Perlahan Alex membuka matanya. Kepalanya masih terasa berat. Rasa nyeri juga dia rasakan pada bagian tubuh yang terkena peluru.
Debora nasib menyiapkan obat yang baru saja di beri dokter. Untung saja dia tidak jadi pergi. Dia tidak menyangka homo itu akan kembali dengan keadaan terluka parah.Wanita itu merasa Suaminya bukan orang sembarangan. Melihat beberapa orang yang mengantarnya tadi. Orang-orang itu bertubuh besar dan kekar. Dan yang paling menyita perhatian adalah tato kalajengking pada leher mereka.Telinganya mendengar suara rintih kesakitan. Debora segera melempar pandangan dan berlari kecil menuju ranjang.Alex sudah membuka matanya. Dia mencoba bangun dari tidurnya."Stop! Jangan bergerak. Lukamu masih basah. Kau perlu apa? Aku ambilkan," ucap Debora menahan pergerakan Alex.Alex tidak peduli dengan semua omelan Debora, dia beranjak dari kasur dan hendak melangkah pergi.Meskipun dia adalah suami palsunya, tetap saja dia harus menjaganya. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana respon mertuanya saat melihat anaknya terluka parah seperti ini. Pasti keberadaan Debora akan jadi pertanyaan besar."Stop! Kau mau kemana?" tanya Debora menghalangi langkah Alex."Pergi. Aku masih banyak urusan," jawab Alex singkat.Dia melewati Debora yang masih mencerna ucapan Alex. Dia bisa memahami kesibukan presidir dengan banyak perusahaan yang berceceran. Namun tidak dalam kondisi seperti itu."Aku ikut!" sahut Debora.Langkah kaki Alex terhenti sesaat. Kemudian melangkah kembali. Dia tidak ada waktu untuk mengurus wanita merepotkan ini.Kenapa anak buahnya membawanya kemari? Merepotkan sekali. Dengan cepat Alex mengayunkan kakinya agar wanita di belakangnya tidak dapat mengikutinya.Debora meraih tas dan sepatunya. Tanpa alas kaki dia berlari kecil mengikuti langkah panjang Pria yang saat ini menjadi suami sementaranya."Hey, tunggu!" teriak Debora sambil mengalungkan tas kecilnya di leher.Alex terus melangkah menyusuri lorong tanpa memperdulikan Debora yang memanggil namanya. Telinga nya seolah tuli dan tidak mendengar apapun.Di belakang Debora dengan susah payah berlari mengejar Alex dan pada akhirnya dia bisa meraih pundak pria tersebut dan menggandeng tangannya.Alex menghentikan langkahnya dan menepis tangan Debora."Jadi kau sudah tidak jijik dengan makhluk LGBT ini?" Alex menatap tajam mata Debora.Melihat mata elang Alex, Debora mundur perlahan. Sepertinya keadaan kali ini sangat berbeda-beda. Ada aura iblis di mata pria itu."Kau terluka, apa yang harus aku katakan pada Mama dan Papa bila terjadi sesuatu padamu?" ucap Debora lirih.Dia menundukkan pandangan. Tatapan Alex terlalu tajam dan membuat bulu kuduk Debora berdiri.Baru kali ini ada seorang wanita yang memberi perhatian padanya. Setelah wanita itu pergi, hidup Alex hampa dan dingin.Dia tidak menyangka wanita yang dia tolong akan memberi percikan kehangatan yang telah lama hilang di hidupnya.Wanita malang ini telah berubah menjadi angsa cantik yang membuat semua orang terpesona dengan kehadirannya."Kau mau ke mana? Aku tidak mau pulang sendiri," ucap Debora dengan nada memohon.Ucapan Debora memecahkan lamunan Alex. Dia segera sadar dan melanjutkan langkahnya menuju lift. Beberapa saat kemudian lift terbuka, keduanya masuk bersama.Alex mengeluarkan benda pipih pada sakunya dan menghubungi satu nomor. Tak lama kemudian sambungan tersambung."Jemput kakakmu di hotel pusat kota," ucap Alex dengan suara berat. Sepertinya dia memang sedang banyak masalah.Alex segera menggeser tombol merah ketika orang di ujung sambungan sudah menyetujui perintahnya.Sebenarnya Debora kecewa. Dia masih ingin menemani pria dingin dan misterius ini. Entah mengapa hatinya terketuk untuk menemaninya.Pintu lift terbuka, Debora segera merapikan penampilannya dan memakai sepatu yang dia jinjing.Mereka keluar dan melanjutkan langkahnya menuju parkiran. Dari kejauhan sudah ada beberapa orang berpakaian hitam berdiri menghadap Debora dan Alex.Semakin dekat langkah mereka, Debora mulai mengenali orang yang menantikan kedatangan mereka, lebih tepatnya Alex.Mereka memberi hormat kepada Alex dan Debora."Barang sudah berhasil kita rebut kembali Tuan," lapor Salah satu pria berbaju hitam."Habis mereka. Aku tidak akan memaafkan siapapun yang bermain di belakangku!" jawab Alex dengan tangan yang mengepal kuat.Debora meneguk liurnya. Dia berusaha mencerna semua ucapan Alex yang dia dengar. Kemarin dengan mata kepalanya sendiri dia melihat bagaimana dengan mudahnya pria ini melesatkan peluru ke musuhnya dan sekarang ... menghabisi nyawa orang? Mengerikan."Jaga dia, sebagian ikut aku ke markas. Aku ingin segera menemui bajingan bernama Akeno itu," ucap Alex masuk kedalam mobil dan diikuti beberapa orang berpakaian hitam.Dua orang tetap tinggal di samping Debora, keduanya berwajah datar tanpa ekspresi. Dia mencoba melangkah dan mengetuk pintu mobil.Sayangnya Alex tidak menanggapi. Mobil itu tetap melaju cepat meninggalkan parkiran hotel.Debora merasa kikuk, kedua orang ini membuatnya sedikit merasa takut. Meskipun mereka di sini menjaganya, tetap saja menakutkan.Dia meraih ponselnya dan mencoba menghubungi seseorang untuk mengurangi rasa takutknya.Di otaknya mulai banyak muncul pertanyaan. Siapa Alexander sebenarnya? Apa pekerjaannya? Dan, benarkah dia seorang LGBT? Tapi dari caranya dia menatapnya semalam.Barisan roti sobek yang terpampang nyata di hadapan Debora semalam membuat pipinya memerah.'Astaga, Debora, apa yang kau pikirkan? Jangan tergoda dan menjadi bodoh seperti lima tahun lalu!' batin Debora sambil mengetuk kepalanya dengan jari.Memang pesona Alexander tidak bisa di pungkiri. Tetapi Debora harus bisa menjaga diri dan tidak mudah terpengaruh.Tidak lama kemudian sebuah mobil menepi tepat di depan Debora. Dari plat nomer yang terpampang, dia sudah tau siapa pemiliknya."Halo kakak ipar cantikku," sapa seorang wanita dengan penampilan stylish."Aku sudah bilang kan. Tidak ada kata terlambat, kita harus berangkat sekarang," ucapnya sambil membuka pintu untuk kakaknya.Debora duduk di kursi belakang. Sudah ada banyak kantong belanja di sana. Entah apa yang ada di dalamnya."Kakak ganti baju sekarang, aku akan langsung menuju lokasi." Adik Alex mulai melakukan mobilnya meninggalkan parkiran."Apa kau ..." Debora tidak melanjutkan kalimatnya."Kita tidak mungkin pulang kak. Sudahlah, aku adalah manager terbaikmu dan tidak akan membiarkan artisnya berpenampilan buruk. Jadi segera pakai baju itu dan kita ke lokasi syuting sekarang!" ucap Stevi tegas.Debora tidak melawan, dia segera membuka tas dan mengeluarkan beberapa baju baru yang di beli managernya.Hidupnya saat ini jauh berbeda dari sebelumnya. Meskipun kehidupan ini sudah berjalan dua tahun, tatap saja rasa syukurnya tidak akan putus.Berkat Stevi, dia bisa mendapatkan segalanya. Karir, kehidupan layak, dan menuntaskan balas dendam yang harus dilakukan.'Daniel, kau harus membayar semuanya. Aku tidak akan melepaskanmu!' Debora mencengkram erat baju yang ada di tangannya dengan mata berkaca.Debora masuk ke kamar mandi. Di sana sudah ada Alex yang memejamkan mata dan menikmati air hangat yang merendam sebagai tubuhnya. Harum aroma lili memenuhi seluruh ruangan."Alex, aku beri waktu lima menit untuk menjelaskan sertifikat yang ada di tasmu," ucap Debora dengan suara lantang.Pria itu tidak merespon. Dia masih memejamkan mata. Bahkan dia tidak bergerak sedikitpun."Alexander Vernandes, apakah kau mendengar suaraku?" Debora mulai sebal.Amarah Debora tak membuatnya bergeming. Pria itu masih berada di posisi ternyaman nya. Karena habis kesabaran, Wanita itu masuk kedalam bak mandi dan menepuk pipi Alex.Pria itu masih tidak merespon sampai Debora menarik paksa seekor naga yang sedang tertidur nyenyak."Argh, apakah kau sudah gila. Jangan sentuh asetku seperti itu," ucap Alex mengerang kesakitan."Kau yang memulai," jawab Debora cemberut."Aku! Kau yang menyiapkan semua ini, apa salah kalau aku menikmati semua ini?" Alex memicing."Sekarang jelaskan kenapa ada sertifikat ruma
Debora dan Lidya duduk di halaman belakang. Mereka duduk menemani Angel yang sedang sibuk dengan buku gambar dan crayonya.Lidya tak henti-hentinya memuji hasil coretan tangan mungil itu. Debora mendaratkan kecupan di ujung kepala Angel."Apakah aku menganggu?" tanya Alex yang baru saja bergabung.Ketiga orang itu menyambut hangat ke datangan Alex. Angel segera bangkit dan berhamburan menuju Paman baiknya.Alex meraih Angel dan mengangkatnya dalam gendongan. Keduanya sudah seperti sepasang Dady dan putrinya."Paman baik, aku puny gambar untgukmu," ucap Angel memeluk Alex."Terima kasih Sayang, Paman baik juga punya kejutan untumu," ucap Alex menatap bahagia mata bulat yang saat ini menatapnya."Yey ... apa itu Paman?" tanya Angel penasan.Alex menurunkan gadis kecil itu dan merogoh saku jas bagian belakang. Dia mengeluarkan sebuah amplop putih yang bertuliskan nama salah satu sekolah terbaik di kota tersebut.Karena penasaran, Debora dan Lidya melangkah mendekat. Mata Debora berkaca k
Stevi duduk di atas kasur. Matanya melihat bintang yang bertaburan di langit malam. Terdengar suara pintu di ketuk."Masuk," ucap Stevi dengan suara lantang.Joe masuk membawa nampan yang berisi makan malam dan beberapa obat. Dengan hati-hati dia menaruh nampan itu di atas meja.Stevi turun dari ranjang dan memeluk Joe dari belakang. Wajah pria itu memerah. Dia tidak bisa menahan rasa bahagianya. Walau wanita ini bukan melihat dia yang sebenarnya."Kau harus makan dan minum obat," ucap Joe memutar tubuhnya dan mencubit pipi Stevi."Suapin dong," sahut Stevi manja."Oke, asal harus minum obat ya," jawab Joe menuntun Stevi untuk duduk di sofa.Pria itu menyodorkan sepotong steak yang sudah di potong kecil-kecil. Dengan semangat Stevi membuka mulut dan melahap daging tersebut.Joe menatap dalam wanita yang selama ini dia cintai. Sepertinya penyamaran ini tidak buruk juga. Dia bisa dekat dengan Stevi tanpa harus cek-cok setiap pagi."Ada apa?" tanya Stevi menatap dalam Joe.Joe menggeleng
Debora duduk di hamparan rumputb hijau. Di hadapannya ada sebuah batu yang bertuliskan nama orang yang paling berarti di hidupnya.Orang itu rela berkorban untuk dirinya. Mengesampingkan kesenangannya demi dirinya. Memberi apapun yang dia miliki untuknya.Namun apa yang bisa dia berikan, dia tidak pernah memberi apapun pada wanita tua itu selain kesengsaraan. Tidak pernah ada kebahagiaan sdikitpun.Satu per satu orang meninggalkan pemakaman. Di sana hanya meninggalkan Alex dan Debora. Keduanya duduk dan menatap nanar batu yang di penuhi dengan kelopak bunga itu."Kenapa aku begitu tidak berguna Alex? Lihatlah, bahkan aku belum memberi kebahagiaan sedikitpun pada Bibi," ucap Debora pedih."Bibi sudah menganggapmu sebagai anak, melihatmu bahagia, dia juga merasakan hal yang sama Baby," jawab Alex memeluk pundak Debora."Ini tidak adil untuknya Alex, dia menjual segalanya demi kehidupanku dan Angel. Dia pergi sebelum aku membayar semuanya," ucap Debora dengan air mata yang terus berlina
Seorang gadis kecil menangis di depan pintu ruang IGD. Di sampingnya ada dua orng tua yang sedari tadi mencoba menenagkannya. Tak jauh dari mereka ada sekitar lima orang berpakaian serba hitam yang berdiri di depan lorong.Wanita gendut itu meraih gadis kecil dan mendekapnya dalam pangkuan. Berulang kali dia mengelus pucuk kepala anak itu. Mencob menghentikan tangisnya."Tenanglah Nak, Bibimu pasti akan baik-baik saja," ucap Wanta gendut itu."Bibi sakit Apa Nek, kenapa dia pingsan?" tanya Angel sambil menghapus air mata yang terus mengalir."Bibimu hanya kecapekan. Sebentaar lagi pasti dia akan sadar dan kembali bermain-main denganmu," ucap Nenek gendut yang memeluknyaa.Sementara Kakek gendut masih memperhatikan kelima orang yang berjaga di depan lorong. sesekali dia menatap Angel dan orang-orang itu bergantian.Dia hanya tak menyangka akan menyelamatkan seorang anak yang oraang tuanya memiliki kedudukan tinggi. Mereka pasti bukan orang biasa saat melihat penjagaan seketat ini.Seda
"Kakak tidak bisa datang?" tanya Stevi menatap Lidya penuh harap."Dia sedang dalam perjalanan bisnis. Mereka akan segera kembali," ucap Lidya mengelus pucuk kepala putrinya.Wanita yang baru saja tersadar dari depresinya itu melempar pandangannya kesamping. Dia menatap pria yang amat dia cintai duduk di sana.Pria itu memasang wajah sedih sebelum melempar senyum hangat padanya. Sama seperti sebelumnya, dia selalu bisa merubah mimik wajah dengan cepat."Kau membutuhjan sesuatu?" tanya Keanu menatap Stevi teduh."Aku lapar," jawab Stevi manja."Baiklah tunggu sebentar, aku akan membelikan makanan untukmu," jawab Keanu bangkit dari kursi dan melangkah menjauh.Lidya menatap pedih pria itu. Semua pengorbanan dan penantiannya selama ini tidak ada artinya. Dia yang beerjuang tetapi orang lain yang memetik manisnya."Tunggu sebentar, Mama mau pesan beberapa barang," ucap Lidya berlari kecil menyusul pria yang baru saja pergi."Joe!" panggil Lidya.Pria itu menghentikan langkanya. Sesaat Joe
Di tempat yang begitu tenang, Bibi Lauren duduk sambil memegang sebotol susu. Ujung matanya melihat seorang anak kecil melangkah mendekatinya.Matanya menyipit, dia melihat dengan seksama siapa yang datang. Buliran bening terjatuh saat lansia itu mengetahui siapa yang datang."Halo Nenek?" sapa Angel.Bibi Lauren mematung. Dia mencoba menahan laju air mata yang hendak melaju deras."Halo Nak, kau kembali?" tanya Bibi lauren.Anak itu mengangguk lirih dan duduk di samping sang Nenek. Dia melihat ada tiga botol susu di samping Nenek itu. Bertanada kalau dia sudah duduk di sini begitu lama."Apakah Nenek menungguku?" tanya Angel yang melihat Nenek itu menatapnya dalam.Bibi Lauren tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Tangan keriputnya membelai pipi chubby yang dulu sering dia cium.Tuhan begitu baik padanya. Dia melindunginya, bahkan memberinya hadiah yang sangat istimewa."Apakah aku boleh memelukmu?" tanya Bibi Lauren masih terpaku menatap angel.Angel mengangguk lirih. Dia berges
Joe melangkah memasuki ruang rawat. Di sana masih ada Nyonya besarnya yang duduk meringkuk di kursi. "Anda bisa pulang Nyonya, biar Saya yang menjaga Nona Stevi," ucap Joe ramah.Lidya menggelengkan kepalanya. Dia memutar kursinya menghadap Joe. matanya menatap pria yang begitu tulus pada putrinya."Sejak kapan kau mengenal Stevi?" tanya Lidya seriussss."Nona Stevi membantu Saya masuk ke dalam Klan Tuan Alex, di sini saya menemukan keluarga yang tidak pernah saya miliki sebelumnya," jawab Joe membalas tatapan Lidya.Joe teringat saat pertama bertemu Stevi. Saat itu dia berjalan di tengah keputusasaan. Dia mencari keberadaan Sang Kakak yang entah ada di mana.Dia telah mencari Sang kakak di setiap bar besar. Tidak jarang kehadirnnya membuat keributan dan pada akhirnya dirinya babak belur.Saat itu dia meringkuk di emperan toko. Bajunya penuh noda darah yang mengering. Tak hanya itu, wajahnya sudah tidak berbentuk karena banyak luka lebam."Kalau mau jadi jagoan bukan seperti itu cara
Lidya menatap kepergian Putra dan menantunya. Terlihat senyum haru di wajah cantiknya. Seperti pepatah mengatakan, pasti ada pelangi setelah badai datang.Alex menggandeng tangan Debora dan melangkah pergi. Langkah panjang Alex terhenti saat menatap ketiga orang yang berdiri di depan pintu."Sepertinya aku sudah terlalu sabar denganmu belakangan ini," ucap Alex melempar pandangan ke arah Joe.Seketika Joe menundukkan kepala diikuti oleh kedua temannya. Mereka meneguk liur dan berdoa semoga Tuannya dalam mood yang baik."Kau meninggalkan tugasmu, dan mengejar cintamu di sini. Kau pikir aku akan simpati padamu dan tidak menghukum semua keteledoraamu ini?" ucap Alex melepaskan tangan Debora dan mendekati Joe.Debora mengkerutkan alisnya. Dia mulai menampakkan wajah protesnya. Wanita itu menghalang langkah Alex."Apa kau gila, Lihatlah! Dia sudah menjaga Adikkmu dengan tulus. Kau masih ingin menghukumnya?" Tanya Debora tidak percaya.Alex menggeser tubuh Debora dan menghentikan langkah ka