Share

3

Maira mengepalkan tangan mendengar itu, ia memilih keluar dan langsung dikejar oleh Reyhan. Lelaki tersebut menarik Maira dan menampar sang mantan istri.

"Kamu gila, ha! Main tampar aja. Kita udah gak ada hubungan apapun, ayo cepat antar aku keluar," hardik Maira.

Wanita itu mendorong Reyhan tetapi tidak berhasil. Dia pasti kala kuat dengan lelaki tersebut.

"Dasar lemah, hanya berani cewek," cibir Maira akhirnya.

Reyhan mengepalkan tangan, ia menunjuk-nunjuk wajah Maira.

"Kamu ini! Cepat pergi, awas saja kalau nanti nangis-nangis minta di tampung lagi," sentak Reyhan.

Maira hanya mencebik lalu melangkah dengan cepat seraya menggeret kopernya. Ia melirik jam di dinding, masih dini hari, menarik napas lalu mendongak agar air mata tidak berjatuhkan.

"Ayo cepat! Katamu mau pergi dari rumahku bukan."

Reyhan mendorong Maira, beruntung wanita itu tidak terjatuh. Perempuan tersebut menoleh sekilas menatap kesal mantan suaminya lalu melangkah dengan cepat.

"Dasar miskin! Gak tau diri banget jadi orang," teriak Reyhan.

Lelaki itu langsung menutup pintu karena beberapa tetangga keluar dari rumah dan menatap kediamannya. Setelah melakukan hal tersebut, Reyhan memijit kening lalu melangkah menuju kamar.

"Maira sudah pergi, Mas?"

Thania bertanya seraya turun dari ranjang, ia menghampiri suaminya. Kala mereka keluar, wanita itu langsung memakai pakaian.

"Udah."

Reyhan kini mendaratkan bokong ke sofa, ia bersandar seraya memejamkan mata. Membuat Thania yang melihat memiringkan kepala lalu ikut duduk di samping suaminya.

"Kamu kenapa, Mas. Kok kayanya sedih gitu. Apa kamu masih sayang cewek itu, Mas?"

Thania bertanya seraya memanyunkan bibirnya. Ia menatap sendu sang suami,mendengar ucapan Thania Reyhan menoleh lalu menggeleng.

"Bukan gitu, Sayang. Kalau Maira pergi terus siapa yang beresin rumah dan masak," ungkap Reyhan.

Wanita itu mengangguk paham, ia menyandarkan kepala di bahu Reyhan.

"Kenapa mesti pusing, kamu tinggal cari pembantu aja," seru Thania.

Reyhan menoleh mandang istrinya lalu menghela napas.

"Pembantu kan harus dibayar, Thania. Kalau Maira kan gratis, Mas cuma kasih uang bulanan aja," lontar Reyhan.

Thania mendongak memandang suaminya, lalu tangan wanita itu mengusap dada Reyhan.

"Emangnya kamu ngasih berapa sih?" tanya Thania.

Reyhan langsung mengepalkan tangan mengingat jika Maira mengungkit masalah uang bulanan yang dia berikan. Rasa marah langsung hinggap, bahkan kala berkata lelaki tersebut mengeluarkan geraman.

"Dia gak bersyukur banget, udah bagus aku kasih uang. Padahal belum ada anak diantara kami, jadi uang segitu pasti cukup buat sebulan."

Thania mengeryitkan alis, ia memandang suaminya. Karna Maira saat bersamanya tidak memberitahu berapa uang bulanan yang lelaki itu berikan. Hanya berucap diberikan nafkah tak cukup.

"Iya, emangnya kamu kasih berapa, Mas?"

Thania ingin mengetahui suaminya itu memberikan jatah berapa pada Maira dulu.

"Dulu sih sebelum sama kamu Mas kasih satu juta, tapi setelah nikah sama kamu Mas kurangi uang bulanan dia. Apalagi saat tau kamu hamil, Mas kasih dia uang enam ratus ribu aja, gede kan, dia aja yang gak tau cara bersyukur," geram Reyhan.

Thania mengangguk kepala paham, sekarang ia tau jika Maira bekerja apapun untuk mencari tambahan. Wanita itu langsung menoleh mandang Reyhan.

"Mas, tapi kamu gak bakal ngasih jatah segitu kan sama aku, aku lagi hamil anak kamu lho."

Reyhan yang mendengar itu menatap wajah istrinya. Lalu menggeleng sebagai jawaban.

"Iya dong, anakku harus tumbuh sehat diperut Mamanya," celetuk Reyhan.

Tangan lelaki itu mengusap perut Thania, wanita tersebut hanya terdiam sebentar lalu mengulas senyum.

"Gimana kalau dia tau jika anak ini bukan anaknya," batin Thania berseru.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status