Share

Bab 11

Penulis: Mita Yoo
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-06 17:00:56

Kamar Laura diselimuti kegelapan yang pekat, hanya diterangi lampu tidur. Ia sengaja membuka tirai jendela kamarnya, membiarkan sinar bulan pucat yang menyelinap melalui celah dari tirai dan ventilasi jendela di sana. Laura baru saja memejamkan mata, berusaha melupakan kekerasan yang berhasil dilewatinya malam kemarin.

Ketika pintu kamarnya terbuka dengan perlahan, Reve muncul seperti bayangan. Siluetnya menutupi cahaya lampu kamar yang remang-remang.

Laura ingin berteriak, tetapi Reve sudah berada di atas tempat tidurnya dengan gerakan cepat yang membuat Laura semakin gemetar. Tangan Reve yang besar menutup mulut Laura, menekan dengan kuat hingga napasnya tersendat.

“Jangan bersuara,” desis Reve.

Suaranya serak dan gelap, seperti orang asing yang tidak dikenalnya.

Dengan gerakan kasar, Reve merobek baju tidur Laura, kain flanel sederhana itu terkoyak dengan suara yang memekakkan telinga di kesunyian malam. Laura mencoba melawan, tetapi tangannya dengan mudah dikungkung dan tertahan di atas kepalanya.

Bibir Reve menghantam mulutnya dengan brutal, lebih mirip serangan daripada ciuman. Gigi mereka bertabrakan, aroma amis darah memenuhi bibir Laura. Lalu Reve bergerak ke bawah, mengisap payudaranya dengan keras, hampir menggigit, meninggalkan rasa sakit yang membakar di kulit Laura yang sensitif.  

Laura menangis dalam diam, air matanya mengalir deras ke pelipis, membasahi bantal usangnya. Di atasnya, Reve seperti orang kesurupan, gerakannya dipenuhi amarah dan keputusasaan yang tidak bisa diungkapkannya di siang hari.

“Kau ... milikku ….” gumam Reve di antara isapan-isapan kasarnya, “Kau pelayanku. Dan selalu ... akan jadi milikku ….”

Di luar rumah itu, angin malam berhembus, seolah ingin menyapu bersih rasa malu dan kepedihan yang terjadi di kamar kecil Laura. Namun malam hanya diam, menjadi saksi bisu dari sebuah penghancuran yang terjadi berulang-ulang. Dimana cinta dan kekerasan menjadi dua sisi dari mata uang yang sama.

Dan Laura, sekali lagi, belajar bahwa di rumah megah itu, kamarnya yang sederhana bukanlah tempat perlindungan. Tempat itu hanya sebuah kandang lain dimana ia dipelintir dan dirobek oleh pria yang mengklaim mencintainya, tetapi hanya menunjukkan cinta melalui rasa sakit dan dominasi.

“Hentikan, Tuan,” Laura memohon, suaranya lirih dan pecah, tertahan oleh berat tubuh Reve yang menindihnya. Namun kata-kata itu hanya seperti angin yang berlalu tanpa arti bagi Reve, yang justru semakin liar gerakannya.

Tangannya menarik dan mendorong dengan kecepatan yang brutal, membuat bahu dan kepala Laura terangkat dan jatuh berulang kali ke bantal yang tipis, seolah-olah ia hanya boneka yang bisa diperlakukan semena-mena.  

Laura memejamkan mata, mencoba memisahkan pikiran dari tubuhnya yang sedang disakiti. Namun kemudian Reve tiba-tiba berhenti, tubuhnya menjadi kaku di atas tubuh Laura.

Reve menatap wajah Laura yang sama sekali tak menatapnya. “Aku tidak menyangka ternyata kau masih perawan,” bisiknya.

Suaranya berubah menjadi campuran antara terkejut dan sebuah penyesalan.   Kalimat itu seperti pisau yang terakhir, menusuk sisa harga diri yang masih tersisa.

Laura tidak bisa menahan diri lagi. Air matanya mengalir deras, tanpa suara, tanpa protes, karena apa artinya melawan ketika tubuh dan jiwanya sudah begitu hancur?

Reve terdiam beberapa saat, lalu perlahan-lahan melepaskan cengkeramannya. Dia berguling, menjatuhkan diri ke samping Laura, menatap langit-langit kamar yang gelap dengan napas yang masih terengah-engah.

Laura menarik selimut yang sudah compang-camping untuk menutupi tubuhnya yang bergetar. Dia tidak berani bergerak, tidak berani bersuara. Dia hanya berbaring di sana, menangis dalam diam, sementara Reve berbaring di sampingnya, kedua matanya terbuka lebar, seolah baru menyadari betapa dalam kehancuran yang telah ia ciptakan.

Di luar, bulan bersembunyi di balik awan, menolak menjadi saksi kehancuran Laura untuk yang kesekian kalinya.

Dengan gemetar, Laura bangkit dari tempat tidur yang masih menyimpan kehangatan dan rasa sakit. Tangannya yang lemah meraba-raba pakaian yang terserak di lantai, berusaha menyembunyikan tubuhnya yang masih bergetar akibat kekerasan yang baru terjadi. Setiap gerakan terasa begitu menyakitkan, seolah otot-ototnya mengingatkan setiap perlakuan kasar Reve.

Reve masih terbaring telanjang di atas ranjang, matanya kosong menatap langit-langit kamar yang remang. Tiba-tiba, suaranya memecah kesunyian, keras dan penuh kebencian. Kebencian yang ditujukan pada dirinya sendiri.

“APA YANG KAU LAKUKAN, MONSTER?”

Laura terkejut, hampir saja menjatuhkan bajunya. “Tuan, sebaiknya Anda kembali ke kamar, sebelum ada seseorang yang melihat,” katanya, suaranya bergetar mencoba menenangkan.

Namun Reve hanya tertawa pahit, tangannya menutupi wajahnya. “Aku ... Monster.”

Dia mengucapkan kata itu seolah mencoba memastikan kebenarannya, seolah menerima kenyataan paling kelam tentang dirinya sendiri. Laura ingin menjawab, ingin menyangkal, tetapi lidahnya terasa kaku. Bagaimana mungkin ia membantah, ketika bekas cengkeraman Reve masih terasa di pergelangan tangannya, ketika rasa sakit di tubuhnya masih begitu nyata?

Reve akhirnya bangkit, tubuhnya yang tegap terlihat lunglai di bawah temaram kamar kecil Laura yang terasa semakin suram. Dengan gerakan lambat, ia mulai mengenakan pakaiannya, tidak lagi memandang Laura. Reve seolah malu untuk bahkan sekadar menatapnya.

Ketika ia akhirnya meninggalkan kamar tanpa sepatah kata pun, Laura terjatuh ke lantai, tubuhnya terguncang oleh isak tangis yang tak lagi bisa dibendung.

Di luar, langit mulai memudar, menandakan datangnya fajar yang baru. Fajar yang membawa serta rasa sakit yang lama dan kebenaran pahit bahwa cinta kadang bukan tentang bunga dan pelukan, tetapi tentang luka dan pengakuan.

Dan di suatu tempat di dalam rumah megah itu, Reve berdiri di depan cermin, memandangi bayangan monster yang ia benci tetapi ia bahkan tak bisa lari darinya.

“Matilah kau, monster!!” teriaknya, mengarahkan kepalan tangannya pada bayangan yang memantul di cermin.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjerat Hasrat Tuan Muda Kejam   Bab 13

    Usai makan siang bersama itu, Shara mengajak Reve menuju butik untuk memilih gaun pernikahan mereka. Butik pernikahan yang eksklusif terasa sunyi meski dipenuhi gaun-gaun mewah yang berkilauan di bawah lampu kristal. Shara dengan semangat memilih-milih koleksi gaun pengantin, sementara Reve berdiri di dekat pintu, tangannya berada di saku celana.“Reve, Sayang, lihat yang ini!” seru Shara sambil mengangkat gaun berenda payet yang memantulkan cahaya. “Desainer gaun ini khusus terbang dari Paris kemarin. Apa menurutmu ini cocok untukku?”Reve mengangguk tanpa antusiasme, matanya kosong. “Ya, bagus. Pakai itu saja.” Shara mengerutkan kening, meletakkan gaun itu dengan sedikit kesal. “Kau bahkan tidak melihatnya, Reve. Ini penting bagiku. Bagi kita. Karena ini untuk pernikahan kita.”Dia mendekati Reve, tangannya yang halus meraih lengan Reve. Shara mencoba menenangkan dengan bertanya dalam nada lembut. “Ada apa? Kau sudah aneh se

  • Terjerat Hasrat Tuan Muda Kejam   Bab 12

    Reve memasang dasinya sedangkan Laura masih sibuk mendandani anak perempuan mereka.“Sudah selesai belum? Ayah harus segera ke kantor,” kata Reve.“Tunggu, Ayah. Ibu sedang membuat kepang di rambutku,” gadis kecil yang usianya empat tahun lima bulan itu protes.Laura tertawa. “Tunggu sebentar lagi, Ayah. Michelle tidak akan lama.”°°°Senyum masih mengembang di bibir Reve saat matanya terbuka. Untuk beberapa detik, ia masih merasakan kehangatan imajiner dari adegan mimpi yang baru saja dialaminya itu. Tawa Laura yang jernih, tangan kecil anak perempuan mereka yang memegangi jarinya, dan perasaan menjadi keluarga yang utuh.Namun kemudian, realitas kembali menghentakkan mimpinya ke dasar.Kamar hotelnya yang mewah terasa sunyi dan dingin. Tidak ada Laura yang sedang mengepang rambut putri mereka. Tidak ada Michelle—putri mereka yang cerewet memprotes. Hanya kesendirian yang menusuk, dan

  • Terjerat Hasrat Tuan Muda Kejam   Bab 11

    Kamar Laura diselimuti kegelapan yang pekat, hanya diterangi lampu tidur. Ia sengaja membuka tirai jendela kamarnya, membiarkan sinar bulan pucat yang menyelinap melalui celah dari tirai dan ventilasi jendela di sana. Laura baru saja memejamkan mata, berusaha melupakan kekerasan yang berhasil dilewatinya malam kemarin.Ketika pintu kamarnya terbuka dengan perlahan, Reve muncul seperti bayangan. Siluetnya menutupi cahaya lampu kamar yang remang-remang.Laura ingin berteriak, tetapi Reve sudah berada di atas tempat tidurnya dengan gerakan cepat yang membuat Laura semakin gemetar. Tangan Reve yang besar menutup mulut Laura, menekan dengan kuat hingga napasnya tersendat.“Jangan bersuara,” desis Reve.Suaranya serak dan gelap, seperti orang asing yang tidak dikenalnya.Dengan gerakan kasar, Reve merobek baju tidur Laura, kain flanel sederhana itu terkoyak dengan suara yang memekakkan telinga di kesunyian malam. Laura

  • Terjerat Hasrat Tuan Muda Kejam   Bab 10

    Malam itu, setelah melewati pekerjaan yang sama, Laura membersihkan diri lalu mengganti seragam kerjanya dengan kaus dan celana yang nyaman. Ia berbaring, menyalakan televisi untuk menunggu kantuk.Layar kecil televisi tua di kamar Laura menyala, memancarkan cahaya biru yang menyinari wajahnya yang pucat. Berita pertunangan Reve dan Shara ditayangkan dengan gemerlap, foto mereka berdua tersenyum bahagia, dikelilingi oleh keluarga dan teman-teman yang setara. Laura menatap tanpa berkedip, jantungnya berdetak pelan namun terasa berat.“Mereka sangat cocok,” bisiknya pada diri sendiri. “Aku yakin dia akan membawa Reve pada kebahagiaan yang layak didapatkannya.”Tiba-tiba, ketukan keras di pintu membuatnya terkejut. Suara ketukan itu tidak seperti biasanya. Berat, tidak teratur, dan disertai suara gesekan di pintu kayu. Laura membeku sesaat, tangannya masih menggenggam remote televisi erat-erat.“Siapa, ya?” Ia bertanya pada diri s

  • Terjerat Hasrat Tuan Muda Kejam   Bab 9

    “Laura.”Suara Reve yang dalam dan familiar itu memotong kesunyian dapur, membuat Laura menegakkan punggungnya seketika. Sendok kayu di tangannya berhenti mengaduk sup, seolah dunia berhenti berputar selama beberapa detik. Dengan jantung berdebar, ia menoleh perlahan, menemukan Reve berdiri di ambang pintu dapur, ekspresi wajahnya tak terbaca seperti biasa.“Ya, Tuan?” sahut Laura, suaranya lembut namun bergetar halus, mencoba menyembunyikan kegelisahan yang mendadak menyergap.Reve tak langsung menjawab. Matanya yang keabuan menyapu ruang dapur sejenak, seolah memastikan tak ada orang lain di sekitar mereka, sebelum akhirnya berfokus kembali pada Laura.“Siapkan air untukku berendam. Setelah aku selesai berendam, antarkan teh chamomile ke ruang kerjaku.” “Baik, Tuan.” Laura mengangguk patuh, menundukkan pandangannya ke lantai, menghindari kontak mata yang bisa membuatnya semakin gugup sekaligus takut. 

  • Terjerat Hasrat Tuan Muda Kejam   Bab 8

    Di luar ruangan, suara oven berbunyi menandakan kue sudah matang. Namun di dalam kamar yang pengap itu, waktu terasa berhenti. Laura memejamkan mata, air mata mengalir di pipinya. Air mata untuk harga diri yang sekali lagi direnggut, untuk tubuh yang sekali lagi diklaim tanpa izin.Dan yang paling menyakitkan, di balik rasa sakit dan penghinaan, ada bagian dirinya yang masih merespons sentuhan Reve, masih menginginkannya seperti api menginginkan oksigen.Itulah monster terbesarnya. Bukan Reve, tetapi keinginannya sendiri yang tak pernah bisa ia kendalikan.Dengan langkah anggun, Shara melangkah masuk ke dapur, matanya berbinar penuh kebahagiaan. Reve, yang sejenak sebelumnya masih seperti badai yang hendak meluluhlantakkan segala sesuatu, kini telah berubah menjadi lautan yang tenang. Senyum manisnya begitu sempurna, seolah tak ada yang terjadi di balik pintu kamar kecil yang baru saja tertutup.“Kuenya baru matang, Sayang,” uj

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status