Share

Beken 2

*Happy Reading*

"Apa?! Dibatalkan?" seruku dengan lantang, saat pagi itu mendapat kabar dari Lika tentang salah satu kontrak kerjaku, yang sudah terjadwal dari dua bulan yang lalu, namun tiba-tiba dibatalkan secara sepihak oleh sponsor.

Astaga. Ini masih pagi, loh. Tapi kenapa sudah ada kabar buruk seperti ini saja. Mood-ku langsung anjlok seketika.

"Bukan hanya itu, Dev. Kita juga kena denda gede banget dan diminta bayar secepatnya sama mereka. Soalnya, katanya kita sudah melakukan pembohongan data diri."

Hah?! Apa pula itu? Mereka yang membatalkan kontrak, mereka juga yang kini minta denda. Gila! Di sini kan aku yang dirugikan, kenapa aku pula yang harus keluar uang banyak? Otak mereka di mana, sih? 

"Ya ampun, Lik. Kok bisa kayak gini, sih? Ini gimana ceritanya, coba? Kenapa kita bisa kena tuduhan itu? Emang pas adain kerja sama lo ngapain?" tanyaku kemudian, meminta penjelasan lebih detail pada Lika yang memang biasa mengurusi hal ini.

"Lah, gue juga gak ngerti, Dev. Gue terima kerja sama kek biasanya, kok. Nyiapin segala yang di butuhkan juga kek biasanya. Gak ada yang beda, dan biasanya juga gak kenapa-napa, kan? Makanya kali ini, gue juga bingung kenapa kita kayak gini?" terang Lika membela diri.

"Kalau memang sudah seperti yang seharusnya. Kenapa sampai ada tuduhan itu? Dan lagi ... data diri siapa yang di curigai?"

"Elo!"

Eh?

"Kok, gue?" beoku dengan bingung akhirnya. Saat Lika tiba-tiba menunjuk hidungku.

"Ya iyalah, elo. Kan modelnya elo. Jadi ya data diri elo lah yang di kasih. Ya kali gue. Siapalah diri ini, Dev? Cuma kangkung yang gak sengaja nyelip di gigi depan saat makan lalapan," jawab Lika santai, tapi sukses membuat aku kembali kesal.

Bisa-bisanya dia ingat makanan seenak itu saat begini. Kan aku jadi lapar. Kebetulan aku juga belum sarapan tadi. 

Tentu saja, dapat masalah di saat lapar itu sangat menyebalkan!

"Nah, kalau gitu, kenapa bisa masalah, Lik? Lo kasih data diri gue bener-bener, kan? Gak ketuker sama data dirinya Si Murni, OB baru itu? Mentang-mentang nama depannya mirip, lo jadi salah kasih data. Mata lo masih waras, kan?" Akhirnya, aku pun mengembalikan topik.

"Nggak mungkinlah! Kan, tadi udah bilang. Gue nyiapin berkasnya seperti biasanya. Lagian, mana ada gue pegang data diri si Murni. Itu mah bagian agennya dialah, gak ada urusannya sama gue," bela Lika meyakinkan.

"Ya, terus? Kenapa bisa gini? Kenapa gue harus kena bayar denda, Lika! Gue gak punya duit ya Allah. Baru juga mau OTW beken. Masa udah tekor duluan." Aku menyugar rambutku karena hampir depresi.

Bagaimana tidak depresi? Jumlah dendanya itu besar banget! Saldo di ATM ku nggak ada seperempatnya dari jumlah itu. Nah, bagaimana coba, aku bayarnya?

Jual panci? Jual baskom? Atau jual kulkas, yang lebih mahal? Mana cukup!

"Kenapa gak dilaporin aja, Mbak? Siapa tahu klien Mbak itu cuma lagi nyari untung dari artis baru seperti Mbak Devi," ucap Toto, fotografer agensi yang menaungiku. Tiba-tiba ikut menyahut setelah dari tadi hanya nyimak sambil membenarkan lensa kameranya.

Plak!

Mendengar sahutan Toto. Tanganku pun auto melayang pada kepalanya. Soalnya aku gemas dengan jawabannya. Dia kira masalah ini mudah, apa?

"Lo kata lapor sama nyewa pengacara gak pake duit? Pake juga, ngab. Gak sedikit pula. Kan dibilang, gue lagi kere sekarang. Saldo gue udah tipis banget kayak baliho partai di pasar."

Toto pun mengusap kepalanya dramatis, seraya mencebik kesal padaku.

"Gak pake geplak berapa, sih? Perasaan dari awal kita kenal, tangan lo suka banget nemplok di kepala gue. Ngeri ayan gue lama-lama," sahutnya kemudian. 

Aku pun memutar mata jengah menanggapinya. Karena bukan rahasia umum lagi, jika Toto ini selain  menyebalkan. Juga lebay.

"Bodo! Makanya kalau gak bisa bantu, mingken! Gak usah banyak bacot kek sales asuransi."

Toto kembali mencebik kesal. Sebelum menaikan bahunya acuh. Tapi kali ini dia tidak menimpali lagi. Mungkin karena takut aku pukul season dua.

"Lagian mau laporin gimana? Lawan kita orang gede, To. Salah satu pemilik stasiun televisi negeri ini. Laporin dia, sama aja bunuh diri." Lika memperjelas masalah. Membuat aku makin kesal saja.

Asli! Kesalku sudah tingkat kabupaten karena masalah ini.

'Tuh orang siapa, sih? Dan ada masalah apa sama aku, coba? Kenal, kagak. Resek, iya. Sengaja banget kek nya mau jadi polisi tidur di jalan karierku.'

Gagal aku jadi artis OTW Beken?

"Terus gimana sekarang? Mbak Laras kasih solusi, gak?" Mendesah panjang, aku pun bertanya kembali pada Lika.

Mbak Laras itu pemilik Agensi yang menaungiku. Jadi sebagai atasan, tentunya dia pasti sudah tahu permasalahan ini. Semoga saja dia tidak lepas tangan.

"Mbak Laras juga bingung. Soalnya setelah di cek. Data lo sesuai yang ada di berkas office, kok. Makanya dia coba atur waktu buat kita ketemuan sama Pak Alexander. Ya ... siapa tahu ini cuma miscom doang?" 

Syukurlah ... setidaknya, aku tidak berjuang sendiri.

"Lal--"

"Dev, di tunggu Mbak Laras di ruangannya."

Baru saja ingin bertanya lagi. Amanda, salah satu teman satu Agensi tiba-tiba muncul, dan memberikan info dari orang yang sedang kami bicarakan.

"Sekarang?"

"Nanti."

"Kapan?

"Saat Mbah surip bangkit kembali buat ngelamar lo."

Eh, si bego! Orang aku serius. Malah diajak becanda. Gak tahu apa, aku lagi stress begini? 'Ah ... gue sentil. Luntur dah susuk lo!'

"Jangan becanda, Man. Gue lagi pusing ini."

"Iya, iya, sorry. Becanda doang, Dev. Biar lo gak perlu suntik anti aging." Manda malah terkekeh tanpa rasa bersalah sama sekali.

"Iya, sekarang, Devia. Buruan sana temuin. Tapi ... lo sendiri aja. Gak usah ajak Lika," beritahu Manda lagi.

"Kenapa?" Tak ayal aku pun bertanya dengan kepo.

"Mana gue tahu. Mbak Laras cuma bilang gitu doang, tapi gak jelasin alasannya. Jadi ... turutin aja kenapa, sih? Udah ya, gue cabut dulu. Bye cinta!"

Setelah itu, Amanda pun pergi dengan riang. Meninggalkan aku yang kini malah bertukar pandang dengan Lika. 

'Kenapa cuma aku yang di panggil? Kenapa Lika enggak? Kan, yang bertanggung jawab atas semua kontrak kerjaku si Lika. Lah, enak banget nih wedok tak berbiji lepas dari hukuman. Jadi, semua aku gitu yang harus nanggung? '

Duh ... ini sih beneran bakal gagal OTW beken.

"Elah, Mbak. Bukannya buruan ke ruangan Mbak Laras. Malah tatap-tatapan sama Lika. Bae-bae baper kalian. Nanti kalian jadi jeruk makan jeruk, deh."

Plak! 

Tanganku dan Lika pun otomatis terangkat ke kearah Toto. Menggemplak dengan kompak mulut embernya yang memang lebay.

"Gue masih doyan batangan!" teriakku dan Lika tak kalah kompak.

"Tita juga suka batangan. Apalagi yang segede tangan. Ugh ... Tita suka banget. Nanti kapan-kapan kita beli batangan bareng ya, Tante?"

Mendengar sahutan asing itu. Kepalaku pun sontak berputar ke sumber suara, yaitu ambang pintu ruangan ini. 

Dan di sana, aku menemukan Tita, bocah perempuan yang ingin membeliku beberapa hari lalu di toko jam.

Lalu, tak lama setelah kedatangan Tita. Bapaknya menyusul di belakangnya. 

Ya ampun ... jangan-jangan ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status