Share

Disangka Wanita Nakal

Hera mendadak linglung. Sementara Haikal dibuat bergeming. Di depan pintu toilet, Rey melongo melihat mereka berdua.

Hening...

'Apa saya gak salah lihat dan salah masuk? Kenapa mereka berdua-duaan disini?' tanya Rey dalam hatinya.

Rey fokus melihat genggaman tangan di depan matanya. Merasa mendapatkan sorotan mata dari Rey, refleks membuat Hera dan Haikal seketika melepaskan tangan.

Tidak hanya sampai disitu, Rey kini memindai matanya ke arah lantai. Ia melihat jas hitam milik Haikal tergeletak begitu saja.

Detik kemudian, Rey menyunggingkan bibirnya. Memang ia tak perlu banyak pikir. Pasalnya, situasi dan bukti-bukti yang ada telah mengarah ke suatu hal.

"Oh... sepertinya ada permainan panas yang baru saja terjadi? Hm... kedatangan saya disini menganggu. I am so sorry," sarkas Rey seraya membalikkan badan, berniat keluar.

Hera berdecak lidah emosi. Haikal sendiri terlihat memijit pelipis matanya. Mereka berdua merasa keberatan dengan pikiran Rey.

"Permainan panas apa maksudmu, Rey? Aku sama dia gak ngapa-ngapain kok," sahut Hera memberi argumen.

"Ya...ya... ya," balas Rey.

Hera menghentak-hentakkan kakinya ke lantai. Ia tidak terima dengan respon singkat Rey yang sulit digambarkan. Entah lelaki itu percaya dengan argumennya atau tidak.

Wanita itu juga menunggu sikap selanjutnya dari Haikal. Setidaknya ada penuturan tegas dari lelaki itu. Tapi sayangnya, Haikal memilih terdiam mengamati Hera saja.

"Ish!" Hera bergumam emosi menatap Haikal.

Hera merasa dongkol. Buru-buru ia menjelaskan segala hal pada Rey. Jangan sampai pujaan hatinya itu keterusan berpikiran sembarangan. 

"Rey aku serius! Aku tidak melakukan apapun dengan orang ini," ucap Hera memelas seraya telunjuk tangan kanannya mengarah ke Haikal.

Merasa ucapan dan sikap Hera kurang ajar pada dirinya, Haikal tidak terima.

"Orang siapa maksud kamu? SAYA PUNYA NAMA! Dan satu lagi, jangan menunjuk-nunjuk saya seperti itu!" bentak Haikal emosi.

BRAK!

Haikal memilih keluar dengan rasa kesal yang menyelimuti hatinya. Pintu ditutup keras olehnya. Ia meninggalkan Hera dan Rey di dalam sana.

Hera membekap mulutnya. Ia tidak menyangka jika Haikal akan semarah itu padanya. Pikirannya tertuju pada Haikal. Entah akibat apa yang harus didapatkannya karena telah membuat atasannya itu marah-marah.

"Kamu sudah berubah banyak ya, Hera,"

Lamunan Hera buyar. Penuturan Rey membuatnya secepat kilat memandangi wajah lelaki itu. Ah, Hera melupakan sikap kurang ajarnya pada Haikal.

Ada moment membahagiakan yang ia rasakan saat ini. Tanpa direncanakan, Hera bisa berduaan dengan Rey. Tidak peduli dimana tempatnya.

Bagai bumi dengan langit, sikap jual mahal Hera pada Haikal, berbanding terbalik saat bersama Rey.

"Rey, kamu jangan berpikir macam-macam. Aku--"

"Hera... Hera... sepertinya kamu memang sudah banyak berubah. Kamu sudah seperti wanita jalang saja!" sela Rey mendesis sinis.

Ada raut kekecewaan yang terlihat di wajah lelaki itu. Yang Rey tau selama ini, Hera bukanlah tipe wanita 'nakal'. Rey pun semakin yakin untuk memilih tidak membuka hatinya pada Hera.

"Rey, kamu ini berpikiran apa? Kenapa kamu seperti orang lain yang tidak mempercayaiku? Aku ini masih sama seperti dulu,"

Rey menarik nafas panjangnya sesaat. 

"Kamu ini memang orang lain bagiku, Hera. Syukur-syukur aku tidak membencimu karena kamu penyebab ibuku meninggal,"

"Rey, semuanya terjadi karena kehendak Tuhan. Andaikan aku tau jika perkenalan kita membuat ibumu menentang habis-habisan, aku memlilih takdir tidak mempertemukan kita dan saling mengenal satu sama lain. Ini persoalan hati, Rey," ucap Hera melemah.

Hera tidak habis pikir, sebegitu jahatnya takdir. Takdir dilahirkan dari keluarga tak berpunya. Perbedaan ekonomi yang jauh antara keluarganya dengan keluarga Rey, membuat ibunya Rey menolak habis-habisan hubungan mereka berdua kala itu.

Rey hanya tak ingin menjadi anak durhaka. Ia tak ingin membuat ibunya di alam sana tersiksa karena Rey mengacuhkan pinta Ibunya untuk menjauhi Hera.

Buliran bening menetes mengalir di sudut mata Hera. Bahkan semakin mengalir membasahi pipinya. Jujur... Hera selalu bersedih jika Rey terus-terusan menganggapnya sebagai biang keladi atas kepergian ibu lelaki pujaannya itu.

Rey terdiam. Lidahnya kelu seketika untuk berbicara banyak hal karena kini Hera menangis tersedu-sedu di depannya. Rey msncoba menenangkan wanita itu. 

"Sudahlah, Hera. Kamu ini. terlalu berdrama. Aku tidak bisa melihatmu menangis tersedu-sedu seperti ini. Ambillah," ujar Rey seraya memberikan tissu ke wanita itu yang berada di dekat wastafel.

Hera awalnya masih terisak-isak kecil. Tapi ditegur oleh Rey, malah semakin membuat dirinya terisak hebat. 

Hera mengambil tissu itu. Lalu berdehem beberapa kali. Mencoba membuat tenggerokannya tidak tercekat karena tangisannya.

"Aku ini memang tidak berdrama Rey. Hatiku memang sedang sakit. Lima tahun sejak kita lulus kuliah, tidak pernah terbesit sedikitpun aku mencari lelaki lain hingga detik ini. Aku hanya mencintaimu, Rey,"

Rey termangu sesaat. Detik berikutnya ia terkekeh kecil. Membuat Hera menatapnya heran.

"Are you kidding, Hera? Kamu yakin tidak menemukan lelaki lain? Atau... apa kamu tidak takut jika aku sendiri sudah melupakanmu dan justru menemukan perempuan lain? Hm?" tanya Rey menantang.

Hera tersenyum getir. Wanita itu tau jika Rey sedang mengungkapkan kebohongan. Wanita itu melangkah maju. Kira-kira sekitar satu jengkal saja wajah mereka saling berhadapan. Rey hanya bisa menatap lekat manik mata Hera yang masih berembun.

"Aku kenal kamu bertahun-tahun, Rey. Kamu mungkin bisa bersilat lidah. Tapi matamu tidak pernah bohong. Aku tau, kamu masih mencintaiku 'kan? Kamu ini lelaki yang sulit move on. Sama seperti aku,"

Hera mendesak. Tangannya mencengkram kerah baju Rey. Seakan ia tidak ingin ada kebohongan lagi yang diungkapkan lelaki pujannya itu.

Rey menghela nafas singkat. Pikirannya sangat berat untuk menjawab pertanyaan Hera.

"Kamu yakin mengatakan cinta padaku? Lantas apa maksudnya kamu dekat dengan Haikal seperti tadi?"

"Kamu cemburu, Rey?" tanya Hera. Seketika ada secercah harapan dipupil matanya.

"Tidak! Tapi aku hanya bertanya sesuai fakta yang aku lihat. Asal kamu tau, Hera. Aku tau Haikal itu seperti apa. Seumur-umur aku mengenalnya, dia sama sekali membatasi dirinya dengan wanita manapun. Jika kamu bisa dekat dengannya, itu berarti kamu istimewa baginya," ujar Rey mantap.

"Rey! Aku sama sekali tidak menyukai Haikal! Sudahlah, lebih baik kita makan siang saja bersama. Kamu mau?" tawar Hera mengalihkan topik pembicaraan.

Mengantisipasi jika Rey menolak permintaannya, Hera dengan sigap menarik paksa tangan Rey untuk mengajaknya ke pantry.

"Saya sudah kenyang!" tolak Rey sembari menghempaskan tangan Hera di lengannya. 

TO BE CONTINUED

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Tommy Rainbowisdom
Nggak kerasa, udah baca sampe bab 7. Saking bagusnya isi cerita ini. Cerita ini bikin aku inget sama kejadian di kantorku. Aku punya bos mesum kayak Haikal. Tapi bosku udah tuwir .... Ayolah, Rey! Buka pintu hati kamu buat Hera. Kalau nggak, Hera keburu jadi pacar Haikal. Nyesel deh, kamu!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status