Share

4

Maira berjalan pelan lalu melirik sekitar. Ia mendongak menatap langit yang masih gelap. Dia menarik dan membuang napas kasar.

"Dasar, aku tertipu dengan kebaikannya dulu," gumam Maira.

Wanita itu merogoh ponselnya, lalu menelepon seseorang.

"Tolong jemput, aku ada di jalan ...," pinta Maira.

Seseorang yang masih dalam keadaan setengah sadar itu. Berusaha membuka mata.

"Dijalan mana? Kamu yang bener aja Dek. Ini pasti masih malam, Abang ngantuk Dek jangan ganggu," tutur David.

Maira menghela napas, bahkan wanita itu masih sesegukan. Membuat David terheran mendengar hal tersebut.

"Kenapa kamu begitu? Apa kamu baru saja menangis?" tanya David bertubi-tubi.

"Abang ... cepat jemput Maira!"

Tangisan itu akhirnya keluar lagi. David terkejut ia langsung duduk dan bergegas keluar tanpa mengganti pakaian.

"Abang akan ke sana, tunggu Abang!" perintah David.

Maira mengangguk walau tidak terlihat oleh sang Kakak. Setelah itu ia mematikan ponsel karena baterainya tinggal sedikit lagi. Memeluk tubuh kala angin berembus membikin bulu badan menegang.

"Ahh ... kayanya bakal hujan deh," gumam Maira.

Wanita itu mengusap air mata yang masih sesekali terjatuh. Ia melangkah perlahan menuju jalan kediamannya, setelah satu jam berlalu. Dia mendengar suara motor, dan memilih untuk berdiri menunggu. Kala seseorang berhenti di hadapan.

"Dek, kamu kenapa? Kenapa malam-malam begini di luar bawa koper segala lagi," seru David.

Maira hanya diam, ia langsung duduk di belakang motor.

"Aduh Dek, ini gimana bawa kopernya," keluh David.

Maira mundur lalu menaruh benda itu di tengah mereka.

"Aduh Dek, pasti berat itu."

Maira mendengkus kesal, ia gemas dengan kakaknya yang selalu komentar.

"Udahlah, Bang. Jangan koment mulu, udah jalanin motor aja napa," cecar Maira.

David yang mendengar omelan adiknya hanya terkekeh.

"Nah gitu, jangan cemberut terus Abang gak suka. Mendingan marah gini, kalau kamu cemberut hawanya serem tau gak," goda David.

Maira mencebik kesal, ia langsung mencubit lengan David membuat lelaki itu memekik.

"Aduh ... Dek, demen banget nyucit Abang," gerundel David.

Lelaki itu mulai melajukan kendaraan roda dua tersebut. Rasa sedih Maira berganti dengan rasa kesal dengan sang Kakak.

"Lagian, suami kamu kemana sih, Dek. Kenapa gak minta anter sama dia. Perasaan semangat banget mau ke rumah sampe jam segini minta dijemput," ujar David.

Maira hanya diam tidak menjawab, ia langsung mengingat perlakuan lelaki yang kini berstatus mantan.

"Udahlah, Bang. Gak usah ngomong dia, cowok brengsek!" geram Maira.

David memilih diam tidak membahas Reyhan lagi, ia kini paham adiknya minta di jemput. Dan membawa koper dan berjalan di malam hari begini.

"Pokoknya kamu harus ceritakan nanti di rumah!" perintah David.

Sampai di kediaman orang tua mereka, sudah masuk waktu subuh. David membantu membawakan koper dan mengetuk pintu karena seperti dikunci. Kala benda itu terbuka omelan langsung menyambut lelaki tersebut.

"Kamu ini Dav, kenapa pergi gak bilang! Untung Ibu bangun dan tau kalau pintu gak kekunci," omel wanita paruh baya tersebut.

David yang mendapatkan omelan itu hanya memandang malas sang Ibu.

"Gak usah marah-marah, Bu. Nanti cepet tua lho. Lagian kan udah Ibu kunci juga kan tadi," sahut David.

Maira melihat wanita yang melahirkannya itu langsung menangis. Ia memeluk sang Ibu, sedangkan perempuan itu sempat terkejut lalu tersadar dan membalas dekapan anaknya.

"Kok kamu disini, Nduk. Suamimu kenapa?" tanya Ibunya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status