Serena membuka matanya ketika cahaya matahari masuk melalui celah gorden. Tubuhnya begitu sakit seakan dia baru saja lari maraton berkilo-kilo meter. Inti tubuhnya pun sangat nyeri, karena Kendrick tak membiarkannya istirahat. Pria itu menggempurnya hingga pagi.
Serena menatap ke samping dimana Kendrick yang masih tertidur. Wajah Kendrick terlihat begitu tenang berbeda saat Kendrick terbangun maka wajahnya terlihat tanpa ekspresi dan aura dingin menyebar. Serena mengambil bathrobe yang ada di lantai dan segera mengenakannya. Namun, ketika dia akan melangkah turun dari tempat tidur terdengar dering telepon membuat Serena segera mengangkat teleponnya dan mendengar suara Evan di seberang. "Hai, Serena! Aku punya kabar baik untukmu," Evan berkata dengan suara yang ceria. Serena penasaran dan bertanya, "Ada apa, Evan?” "Aku menawarkan pekerjaan sebagai staf di perusahaan kami," Evan menjawab. "Kamu akan bekerja sebagai staf Business Development, dan aku yakin kamu akan sangat cocok untuk posisi itu." Serena terkejut dan senang. "Sungguh?” Sebelumnya Serena memang sempat bertanya tentang pekerjaan kepada Evan. Evan adalah kakak kelas dia saat SMA dan mereka berteman cukup dekat meskipun tidak satu angkatan. “Tentu saja, apa aku pernah bercanda?” perkataan Evan membuat senyum Serena mengembang. “Tapi kamu harus datang hari ini juga, kamu pasti bisa bukan?” “Aku bisa, aku akan segera bersiap.” “Aku menunggumu di kantor, Serena.” “Tapi, apa yang harus aku kenakan?” “Apa saja selagi itu sopan dan membuatmu nyaman, Serena.” Serena mengiyakan dan berterima kasih kepada Evan. Dia tidak sabar untuk memulai pekerjaan barunya “Apa yang membuatmu senang sepagi ini, Bunny?” Suara Kendrick membuat Serena menoleh. “Saya mendapatkan pekerjaan dan hari ini harus segera ke kantor.” “Apa aku pernah berkata mengizinkanmu pergi?” Serena terdiam sejenak ketika mendengar perkataan Kendrick. Dia lalu mendekat ke arah Kendrick dengan tatapan memohon. “Tuan saya hanya pergi untuk bekerja dan akan kembali ke mansion ini, saya mohon izinkan saya,” tutur Serena yang memajukan bibirnya membuat dia terlihat imut di mata Kendrick. Kendrick menarik tubuh Serena hingga berada di atas dadanya. “Kamu semakin pandai menggodaku, Bunny,” tutur Kendrick yang meremas pantat Serena. “Kamu boleh pergi jika kamu berhasil membuatku selesai dalam satu jam.” Serena melihat jam dinding yang menunjukkan pukul enam pagi. Artinya dia memiliki waktu satu jam untuk bersiap setelah semua ini selesai. Meskipun miliknya terasa perih, Serena tetap melakukannya. Dia ingin sekali mendapatkan pekerjaan ini hingga dia pun langsung melumat bibir Kendrick. Di balik bathrobe yang Serena kenakan dia tidak mengenakan apapun. Serena merasakan milik Kendrick yang sudah bangun dengan sempurna. Maka dia langsung naik di atas tubuh Kendrick dan segera melakukan penyatuan. Serena mencengkam Kendrick dengan sangat kuat, erangan juga terdengar keluar dari mulut Kendrick. “Jangan terburu-buru Bunny, milikmu belum sepenuhnya siap itu justru melukai dirimu,” tutur Kendrick mengusap rambut Serena. Serena tidak peduli miliknya terasa robek di dalam sana, dia bertekad untuk memuaskan Kendrick agar dia bisa pergi bekerja. Serena menggoyangkan pinggulnya, jika semalaman permainan dikendalikan oleh Kendrick maka kali ini dia yang mengendalikan permainan. Serena bisa melihat wajah Kendrick yang begitu menikmati permainannya. Serena berusaha membuat Kendrick mencapai puncak tapi justru dirinya yang mencapai puncak terlebih dahulu. Serena ambruk di atas tubuh Kendrick dengan nafas yang tersengal-sengal. Setelah tiga puluh menit dirinya tidak dapat membuat Kendrick mencapai puncak. Justru dia telah mencapai puncak dua kali hingga rasanya dia tidak kuat lagi untuk melanjutkan. “Kamu menyerah, Bunny?” tanya Kendrick yang menatap wajah Serena yang ada di atas dadanya. Kendrick segera menurunkan Serena di sampingnya membuat penyatuan mereka terlepas. Dia menatap wajah Serena terlihat begitu lemas membuat Kendrick ingin langsung menerkamnya. “Mandilah agar kamu tidak terlambat ke kantor,” ucap Kendrick membuat mata Serena berbinar. “Sungguh Anda membiarkan saya pergi?” tanya Serena yang tidak percaya dengan apa yang Kendrick katakan. Kendrick pun menganggukkan kepalanya. “Tapi jangan pernah berpikir untuk pergi dariku.” “Tentu saja,” ucap Serena segera yang mengecup sekilas bibir Kendrick. Ketika Serena turun dari tempat tidur, dia terkejut tubuhnya langsung jatuh ke lantai. Kakinya terasa seperti jelly dan tidak ada tenaga sedikit pun. Serena mengerjapkan matanya. Serena mencoba bangun tapi kakinya benar-benar terasa seperti jelly. Astaga kenapa aku tidak bisa bangun? Batin Serena panik. Kendrick tanpa mengatakan apapun langsung menggendong tubuh Serena, membawanya masuk ke dalam kamar mandi. “Tuan apa yang akan Anda lakukan?” tanya Serena ketika Kendrick mendudukkannya di meja wastafel. “Mandi, bukankah kamu harus segera mandi agar tidak terlambat.” Ucap Kendrick yang tengah mengisi bathtub dengan air. Kendrick terlihat mengecek suhu air itu, setelah penuh dia kembali ke arah Serena. Kendrick melepaskan bathrobe yang Serena kenakan dia lalu kembali menggendong Serena dan masuk ke bathtub bersama. Serena cukup terkejut dengan sikap lembut dan penuh perhatian dari Kendrick. Mereka menyelesaikan mandinya kurang lebih lima belas menit dan saat itu kaki Serena sudah mulai normal. Serena kembali bisa berjalan dia keluar dari kamar mandi dengan mengenakan bathrobe. “Tuan, saya kembali ke kamar dahulu,” pamit Serena yang hanya dijawab anggukan kecil oleh Kendrick. Wajah Kendrick nampak kembali datar seolah tidak peduli dengan apa yang Serena lakukan. Serena berdiri di depan lemari pakaian, memilih pakaiannya dengan bingung. Dia ingin hari pertama bekerja berjalan dengan baik, dan dia tahu bahwa penampilannya akan memainkan peran penting dalam mencapai tujuan itu. Dia memilih beberapa pakaian, tapi tidak ada yang membuatnya merasa yakin. Dia ingin terlihat profesional, tapi juga ingin menunjukkan kepribadian dan gayanya sendiri. Akhirnya, dia memilih sebuah rok berwarna cream dengan atasan putih yang sederhana tapi elegan. Serena juga memilih outer semi formal yang warnanya senada dengan rok yang dia kenakan. Tak lupa Serena memilih sepatu hak tinggi yang cocok untuk pakaiannya. Dia kembali merasa beruntung Kendrick menyiapkan semuanya untuk dirinya. Serena melihat dirinya di cermin dan merasa puas dengan penampilannya. Dia tahu bahwa dia telah membuat pilihan yang tepat, dan dia siap untuk menghadapi hari pertama bekerja dengan percaya diri. Dia mengambil napas dalam-dalam, memastikan bahwa dia telah siap untuk menghadapi tantangan baru. Dia kemudian berjalan keluar dari kamar, siap untuk memulai hari pertama bekerja. Saat keluar dari kamar, Serena bersamaan dengan Kendrick yang juga keluar dari kamar. Kendrick terlihat dengan setelan jas berwarna hitam membuat aura dominannya semakin terasa. “Kemarilah,” panggil Kendrick membuat Serena mendekat. Kendrick langsung mengecup bibir Serena dan dia melingkarkan tangannya di pinggang Serena. “Pastikan kamu pulang lebih dahulu untuk menyambutku, Bunny.” “Aku akan selalu usahakan itu, Tuan.” Kendrick membawa Serena menuju ke lift, tangannya masih berada di pinggang Serena membuat Serena bisa mencium jelas aroma parfum Kendrick. Saat pintu lift terbuka terlihat Verdi yang telah menunggu mereka di depan lift. “Selamat pagi Tuan, selamat pagi Nona,” sapa Verdi yang menundukkan badannya. Mereka berjalan ke arah ruang makan diikuti oleh Verdi. Serena mengikuti Kendrick yang duduk, pelayan mengambilkan makanan untuk mereka. Lagi-lagi Serena membandingkan kehidupannya dulu bersama dengan Leo. Saat masih menjadi istri Leo, pagi Serena disibukkan dengan memasak untuk seluruh anggota keluarga. Tak hanya pagi, siang dan sore pun selalu Serena yang memasak. Mereka memang memiliki satu pelayan tapi khusus untuk bersih-bersih. Semua Serena lakukan sebagai pengabdian dan cintanya kepada Leonardo. Tetapi pria itu begitu kejam menjualnya begitu saja tanpa melihat perjuangan Serena selama ini. Sebenarnya setelah kematian ayah Serena, Serena mulai menyadari sedikit perubahan dari Leo. Tapi perubahan itu tidak signifikan, Leo hanya jarang menyentuhnya dan pulang lebih larut malam. Ketika Serena bertanya maka jawabannya tetap sama, dia banyak pekerjaan. Dan Serena yang begitu mencintai suaminya pun selalu percaya begitu saja dengan apa yang Leo katakan. “Bawa satu mobilku,” ucap Kendrick ketika pria itu tiba-tiba berdiri. “Aku harus berangkat sekarang juga, pastikan kamu tidak membuatku marah, Bunny.” Suara Kendrick berkata dengan rendah tetapi mencekam di telinga Serena. Serena pun menganggukkan kepala, dia menatap punggung Kendrick yang berjalan menjauh. Serena segera menghabiskan makanannya, setelah itu Verdi mendekat. “Nona, mari ikut saya,” ucap Verdi membuat Serena bangkit. Serena berjalan di belakang Verdi mengikuti pria paruh baya itu. Pria itu membuka sebuah lemari di sana terlihat banyak kunci mobil. Serena memicingkan matanya saat melihat begitu banyak kunci mobil mewah disana. “Nona bisa mengambilnya yang mana saja.” “Yang paling jelek yang mana, Paman?” tanya Serena. “Saya tidak begitu mengerti tentang mobil, Nona.” “Sebaiknya saya naik taxi saja, akan terlihat mencolok jika saya menaiki mobil mewah,” gumam Serena karena dia tahu semua kunci mobil itu adalah mobil mewah yang harganya lebih dari satu miliar. “Tapi Nona?” “Nanti biar saya yang mengatakannya kepada Tuan Kendrick.” “Baiklah, Nona.” Verdi hanya mengangguk, membiarkan Serena pergi menggunakan taxi yang dia pesan. *** Hari pertama Serena di kantor baru itu dimulai dengan perasaan cemas yang melilit hatinya. “Hy akhirnya kamu datang juga.” “Aku tidak terlambat, kan?” “Tidak, masih ada waktu sepuluh menit. Ayo ikut aku,” ajak Evan yang segera diikuti oleh Serena. Evan, dengan senyum ramah, membimbing Serena untuk berkeliling kantor. “Aku senang kamu mau bergabung dengan kami,” ucap Evan saat mereka tengah berjalan. “Aku yang seharusnya senang karena kamu menawarkan pekerjaan ini,” balas Serena. “Aku mengenal kamu sejak dulu dan aku tahu kamu akan cocok di posisi ini,” jelas Evan yang kembali tersenyum. “Oh ya aku kenalkan dengan Kakakku, dia CEO disini,” sambung Evan yang dijawab anggukan kepala oleh Serena. “Aku dulu tidak percaya kamu berasal dari keluarga kaya yang pengaruhnya sangat besar di kota ini.” “Kenapa kamu tidak percaya?” “Sikap kamu sangat berbeda dengan anak orang kaya yang lain, mereka terang-terangan menyombongkan diri. Sedangkan kamu tampak sederhana.” Evan terkekeh mendengar perkataan Serena, membuat Serena mengerucutkan bibirnya. Evan menatap Serena dengan tatapan yang tidak terlalu jelas. Tapi, jika dilihat lebih dekat, dapat terlihat jika ada sesuatu yang tersembunyi di balik tatapannya itu. Pintu lift terbuka, mereka keluar dari lift dan berjalan ke arah ruangan CEO. Ketika tiba di ruangan CEO, pintu terbuka dan Serena terkejut bukan kepalang. Di sana, berdiri Kendrick. Detak jantung Serena semakin kencang, dan tangannya mulai berkeringat. Kendrick memandangnya dengan ekspresi yang tidak bisa dibaca. Serena merasa bumi serasa ingin membelah, dia harus bekerja di bawah pengawasan pria yang membelinya. Dan lebih parahnya lagi, Evan teman baiknya, yang ternyata adalah adik Kendrick.“Besok, Mama mau kamu makan malam dengan Mam,” ucap Teresa yang menatap anaknya yang tengah menyetir. Kendrick tidak menanggapi perkataan Teresa dia diam dan fokus menyetir berharap segera sampai di mansion utama. “Ken, apa kami tidak mendengar Mama?” suara Teresa kembali meninggi membuat Kendrick menoleh. “Apa lagi yang mau Mama bicarakan denganku? Semua tidak akan mengubah keputusanku, Ma,” ucap Kendrick tanpa menoleh ke arah Teresa. “Aku akan tetap menikahi Serena, meskipun kalian menentang.”“Kendrick! Kenapa sih kamu tidak pernah mau mendengarkan Mama? Cari wanita manapun dari keluarga terhormat, Ken!”“Dia masih keluarga Quirino, jadi tidak ada alasan lagi untuk Mama mengatakan jika dia bukan berasal dari keluarga terhormat.”“Tapi dia lahir diluar pernikahan, sadarlah Ken.”Kendrick menghela nafas, dia merasa muak terus berdebat dengan Mamanya sendiri. Tidak peduli pandangan orang lain, Kendrick tetap menginginkan Serena dan dia akan mempertahankan Serena agar tetap disisinya
Serena duduk di tepi ranjang, pandangannya kosong menatap dinding kamar yang sunyi. Satu bulan berlalu sejak hari itu di kantor, ketika Teresa datang tanpa diundang, menebarkan ketegangan yang tak pernah Serena bayangkan sebelumnya. Hatinya terbelah antara rasa ingin bertahan dan tekanan yang semakin menyesakkan. Minggu lalu ia resmi mengundurkan diri, keputusan yang dibuat setelah berhari-hari menahan tatapan dingin dan bisik-bisik yang tak pernah diucapkan, namun terasa begitu nyata.Pintu kamar terbuka perlahan, Kendrick masuk dengan langkah pelan. Melihat Serena yang masih duduk termangu, wajahnya berubah khawatir. Ia mendekat, duduk di sampingnya dan meraih tangan Serena yang dingin. "Sayang, apa kamu baik-baik saja?" suaranya lembut, penuh perhatian. “Kamu sudah pulang, Ken?” ucap Serena yang kemudian melihat jam yang ternyata sudah pukul tujuh malam. “Iya Sayang, kamu kenapa melamun?”“Tidak apa-apa, aku hanya bingung harus melakukan apa dirumah,” ucap Serena berbohong. Kend
Kantor Alonzo Group hiruk-pikuk. Suara bisik-bisik memenuhi ruang kerja, menciptakan atmosfer tegang yang tidak bisa diabaikan. Serena duduk di mejanya, wajahnya pucat saat melihat layar komputernya. Foto-foto dirinya dan Kendrick memenuhi forum kantor. “Serena, lihat ini!” Luna, rekan kerjanya, berlari menghampiri, wajahnya memancarkan kekhawatiran. “Kamu dan Pak Kendrick! Ini gila!”Serena menelan ludah, jantungnya berdegup kencang. “Kenapa bisa tersebar?” tanyanya dengan suaranya bergetar.“Entahlah, tapi semua orang membicarakannya,” Sofia menjawab, tidak dapat menyembunyikan rasa kekhawatirannya. “Kamu baik-baik saja, Serena?” tanya Maudy yang melihat wajah pucat Serena.“Kak, tenanglah,” tutur Sofia. Mereka mengerti apa yang menjadi kekhawatiran Serena. Di luar kantor, Kendrick yang baru selesai bertemu dengan klien mendengar kabar dari Julian, asisten pribadinya. “Julian, apa maksudnya ini? Mama sedang dalam perjalanan ke kantor?” Suara Kendrick terdengar tegang, mencermink
Mentari pagi menerobos masuk melalui celah gorden, membekukan lembut wajah Serena. Ia mengerjap, merasakan kehangatan di sekitarnya. Kendrick. Pria itu sudah bangun, menatap dengan senyum teduh yang selalu berhasil menghangatkan hatinya."Selamat pagi, sayang," bisik Kendrick, mengecup bibir Serena singkat namun penuh kasih. Serena membalas senyumannya."Pagi, Ken. Mandi sana, nanti telat ke kantor." Kendrick menggeleng, senyumnya semakin lebar."Tidak ada kantor hari ini untukku." Serena sedikit mengerutkan keningnya. “Maksudmu?”"Aku ingin menghabiskan hari ini bersamamu." "Tidak bisa, Ken. Aku juga harus ke kantor." Raut kekhawatiran langsung tergambar di wajah Kendrick."Kamu yakin Sayang?” Serena mengangguk, dia lalu berkata. “Aku ingin kembali bekerja. Aku tidak bisa terus menerus berdiam diri di rumah,bukan?” Suaranya lirih, namun terdapat ketegasan di dalamnya.Kendrick menatap Serena dengan lembut dan penuh pengertian. Mungkin benar, kembali ke rutinitas seperti biasa akan me
"Aku senang kalau kamu sudah mulai tersenyum lagi," kata Kendrick akhirnya, suaranya lebih lembut dari biasanya, seperti mendengarkan alunan lagu yang merdu.Serena terdiam, merenungkan kata-kata Kendrick. Ia menyadari perubahan dalam dirinya sendiri. Rasanya seperti menemukan secercah cahaya di ujung lorong gelap yang tak berujung.Namun, meskipun ada perubahan positif, ia masih tidak yakin dengan apa yang sebenarnya ia rasakan. Apakah ini hanya ilusi dari rasa rindu akan kebahagiaan yang sudah lama menghilang, ataukah ada sesuatu yang nyata?Kendrick tidak berbicara untuk beberapa saat, hanya menemani Serena dalam diam. Serena menghela nafas pelan, menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi, mencoba meredakan pikirannya yang terus berputar."Aku ingin kamu tetap disisiku, Sayang," kata Kendrick tiba-tiba, membuay suasana tenang yang sebelumnya ada di antara mereka. Serena langsung menegang. Ia menoleh menatap Kendrick, tetapi pria itu tetap menatap lurus ke depan, seolah-olah sedang b
Pagi itu, Kendrick memutuskan untuk Angin sejuk menerpa wajahnya. Dia memperhatikan sekeliling—anak-anak bermain di kejauhan, pasangan muda berjalan bergandengan tangan, dan beberapa orang tua duduk menikmati sore dengan segelas kopi. Semua orang tampak... menjalani hidup.Serena menggenggam lengan bajunya sendiri, merasa terasing di antara mereka. Kendrick berdiri di sampingnya, diam, memberi Serena waktu untuk menyesuaikan diri dengan dunia luar yang terasa asing."Ayo duduk," katanya akhirnya, menunjuk bangku kayu di bawah pohon rindang. Serena menurut, meskipun hatinya masih berat. Mereka duduk berdampingan dalam keheningan, hanya suara burung dan tawa anak-anak yang terdengar."Kamu tahu," Kendrick akhirnya membuka suara, "Aku dulu benci tempat kayak gini." Serena menoleh, keningnya berkerut. "Kenapa?" Kendrick mengangkat bahu. "Karena terlalu ramai. Terlalu banyak orang dengan kehidupan mereka masing-masing, sementara aku sIbuk dengan kehidupanku yang berantakan."Serena terdia