Share

Beken 3

*Happy Reading*

"Jadi Bapak yang sudah membatalkan kontrak secara sepihak, bahkan menuntut saya dengan denda besar?"

Seperti dugaan, ternyata kekacauan hari ini, ulah si papa yang seenaknya menuduh aku menyalahi kontrak yang sudah dibuat. Hanya karena ucapanku tempo hari pada Tita yang mengaku akan menikah segera.

Memang sih, dalam kontrak itu, aku diharuskan masih singel, dan dilarang menikah sebelum kontrak berakhir. Tidak ada yang salah dan tidak ada yang menyalahi aturan. Hanya saja, kebohonganku tempo hari yang membuat si papa seenaknya membatalkan kontrak, dan ... memang sepertinya pria ini sedang kurang kerjaan.

"Saya hanya melakukan apa yang sudah seharunya saya lakukan pada artis nakal seperti kamu," jawabnya acuh, seraya menatap aku intens dari balik meja di ruangan Mbak Laras yang akhirnya kami pinjam untuk diskusi berdua saja. 

Akan tetapi, kalian dengar sendiri bagaimana jawabannya barusan, kan? Dia memang sepertinya ingin cari gara-gara denganku saja. Padahal kan, waktu itu aku hanya berbohong pada Tita. Agar tidak ditawar, dan di bawa pulang untuk dijadikan mama barunya.

Siapa sangka? Aku sudah berbohong pada orang yang salah, karena ternyata si papa ini orang yang cukup berpengaruh di dunia entertainment yang sedang aku geluti.

Aksha Malvino Putra Alexander. 

Owner dari sebuah perusahaan, yang menaungi beberapa agensi, juga perusahaan lain yang bergerak di dunia hiburan.

'Aku kayak cari mati, ya?'

Tetapi, wajar sih, jika aku sampai tidak mengenali pria hebat seperti dia, pada perjumpaan pertama kami. Itu semua karena Pak Aksa ini biasa berkerja di balik layar, jarang muncul di media dan ... sedikit misterius, katanya. 

Ya ... pokoknya, setipe dengan Ammar, suami Si Nurbaeti. Bedanya, dari orok Ammar itu sudah sering show off ke media. Sementara keluarga Pak Aksha terkesan tertutup dan tidak suka tampil di publik. Jadi untuk namanya, mungkin aku sering mendengar, tapi untuk wajahnya, tidak. 

Jadi, ini bukan sepenuhnya salah aku. Siapa suruh waktu itu gak ngajakin kenalan?

"Tapi, saya bukan artis nakal, Pak!" bantahku keras.

"Tapi kamu berbohong pada Tita," sahutnya cepat.

Benar dugaanku. Itu adalah biang utamanya. Hanya karena kebohonganku tempo hari, dia bikin aku hampir stress hari ini. 

Aneh. Dia usia berapa, coba? Kenapa tidak bisa membedakan ucapan candaan dan keseriusan? Kenapa pula harus mencampur aduk kan masalah pribadi dan kerjaan? 

Tidak profesional!

"Saya gak bermaksud berbohong, Bapak."

"Lalu?"

"Saya hanya ... ya ... tidak tahu cara menolak keinginan anak Bapak itu."

"Kenapa kamu harus menolak?"

Eh? Kok?

"Kenapa pula saya harus terima?" Akhirnya aku bertanya balik, karena bingung harus menanggapi apa pertanyaan Pak Akhsa yang terakhir.

Aku gak mungkin jawab karena dia sudah berbuntut dua, dan aku gak mau nasibku sama kayak si Intan, kan? Nanti dia sakit hati, bagaimana?

Duda itu bukan aib. Tapi juga tidak bisa dibanggakan. Jadinya, aku bingung jika harus menghadapi seorang duda. 

"Karena saya tampan dan punya masa depan bagus. Saya bisa mewujudkan mimpi kamu jadi bintang, bahkan jadi super bintang pun, saya sanggup. Yakin kamu tidak tertarik?"

Aku pun seketika speechless. 

Ya ampun, aku gak nyangka seorang bisnisman kenamaan seperti Pak Aksa ini, ternyata punya kepercayaan diri yang mengkhawatirkan. 

Memang sih, apa yang disebutkannya tadi gak ada yang salah. Tapi tetap saja, aku gak nyangka dia sesombong itu. Lagipula, aku bukan tipe orang yang suka ambil jalan pintas. 

Moto hidupku adalah, kalau ada yang  sulit kenapa harus ambil yang mudah? Gak ada tantangannya kalau mudah, ya kan? Jadi mending ambil yang susah aja biar kelihatan kerja. Bener, gak?

"Munafik jika saya bilang tidak tertarik. Sebagai manusia yang punya ambisi, saya pun punya cita-cita seperti yang anda tawarkan. Hanya saja, jika taruhannya adalah pernikahan dan masa depan sampai tua. Saya lebih baik mundur," tolakku dengan tegas.

"Kenapa?" tuntutnya.

"Karena pernikahan bukan hal sepele. Bagi saya, Pernikahan adalah hal luar biasa yang harus saya pikirkan secara serius. Karena saya hanya ingin menikah dengan orang yang tepat, dan waktu yang tepat." Aku mencoba menjawab sebijak mungkin.

"Dan menurut kamu, saya bukan orang yang tepat?" cecarnya lagi.

"Saya tidak bilang begitu," bantahku cepat.

"Lalu?" Dia masih mengejar.

"Saya tidak tahu. Karena saya kan,  belum mengenal Bapak dengan baik."

"Kalau begitu kenali saya lebih baik lagi."

"Maksudnya?" Aku bertanya dengan bingung.

"Ayo kita pacaran."

Hah?!

Satu detik

Dua detik

Tiga detik, dan ....

"Haaahh ...." Aku pun akhirnya mendesah panjang setelahnya.

Capek aku ngadepin yang kayak gini. Mentang-mentang punya duit, punya nama besar, dan punya jabatan. Seenaknya aja kalau ambil keputusan. 

'Dia kira pacaran itu gampang?' Aku membatin dengan kesal seraya mencebik diam-diam.

Tidak, Sebenarnya emang gampang, sih? Cuma butuh satu orang cewek dan cowok. Lalu kata, "mau gak jadi pacarku?" Dan ... tara ... jadilah pasangan. 

Namun masalahnya adalah, aku udah capek pacaran. Karena membuka hati dan kembali menyesuaikan dengan orang baru itu melelahkan. 

Iya, kalau pacarannya langgeng. Lalu bisa sampai ke pelaminan. Nah, kalau tidak cocok? Putus lagi, nyari orang baru lagi, buka hati lagi, penyesuaian lagi, Aahhh ... buang tenaga. 

Capek tahu kayak gitu, tuh. Buang-buang waktu saja. Menurutku lebih baik sendirian saja. Menunggu jodoh tepat sambil memperkaya diri, agar bisa shoping tanpa melihat bandrol.

"Saya gak mau!" Aku kembali menolak dengan tegas.

"Kenapa lagi?" Pak Aksa mulai terlihat kesal dengan jawabanku.

"Karena di usia saya yang sekarang bukan waktunya lagi buat pacaran." Aku masih berbohong.

"Ya kalau begitu ayo kita menikah!" jawabnya dengan santai.

Astaga! Nih duda kenapa gigih sekali seperti si Bella, ya? Punya hubungan apa mereka sebenarnya? Sifat memaksanya sama!

"Bapak, ih. Pacaran aja saya gak mau, ini ditawarin menikah. Saya gak mau, Bapak!"

"Ya, tapi kenapa? Saya kurang apalagi sampai kamu terus menolak?"

Kurang single! 

Maunya aku menyahut seperti itu. Biar dia sadar diri sekalian. Beruntung aku masih punya hati, dan otak waras hingga tidak mau semakin cari ribut dengan orang ini. Soalnya, aku masih butuh cuan dari dunia entertaiment yang dia kuasai, agar bisa shoping tanpa lihat bandrol harga.

"Gak ada yang kurang kok sama Bapak. Bapak itu udah perpect 100%. Justru di sini masalahnya adalah saya! Saya yang belum mau punya hubungan apa pun, dengan pria manapun." Aku masih berbohong.

"Termasuk sama saya?" Wajah pria itu benar-benar tak terima dengan keputusanku.

Anda justru yang paling khusus!

"Iya! Termasuk Bapak, dan pria manapun!" Aku pun akhirnya memberi ketegasan pada Pak Aksa agar dia tahu, jika aku serius dalam hal ini.

Pak Aksa pun terdiam sejenak, seraya mengetuk-ngetuk jarinya pada dagu sambil menatap aku lekat. 

"Saya heran, kok ada wanita bodoh seperti kamu?"

Heh? Maksudnya?

"Padahal ada berlian di depan mata. Bukannya diambil dan disimpan, malah di tolak. Waras kamu?"

What the hell! 

Kepercayaan diri pria ini benar-benar mengkhawatirkan. Sangat mengundang sekali untuk dijitak, atau dilempari sendal bakiak sekalian. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Alvin Subeki
Ini bapaknya bella kayaknya. Ketukar sama si dika ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status