Share

Bab 15

Penulis: Mita Yoo
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-08 09:30:58

Tangan Reve meremas dan menarik rambut Laura, memaksanya menengadah. Sakit dan nikmat bercampur menjadi satu, menciptakan badai sensasi yang membuat Laura limbung. Meski jiwanya berteriak menolak, tubuhnya mulai merespons dengan cara yang membuatnya malu. Desahan pendek lolos dari bibirnya yang tergigit. 

Mendengar suara rendah Laura itu, Reve bergerak semakin liar. Gerakannya menjadi lebih dalam dan teratur, seolah ingin membuktikan bahwa di balik semua penolakan, tubuh Laura juga memang menginginkannya. Air mata Laura mengalir deras, bercampur dengan keringat dan uap air yang panas, tetapi dia tak lagi melawan. Dia hanya bisa pasrah, membiarkan gelombang sensasi itu menerpa, sementara hatinya hancur berkeping-keping. 

“Lihat, kau memang milikku,” gumam Reve, suaranya penuh kemenangan dan keputusasaan.

Dan di saat itu, Laura menutup mata, menyerah pada kontradiksi yang menghancurkannya antara rasa sakit yang menusuk dan kenikmatan yang tak diinginkan. Antara kebencian pada Reve dan ketergantungan pada sentuhannya.  

Reve mencapai puncaknya dengan erangan panjang, sementara Laura menggigit bibirnya sampai berdarah, berusaha menahan suara yang ingin keluar dari bibirnya. Saat semua itu berakhir, Reve tetap berada di atasnya, tubuhnya berat dan basah, sementara Laura terbaring lemas, hancur oleh pertempuran antara tubuh dan jiwanya.

Reve akhirnya bangkit, meninggalkan Laura sendirian di bak air yang mulai mendingin. Dia tidak memandangnya, tidak meminta maaf, tidak mengatakan apa-apa. Hanya meninggalkan Laura yang terguncang, yang masih mencoba memahami bagaimana sekali lagi dia membiarkan dirinya diperlakukan seperti itu. Dan bagaimana sebagian dari dirinya merindukan sentuhan lelaki itu.

‘Pada akhirnya. Kau menyerah, Laura. Dasar munafik!’ sisi lain dirinya mengutuk.

Reve yang semula meninggalkannya kembali ke kamar mandi. Dengan gerakan cepat dan tak terduga, Reve mengangkat tubuh Laura yang masih menggigil dari bak mandi. Air menetes dari tubuhnya, membasahi karpet mewah di lantai. Laura mencoba melepaskan diri, tapi kakinya lemas, dan tenaganya sudah habis terkuras.

Reve dengan cekatan membalutkan handuk kimono berbahan lembut berwarna krem pada tubuh Laura, merapatkan erat-erat hingga Laura terhindar dari hawa dingin. Tangannya, yang tadi kasar dan penuh nafsu, kini terlihat hati-hati. Seolah menyadari betapa rentannya gadis di hadapannya.

Dia berjalan ke panel AC di dinding, mengatur suhu ke angka 27 derajat. Udara hangat segera mengalir pelan, membungkus Laura dalam kehangatan yang menenangkan.

“Tetaplah di sini sampai pelayan lain mengantarkan pakaianmu,” kata Reve, suaranya rendah namun tak lagi mengandung amarah atau desakan.  

Laura mendongak, matanya merah dan bingung. Ia memandangi Reve yang tiba-tiba berubah dari pria liar yang menghancurkannya, menjadi seorang lelaki yang peduli. Reve menghindari pandangan Laura, mengambil bathrobe-nya sendiri dan mengenakannya dengan gerakan cepat.

“Aku akan meminta Argo mengantarmu ke kamarmu nanti,” tambah Reve, masih tanpa menatap Laura. “Jangan keluar sampai kau benar-benar hangat.”

Sebelum Laura bisa berkata apa pun, Reve sudah berbalik dan meninggalkan kamar mandi, meninggalkannya sendirian dengan handuk kimono yang masih menyimpan aroma wanginya. Campuran aroma oud dengan manis vanila yang membuat Laura merasa nyaman.

Laura terduduk di bangku marmer dekat wastafel, tubuhnya masih gemetar, tetapi bukan karena hawa dingin. Perubahan sikap Reve yang drastis membuatnya lebih bingung daripada kemurkaannya. Bagaimana mungkin pria yang sama yang baru saja memperlakukannya dengan kasar, kini bertindak seolah ingin melindunginya?

Di balik pintu, Reve bersandar di dinding, tangannya menutupi wajah. Bahunya naik turun oleh napas yang berat. Bahkan ia sendiri tidak mengerti apa yang baru saja ia lakukan. Apakah itu bentuk penyesalan, ataukah hanya cara lain untuk mengontrol Laura?

Setiap kali ia menyakiti Laura, ia juga menyakiti dirinya sendiri. Dan mungkin, hatinya mulai lelah dengan rasa sakit yang terus berulang itu.

“Sialan!” Reve mengepalkan tinjunya ke udara.

Sebuah ketukan di pintu kamar Reve seolah menghentikan waktu. Reve yang masih mengenakan bathrobe membuka pintu. Wajah Argo muncul di hadapannya.

“Maaf, Tuan. Mobil Nona Shara sudah melewati pintu gerbang,” Argo mengatakannya tanpa ragu.

Reve mengangguk. “Kalau begitu gendong dia ke kamarnya.” Dagu Reve mengisyaratkan Argo untuk masuk dan melihat sendiri bagaimana keadaan gadis yang masih menggigil ketakutan itu.

Argo mengikuti langkah Reve perlahan. Ketika pintu kamar mandi dibuka, pupil mata Argo melebar sesaat. “Laura?”

“Antar dia ke kamarnya. Apa yang kau lihat sama sekali bukan hal yang sebenarnya,” Reve dengan suara bassnya segera menjelaskan.

Argo hanya menuruti perintah. Ia merangkul tubuh gadis itu lalu menggendongnya. “Saya akan mengantar dia ke kamarnya,” katanya.

Saat langkah Argo melewati pintu kamar Reve, Laura berbisik, “turunkan aku, Argo.”

“Tuan memintaku untuk mengantarkanmu sampai kamar. Diamlah dan terima saja. Nona Shara akan segera sampai. Dan kita harus melayani Nona Shara,” kata Argo.

Laura akhirnya mengangguk. Berada dalam gendongan Argo membuatnya seperti gadis kecil dalam gendongan sang ayah.

“Sebenarnya apa yang terjadi padamu? Kenapa kau ada di kamar Tuan?” tanya Argo.

“Bajuku basah karena terpeleset di kamar mandi,” kata Laura.

“Nah, sudah sampai,” Argo menurunkan Laura perlahan-lahan di depan pintu kamarnya.

“Terima kasih, Argo,” ujar Laura.

“Ya. Kau harus segera berganti pakaian dan kita harus menyambut Nona Shara,” katanya.

Saat Laura membuka pintu, Argo menghentikan langkah sesaat. “Laura.”

Laura menoleh. “Ya?”

“Selalu berhati-hati pada Tuan. Aku tidak ingin kau kenapa-napa,” pesannya sebelum meneruskan langkah.

Laura mengangguk pelan. Perhatian kecil itu membuat Laura merasa tak nyaman.

‘Apakah aku pantas mendapat perhatian seperti itu dari orang lain?’ tanya hatinya.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjerat Hasrat Tuan Muda Kejam   Bab 16

    Laura tertegun, memandang lurus jauh ke depan jendela dapur, tatapannya terpaku pada pasangan di taman. Reve dengan setelan jasnya yang sempurna, dan Shara yang berjalan anggun dengan gaya seperti putri bangsawan dalam dongeng. Tanpa sadar, ia menunduk, memandangi sepatu lusuhnya yang sudah usang dan penuh noda. Sebuah perbandingan yang menyakitkan.Ingatan malam-malam kemarin bersama Reve tiba-tiba saja melintas pikirannya. “Sebenarnya aku ini apa bagimu?” bisiknya pada diri sendiri.Melihat Reve yang tertawa lepas bersama Shara. Meski suaranya tak terdengar, Laura bisa merasakan kebahagiaan tuannya saat itu.Tiba-tiba, sentuhan di bahunya membuatnya tersentak. Merry, pelayan dapur lainnya, berdiri di sampingnya dengan wajah khawatir.“Laura. Apa yang kau lakukan? Jarimu berdarah.”Laura menatap jari telunjuknya yang tergores pisau. Darah menetes ke talenan, bercampur dengan irisan wortel yang baru saja dipotongn

  • Terjerat Hasrat Tuan Muda Kejam   Bab 15

    Tangan Reve meremas dan menarik rambut Laura, memaksanya menengadah. Sakit dan nikmat bercampur menjadi satu, menciptakan badai sensasi yang membuat Laura limbung. Meski jiwanya berteriak menolak, tubuhnya mulai merespons dengan cara yang membuatnya malu. Desahan pendek lolos dari bibirnya yang tergigit. Mendengar suara rendah Laura itu, Reve bergerak semakin liar. Gerakannya menjadi lebih dalam dan teratur, seolah ingin membuktikan bahwa di balik semua penolakan, tubuh Laura juga memang menginginkannya. Air mata Laura mengalir deras, bercampur dengan keringat dan uap air yang panas, tetapi dia tak lagi melawan. Dia hanya bisa pasrah, membiarkan gelombang sensasi itu menerpa, sementara hatinya hancur berkeping-keping. “Lihat, kau memang milikku,” gumam Reve, suaranya penuh kemenangan dan keputusasaan.Dan di saat itu, Laura menutup mata, menyerah pada kontradiksi yang menghancurkannya antara rasa sakit yang menusuk dan kenikmatan yang tak

  • Terjerat Hasrat Tuan Muda Kejam   Bab 14

    Argo terkejut, tetapi segera mengubah rute laju mobilnya. Reve menutup matanya, membiarkan dirinya tenggelam dalam kelelahan dan konflik batin. Alasan yang ia berikan pada Shara memang mulia. Namun alasan sebenarnya adalah, d ia tidak bisa membayangkan berbagi ranjang dengan siapapun saat pikiran dan hatinya masih dipenuhi oleh Laura.Mobil yang dikemudian Argo berbelok ke rumah megah itu, berhenti di garasi. Reve buru-buru keluar dari mobil. Tanpa mengucapkan kata-kata apa pun, ia meninggalkan Argo yang masih kebingungan dengan sikap tuannya yang tampak berbeda.Lorong yang sunyi itu terasa begitu panjang dan dingin. Reve berdiri di depan kamar Laura. Kamar di sisi dapur. Kamarnya yang sederhana, terlihat tanpa cahaya.Reve bertanya dalam hati bagaimana Laura akan menatapnya setelah malam itu. Namun, aroma sabun cuci yang biasa melekat pada Laura masih tersisa, membuatnya yakin jika Laura berada di dalam kamarnya.Dengan tubuh

  • Terjerat Hasrat Tuan Muda Kejam   Bab 13

    Usai makan siang bersama itu, Shara mengajak Reve menuju butik untuk memilih gaun pernikahan mereka. Butik pernikahan yang eksklusif terasa sunyi meski dipenuhi gaun-gaun mewah yang berkilauan di bawah lampu kristal. Shara dengan semangat memilih-milih koleksi gaun pengantin, sementara Reve berdiri di dekat pintu, tangannya berada di saku celana.“Reve, Sayang, lihat yang ini!” seru Shara sambil mengangkat gaun berenda payet yang memantulkan cahaya. “Desainer gaun ini khusus terbang dari Paris kemarin. Apa menurutmu ini cocok untukku?”Reve mengangguk tanpa antusiasme, matanya kosong. “Ya, bagus. Pakai itu saja.” Shara mengerutkan kening, meletakkan gaun itu dengan sedikit kesal. “Kau bahkan tidak melihatnya, Reve. Ini penting bagiku. Bagi kita. Karena ini untuk pernikahan kita.”Dia mendekati Reve, tangannya yang halus meraih lengan Reve. Shara mencoba menenangkan dengan bertanya dalam nada lembut. “Ada apa? Kau sudah aneh se

  • Terjerat Hasrat Tuan Muda Kejam   Bab 12

    Reve memasang dasinya sedangkan Laura masih sibuk mendandani anak perempuan mereka.“Sudah selesai belum? Ayah harus segera ke kantor,” kata Reve.“Tunggu, Ayah. Ibu sedang membuat kepang di rambutku,” gadis kecil yang usianya empat tahun lima bulan itu protes.Laura tertawa. “Tunggu sebentar lagi, Ayah. Michelle tidak akan lama.”°°°Senyum masih mengembang di bibir Reve saat matanya terbuka. Untuk beberapa detik, ia masih merasakan kehangatan imajiner dari adegan mimpi yang baru saja dialaminya itu. Tawa Laura yang jernih, tangan kecil anak perempuan mereka yang memegangi jarinya, dan perasaan menjadi keluarga yang utuh.Namun kemudian, realitas kembali menghentakkan mimpinya ke dasar.Kamar hotelnya yang mewah terasa sunyi dan dingin. Tidak ada Laura yang sedang mengepang rambut putri mereka. Tidak ada Michelle—putri mereka yang cerewet memprotes. Hanya kesendirian yang menusuk, dan

  • Terjerat Hasrat Tuan Muda Kejam   Bab 11

    Kamar Laura diselimuti kegelapan yang pekat, hanya diterangi lampu tidur. Ia sengaja membuka tirai jendela kamarnya, membiarkan sinar bulan pucat yang menyelinap melalui celah dari tirai dan ventilasi jendela di sana. Laura baru saja memejamkan mata, berusaha melupakan kekerasan yang berhasil dilewatinya malam kemarin.Ketika pintu kamarnya terbuka dengan perlahan, Reve muncul seperti bayangan. Siluetnya menutupi cahaya lampu kamar yang remang-remang.Laura ingin berteriak, tetapi Reve sudah berada di atas tempat tidurnya dengan gerakan cepat yang membuat Laura semakin gemetar. Tangan Reve yang besar menutup mulut Laura, menekan dengan kuat hingga napasnya tersendat.“Jangan bersuara,” desis Reve.Suaranya serak dan gelap, seperti orang asing yang tidak dikenalnya.Dengan gerakan kasar, Reve merobek baju tidur Laura, kain flanel sederhana itu terkoyak dengan suara yang memekakkan telinga di kesunyian malam. Laura

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status