ilham dan Della yang membuatnya pedih, Aina memilih ke dapur untuk membantu Tari. "Aina! Cepat kamu bawa semua ini ke depan! Jangan lelet!" Baru saja Aina di dapur, ibu mertuanya sudah berteriak menyuruhnya. Tari yang sudah berdandan cantik merasa kesal karena make upnya luntur selagi dia sibuk di dapur. Dia jadi melampiaskan semua emosinya pada Aina. "Iya, Ma," balas Aina, dengan cekatan mengambil nampan berisi jus lemon mahal dan gelas kristal. Aina berjalan tergopoh-gopoh membawa nampan berat itu ke meja depan teman-teman Ilham yang berjumlah delapan orang. Sepertinya mereka teman sekolah Ilham dulu. Mereka tampak sangat akrab. Ketika Aina hendak meletakkan nampannya ke meja, dengan sengaja Della menjulurkan sebelah kakinya. Alhasil Aina tersandung, dan membuat jus lemon yang dia bawa jatuh ke lantai. Brakk!!! "Aww ...." -BersambungBrakk!!! "Eh, ayam!" Jantung Dodik nyaris meloncat dari tempatnya saat Raja tiba-tiba membanting tabletnya ke meja cukup keras. "Pak Raja, kenapa sih marah-marah? Masih pagi loh, Pak." Dodik tanpa sadar meringis menatap tablet atasannya itu yang malang. Selain suara tadi begitu mengerikan, dia juga merasa sayang pada benda pipih berharga belasan juta itu. Memang sih Pak Raja kaya raya. Tapi ya tidak gini juga. Pikir Dodik murung. Entah kenapa atasannya itu uring-uringan di hari yang masih pagi ini di kantor. Tapi, Raja tak menjawab pertanyaan Dodik sama sekali, Raja justru balik bertanya dengan tatapan tajam pada orang kepercayaannya itu. "Kamu sudah dapat infonya?" tanya Raja dingin tanpa ekspresi. Dodik menelan ludahnya dengan susah payah. Sekarang dia tahu apa yang membuat Raja kesal. Semuanya karena perempuan misterius yang sudah membuat junior atasannya bisa turn on kembali. Bekerja di bawah Raja selama delapan tahun, Dodik jadi mengerti kalau atasannya itu orang yang t
"Sial!" Raja berdecak kesal melihat tonjolan dari balik celananya semakin membesar. Raja sekarang duduk di ruang kerjanya sendirian sehingga dia bisa bebas melepaskan celananya tanpa takut ada yang melihatnya. Ketika celana dalamnya sudah terlepas, kejantanan Raja yang berukuran sangat besar langsung berdiri tegak bagaikan mercusuar. Hanya dengan bersentuhan dengan Aina tadi di dapur, kejantanan Raja bisa mengeras secepat ini. Padahal dengan Tari pun dia kesulitan berdiri. Raja memakai kedua tangannya untuk mengurut pusaka kebanggaannya. "Ahh ...." Raja mendesah sambil membayangkan tubuh perempuan yang dia habisi di hotel miliknya dua hari yang lalu. Raja gagal mencari tahu identitas dari perempuan itu. Membuat Raja merasa frustrasi karena hanya dengannya Raja bisa turn on kembali. Raja merilekskan punggungnya ke sandaran kursi saat dia akan mencapai gelombang kenikmatannya. Cairan miliknya yang kental dan berwarna putih segera menyembur mengenai lantai dan meja kerjanya. Ra
Semua orang tak akan percaya jika Raja adalah ayah kandung Ilham. Begitu pun dengan Aina yang baru melihatnya sekarang.Ayah mertuanya itu kembali ke Jakarta setelah menetap dua tahun lebih di Amerika. Raja masih muda. Mungkin usianya masih tiga puluh delapan tahun. Hanya selisih empat belas tahun dari Ilham. Raja juga memiliki perawakan yang tinggi gagah, dengan garis wajah seperti orang blasteran. Semua fisik yang menjadi nilai plus milik ayah mertuanya itu sama sekali tidak menurun pada Ilham. Untuk beberapa saat Aina seolah terbius oleh ketampanan Raja. Tapi, setelah ayah mertuanya balas menatapnya dengan dingin, Aina segera tercekat. "Siapa dia, Tari?" tanya Raja pada istrinya tanpa mengalihkan tatapannya dari Aina. Entah kenapa Raja merasa familier dengan perempuan belia di depannya. Dia lupa bertemu di mana, tapi dia merasa ada sesuatu dari perempuan itu yang berhasil menarik perhatiannya. Aina mengingatkan Raja pada seseorang. Tari melirik menantunya sinis karena tat
"Astaga! Maafkan aku. Aku kurang hati-hati." Aina buru-buru mengumpulkan pecahan gelas, dan mengelap lantai yang basah karena kecerobohannya. "Bagaimana ini? Jus lemon dariku sangat mahal loh. Bisa-bisanya terbuang sia-sia karena pembantu sialan ini," celoteh salah satu teman Ilham disertai dengusan kasar. "Pecat saja pembantumu itu, Ilham. Dasar pembantu tak berguna," tambah teman Ilham lainnya dengan mendecakkan lidah. Ilham sama sekali tak membantah teman-temannya yang mengatai Aina sebagai pembantu. Ilham juga tak membantu istrinya itu yang sedang membungkuk-bungkuk di hadapannya demi membersihkan serpihan gelas yang tercecer. "Aww ...." Satu pecahan gelas yang tajam menggores telapak tangan Aina karena dia kurang hati-hati. Darah segar mulai merembes keluar dari bagian tangannya yang terluka. Aina meringis merasakan perihnya. Tapi, hatinya kini terlampau sakit karena perlakuan Ilham, dan ucapan teman-teman suaminya itu. Meski, pakaian Aina sederhana. Dia-lah istri sah Ilh
"Apa? Kalian gagal membawanya ke hotel?" Della nyaris berteriak pada pria gempal yang sudah dia bayar untuk memerkosa Aina, di telepon.Sebenarnya tadi Della berniat menjebak Aina, membuat istri Ilham itu seolah-olah sedang bersenang-senang dengan seorang pria di hotel yang sudah Della pesan sebelumnya.Sehingga Ilham semakin membenci Aina.Dengan begitu Ilham menceraikan Aina lebih cepat, dan Della bisa segera menguasai harta keluarga Ilham yang sangat banyak."Tadi dia menghilang begitu saja saat kami mengejarnya," balas pria gempal dari seberang telepon takut-takut, memicu emosi Della memuncak."Dasar kalian tidak berguna! Cuma mengatasi satu perempuan lemah saja kalian tidak becus! Aku tidak akan memakai jasa kalian lagi!" Della berteriak geram. Dia langsung mematikan sambungan telepon dengan dada bergemuruh.Sialan! Rencananya gagal! Della menendang meja tak bersalah di depannya. Dia akan berusaha mencari cara lain untuk menyingkirkan Aina. Secepatnya!"Della sayang, kenapa waja
Aina tidak tahu berapa lama dia pingsan di dalam kolam renang. Dia membuka matanya saat langit sudah gelap. Mungkin Ilham dan ibu mertuanya sudah pulang. Pikir Aina panik. Dia harus segera membuatkan makan malam untuk mereka."Ughh ...." Aina berusaha bangun dengan susah payah. Dan di saat Aina sudah dalam posisi duduk, dia merasakan rasa sakit yang berdenyut-denyut di kepala dan sekujur tubuhnya.Aina mencoba menyentuh kepalanya, dan tercekat mendapati ada darah kering di bagian pelipisnya.Mengabaikan rasa sakitnya, Aina cepat-cepat keluar dari kolam sebelum Tari melihatnya. Dia tidak mau ibu mertuanya kembali menenggelamkan kepalanya ke wastafel penuh dengan air dingin seperti yang sudah-sudah, saat mendapati Aina ketiduran karena kelelahan.Setelah berhasil keluar dari kolam renang, Aina berderap dengan kaki tertatih-tatih menuju ruang utama. Namun, rumah terlihat sepi. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Ilham, Tari, ataupun Della.Aina mendesah berat, lalu mendudukkan dirinya







