Share

3. Penyesalan

Penulis: Rinai Hening
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-03 05:22:07

                Semula, Arya tak ingin melakukan apa-apa selain memejamkan mata dan terlelap di sebelah Alisha. Namun entah setan dari mana yang datang dan menarik tangannya hingga tergoda untuk memeluk Alisha dari belakang dan menemukan kehangatan yang begitu nyata di sana. Semua gara-gara Rakha yang seenak jidatnya saja membawa Marissa tidur di kamar yang awalnya ia tempati dengan sahabatnya itu. Arya tak mau digulung dingin sepanjang malam, jadi ya … tentu saja ia memilih tidur di kamar Alisha yang masih luas dari pada harus pegal-pegal jika tidur di sofa.

                “Ma- Mas…”

                Seharusnya, suara Alisha terdengar biasa saja kan? tapi berkat konspirasi  di antara teriakan setan di kepala Arya, bercampur dengan udara dingin, temaram ruangan, juga tubuh yang mendadak butuh kehangatan, suara Alisha yang seharusnya biasa saja itu mendadak menjadi godaan terbesar yang membuat pemuda itu gelisah.

                “Kamu kok di sini sih, Mas?” Alisha berbalik sehingga posisinya terlentang. Matanya yang masih sayu karena mengantuk justru terlihat memukau dan dengna cepat menghipnotis Arya.

                Terkejut dengan pergerakan Alisha, Arya menarik tangannya yang tadi melingkari tubuh kekasihnya. “Sorry ya, jadi ganggu tidur kamu. Tapi Rakha bawa Marissa ke kamar kami, jadi yaa … aku butuh tempat lain untuk istirahat malam ini.” Arya tak asal beralasan, dia memang mengatakan yang sebenarnya terjadi.

                “Hmm, boleh kan aku tidur di sini malam ini aja?” tanya Arya dengan suara sedikit bergetar. “Kamu nggak mungkin tega kan nyuruh aku tidur di sofa depan?”

                Masih dalam keadaan pening karena terbangun tiba-tiba, Alisa memaksakan senyumnya. “Ini kan villamu, Mas. Terserah Mas Arya sih mau tidur di mana,” jawabnya lalu kembali memejamkan mata.

                “Buruan tidur lagi gih, udah malem banget ini.” Arya menarik selimut lebar yang ada di batas lutut hingga menutupi batas leher kekasihnya. Mencegah Alisha dari sergapan udara yang semakin malam semakin dingin.

                “Hmm, Mas juga buruan tidur gih, besok kan kita harus bangun pagi banget kalau mau keliling ke kebun teh.”

Entah karena Alisha masih belum sepenuhnya terjaga atau menganggap sosok Arya yang di depannya saat ini hanya pantulan mimpi semata. Karena ia seakan tak peduli kalau sekarang ia justru meringkuk ke arah yang salah. Bukannya membelakangi Arya, Alisha justru dengan berani menghadap Arya dan mendekatkan wajahnya ke dada sang kekasih. Meringkuk kedinginan bak seorang bayi mungil yang mencari kehangatan ibunya.

“Sha,” lirih Arya mendadak kaku saat Alisha yang masih menutup mata kian mendesak tubuhnya semakin rapat.

“Hmm ….”Gadis itu bahkan hanya bergumam pelan.

“Ka- ka- kamu kedinginan, Sha?” Arya menelan ludah susah payah. Gadis dalam dekapannya ini sungguh menjadi cobaan yang sangat nyata.

“Hu umm, villa di puncak gini harusnya punya penghangat ruangan.” Kalimat Alisha lebih terdengar seperti seseorang yang sedang mengigau. Apalagi jika melihat wajah polosnya ketika tidur seperti ini.

Arya terkekeh pelan karena gemas dengan kelakuan Alisha yang baru kali ini ia lihat secara langsung. “Mau dibikin hangat nih ceritanya?”

“Huu umm,” Alisha mengangguk pelan masih setia merapatkan kelopak mata. “Ambilin selimut lagi, Mas.”

“Ngapain pake selimut lagi, pake yang lain.” Arya memberanikan diri mengusap punggung Alisha naik turun beraturan. Gerakan sederhana yang justru dengan cepat mengambil alih hasrat yang sedari tadi ia tekan kuat-kuat.

“Hmmm, terserah,” gumam Alisha terdengar tak begitu jelas di telinga Arya.

Namun anggukan pelan gadis itu diartikan sebagai persetujuan oleh pria di depannya. Hingga hanya dalam hitungan detik, Arya menundukkan wajah hingga sangat dekat dengan wajah polos kekasihnya. Pun lengan kekarnya kini semakin menarik tubuh Alisha agar semakin erat padanya. Arya sadar apa yang ia inginkan adalah langkah awal menuju kenkmatan sesaat yang berujung dosa. Namun apa dikata, iblis dalam kepalanya mulai menebar racun, racun yang bisa saja membuat Arya gila jika tak melanjutkan hasrat terlarangnya.

Dengan hati-hati ia belai pipi halus sang kekasih. Membuat pipi mulus itu mengeluarkan semburat merah muda yang kian menggoda.

“Mas,” lenguh Alisha mulai terlena. Gadis itu berpikir ini hanya bunga tidur semata, karena Arya sangat jarang memeluknya begitu erat sampai-sampai ia merasakan gelenyar aneh seperti ini.

“Boleh ya, Sha? Ak- ak- aku, pasti tanggung jawab kok, ujung hubungan kita pasti akan menikah kan? Ka- ka- kamu nggak perlu cemas ya…” Pria dan segala janji buayanya. Seharusnya Alisha harus terjaga sepenuhnya dan mulai waspada. Bukan malah mengangguk lagi dan memberi celah pada godaan hasrat yang kini mulai memeluk keduanya hingga tak kuasa mengelak penyatuan yang membelenggu mereka.

“Sakit, Sha?” tanya Arya dengan napas putus-putus. Pemuda itu dilanda cemas tatkala melihat Alisha yang meringis di bawah naungannya.

“Eng- enggak, Mas.” Alisha sempat terbelak untuk beberapa detik ketika benda asing memasukinya dengan hentakan pelan. Namun sejurus kemudia ia menitikkan air mata, karena tersadar mudah menyerah hingga terjerat dosa. Tangis lirihnya tak bisa ia artikan entah untuk kesakitan atau penyesalan tiada guna. Atau bisa jadi, Alisha memang menangisi keduanya, juga merutuki keputusan dangkal yang mudah luluh dengan rayuan kekasih pujaannya. 

“Aku akan tanggung jawab, Sha. Percaya ya,” bisik Arya di sela-sela amukan gairah. Janji sebatas janji yang hanya terucap di atas nafsu birahi. Janji yang nyatanya tak bisa ia penuhi di beberapa waktu setelah kejadian yang sempat ia anggap mimpi ini.

***

“Mas, semalam itu…” Alisha menggigiti bibir bawahnya salah tingkah ketika terbangun di pagi hari. Kejadian semalam itu bukanlah mimpi. Karena nyeri yang menyerang bagian bawah tubuhnya terasa begitu nyata hingga ia tak berani bergerak kemana-mana selain bersandar di sandaran ranjang dengan Arya yang ada di sampingnya.

“Maaf, Sha. Semalam … aku berengsek banget ya, aku salah karena nggak bisa nahan diri.” Arya menoleh pada sang kekasih yang kini menunduk dalam sambil menautkan jemari lentiknya. “Ka- kamu …  hmmm, kamu nggak sedang masa subur kan?”

Pertanyaan macam apa itu? Alisha bingung harus menanggapi bagaimana.

“Semalam itu aku yang salah, tapi … kita sama-sama terbawa suasana. Jadi…” Arya menggantung kalimatnya lalu menggenggam telapak tangan Alisha yang terasa dingin di kulitnya.

Alisha menegakkan pandangan lalu mengangguk cepat. “Ak- aku nggak tau, sedang masa subur atau enggak. Karena jadwal bulananku nggak pernah rutin, Mas,” jawabnya tanpa pikir panjang. Padahal dalam hati kecilnya ia paham ke arah mana pertanyaan itu dilontarkan Arya.

“Hmm, semalam itu aku juga ikut salah, Mas.” Alisha kembali menambahkan. “Andai aku sedikit berkeras, seharusnya aku masih bisa menjaga apa yang seharunya aku jaga sebagai seorang perempuan baik-baik.”

Arya menggeleng pelan. Hatinya mencelos melihat raut wajah ketakutan bercampur khawatir yang ditampilkan kekasihnya. “Kamu perempuan baik-baik, Sha. Kamu perempuan baik-baik,” serunya memeluk Alisha. Ia tak ingin Alisha merasak dirinyalah yang paling bersalah.

“Maafin aku ya, aku yang salah, aku yang berengsek!” Arya memohon setulus hati. “Aku janji hal ini nggak akan terulang lagi. Aku janji, nggak akan menempatkan kamu di situasi serba salah seperti ini lagi, Sha. Please jangan nangis.”

“Aku takut, Mas.” Alisha mencoba sekuat tenaga menahan isak tangisnya. “Ak- aku udah ngecewaian ayah sama Mas Angga, juga … mendiang bunda.” Tangis pilunya justru semakin menjadi tatkala bayangan keluarga tercinta lewat di benaknya.

Pasti ayahnya terpukul jika mengetahui anak gadis kesayangannya lalai menjaga diri. Airlangga pasti akan kecewa jika mengetahui adik tersayangnya tak kuasa menolak rayuan kekasihnya. Mendiang bundanya pasti akan menangis juga melihat kelakuannya dari atas sana. Astaga … tangis Alisha semakin menjadi saja. Lalu setelahnya air matanya habis ia bisa apa? Tidak ada. Karena semua yang sudah terkoyak tak bisa dikembalikan seperti semula.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjerat Pria Masa Lalu   17b. Berubah

    Alisha hanya menggelengkan kepala pelan, masih tak habis pikir dengan jalan pikiran Arya. Bukan pernikahan bak kawin lari seperti itu yang Alisha inginkan. Bukan pernikahan sembunyi-sembunyi yang menjadi rahasia seolah-olah hanya dirinyalah yang memaksakan keadaan. Bukan.‘Tiket penerbangan sudah aku siapkan semua, aku tunggu di New York, Sha. Pin ATM-nya tanggal lahir kamu,...’Alisha kembali menutup email dan menghapus semua pesan yang dikirm Arya padanya. Tak ada gunanya. Karena Alisha masih menganggap Arya tetap enggan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Alisha lantas menutup email dan menghapus semua pesan yang dikirim Arya padanya. Sia-sia dan tak ada gunanya. Karena Alisha menganggap Arya tetap enggan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Bahkan cenderung 'cari aman' dengan membawanya kabur ke luar negeri.Alisha pikir ia tak butuh laki-laki yang habis manis sepah dibuang seperti itu. Ia akui kalau kehamilannya ini juga akibat ulahnya juga, setidaknya Alisha ikut andil dengan

  • Terjerat Pria Masa Lalu   17a. Ajakan

    "Arya yang nyuruh kamu datang ke sini?" sinis Alisha ketika mendapati Yoshi sudah berada di teras kost-nya. Beberapa menit yang lalu seorang security memanggilnya, memberi tahu bahwa ada seorang kerabat jauh yang datang mengunjungi. Alisha yang sebelumnya sempat panik karena mengira tempat tinggalnya ditemukan oleh sang kakak, ternyata justru dibuat kesal karena menemukan asisten Arya itu sudah tersenyum kaku padanya.Padahal baru dua hari Alisha merasa tenang lantaran mulai menempati hunian barunya setelah sebelumnya tinggal di hotel untuk beberapa hari. Tempat kost elite yang ia temukan berkat bantuan internet. Kost mewah milik salah satu artis senior ini muncul di halaman utama pencarian. Fasilitas mewah, keamanan dan jaminan privasi yang terjaga membuat Alisha tak berpiikir dua kali untuk menyewa salah satu kamar yang terbilang cukup nyaman di bangunan ini.“Tolong bilang sama boss kamu yang cemen itu, nggak usah cari-cari aku lagi. Apalagi kalau hanya bisa mengandalkan orang lain

  • Terjerat Pria Masa Lalu   16~ Murni Salahku

    Begitu sampai di bandara Juanda Surabaya, lengan Alisha langsung didekap oleh Iin yang kini mensejajari langkahnya."Biar cowok-cowok aja yang ngurusin bagasi, kita langsung keluar,rame banget di sini," bisik Iin lantas menggiring Alisha menuju pintu keluar."Kamu tadi nggak mabuk waktu terbang?" tanya Iin begitu mereka berdua duduk berhadapan di salah satu cafe bandara sembari menunggu kedatangan Danesh dan Alam, suami Iin.Awalnya, Alisha mengira akan banyak mendapatkan banyak pertanyaan tentang Arya dari Iin. Namun ternyata prasangkanya tak berdasar. Meskipun cukup penasaran, Iin tak menunjukkan ketertarikannya tentang adegan kemunculan Arya sebelum keberangkatan tadi.Alisha menggeleng pelan. "Nggak kok, Kak.""Ngerasa mual-mual juga nggak?" imbuh Iin hanya memastikan kekhawatirannya saja.Alisha menunduk mengusap perutnya pelan. "Aman, Kak, Alhamdulillah.""Sha, kamu jadi tinggal di tempat sepupu kamu itu selama di Surabaya?" tanya Iin kembali mengangkat topik yang berbeda."Iya.

  • Terjerat Pria Masa Lalu   15. Plan B

    "Yosh? lo disuruh mama berapa lama di New York? kapan berangkat?" cecar Arya begitu ia kembali ke rumah dan menemukan Yoshi sedang menata koper miliknya."Sa- saya berangkat minggu depan, Mas. Satu minggu sebelum Mas Boss berangkat. Ibu hanya bilang untuk selalu dampingi Mas seperti biasa, jadi saya ngikut perintah Mas Boss aja setelah rapihin apartemen di sana.""Oke, good," gumam Arya lantas mengacak rambutnya lagi. "Gue punya rencana, jangan sampe bocor ke mama apalagi ke keluarga yang lain." Setelah mondar mandir tak jelas, akhirnya Arya mendaratkan bokongnya di sofa tunggal yang ada di teras samping."Rencana gimana, Mas Boss?" Perasaan Yoshi mulai tak nyaman mengingat si bungsu Dwisastro yang menjadi atasannya ini sering kali memberinya job desk di luar nalar yang bisa dibilang bisa membahayakan pekerjaannya."Sebelum berangkat, lo harus cari tahu mendetail tentang keberadaan Alisha selama ini."Alisha lagi, keluh Yoshi hanya bisa ia utarakan dalam hati. Namun ia tak punya jawaba

  • Terjerat Pria Masa Lalu   14. Nyawa Berharga

    "Yang tadi itu … orang yang seharusnya bertanggung jawab atas dari bayi kamu?" Pria yang duduk di sebelah Alisha akhirnya bersuara juga setelah berdeham beberapa kali.Alisha yang sedang menatap nanar jendela pesawat di sebelahnya langsung menoleh. Karena sepanjang waktu tadi yang ia tahu Danesh sedang memejamkan mata tanpa berminat bersuara. Wajar, kalau Alisha sedikit terkejut pria kaku yang pernah mencegahnya melakukan percobaan bunuh diri ini malah mengajaknya berbicara."Ap- apa? ehm ... gimana maksudnya, Mas?" "Pemuda yang tadi itu, ayahnya kan?" Kali ini ekor mata Danesh melirik sekilas ke arah perut Alisha."Itu... hmm, itu, aku nggak mau jawab!" Alisha memilih acuh saja. Memilih diam itu hak prerogatifnya kan?Danesh yang hari ini mengenakan kaos causal berwarna navy hanya mengangguk samar. "Disayangkan sekali kalau memang benar pria tadi yang menyebabkan kamu frustasi dan kabur-kaburan seperti ini."Kening Alisha kembali berkerut. "Maksudnya, Mas?""Selama

  • Terjerat Pria Masa Lalu   13. Kehilangan Jejak

    "Aku janji kita akan menikah, aku akan tanggung jawab sepenuhnya."Arya berdecak frustrasi kala mengingat janji yang ia lemparkan pada sang kekasih di bawah naungan birahi. Malam itu Arya memang menjual janji akan menikahi Alisha, tapi tentu saja bukan saat ini waktunya. Masih banyak tanggung jawab lain yang harus ia tuntaskan terlebih dahulu pada kedua orangtua yang sudah banyak menaruh harapan padanya."Elo mau ngelamun sampe kiamat, Nja?" teguran dari Irawan membuat Arya mendongak seketika. 'Nja' adalah panggilan kecil dari kedua kakak Arya yang berarti 'Manja', sesuai dengan sikap si bungsu yang menurutnya sangat di luar nalar karena terlalu dimanja oleh kedua orangtua mereka."Sialan!""Itu koper di depan lo nggak akan ke isi penuh kalau lo lihatin terus, bego! buruan beresin, biar dibawa Ghidan."Keberangkatan Arya ke New York semakin dekat, namun pemuda itu sengaja mengulur waktu dengan memberi berbagai alasan agar ia bisa sedikit lebih lama tinggal di tanah air

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status