Home / Romansa / Terjerat Pria Masa Lalu / 2. Bermula Di Sini

Share

2. Bermula Di Sini

Author: Rinai Hening
last update Last Updated: 2024-07-03 05:21:18

Semua berawal ketika dua bulan lalu Alisha mengiyakan ajakan dari sang kekasih untuk merayakan kelulusannya di salah satu villa milik keluarga Dwisastro yang ada di puncak Bogor. Tak hanya berdua, tapi dengan beberapa teman dekat Arya juga. Sekitar tiga pasang sahabat Arya yang mengajak pasangannya masing-masing dalam acara dadakan itu.

"Kamu sering ngadain party-party gini ya, Mas?" tanya Alisha begitu Arya mendekat setelah kalah main billiards melawan Rakha.

"Nggak sering sih, sesekali aja kalau ada moment special. Wisuda aku kan special," jawab Arya menerima uluran susu cokelat hangat dari kekasihnya. "Kemarin kan udah ngerayain wisuda sama keluarga, naah kalau hari ini giliran sama bocah-bocah itu." Arya mengendik pada Rakha dan Dimas, dua temannya yang masih asik melanjutkan permainan billiard. Sedang seorang lainnya sedang bergurau dengan kekasihnya.

"Ngerayain berdua sama kamu belum juga kan? sibuk belajar terus sih kamunya." Arya mencubit pipi kanan kekasihnya.

"Ya harus dong, biar nanti lulusnya tepat waktu, nggak molor kayak Mas Arya," jawab Alisha terkikik pelan.

Selain harus lulus tepat waktu, Alisha juga ingin menunjukkan pada sang ayah dan kakak satu-satunya kalau ia bisa dibanggakan meskipun bersikukuh kuliah di luar kota dan jauh dari mereka. Alisha ingin menghapus predikat gadis manja kesayangan yang selalu dikekang ayahnya karena tak mampu hidup secara mandiri.

Padahal sebenarnya hal itu sangatlah wajar terjadi. Alisha adalah anak perempuan satu-satunya dalam keluarga, Airlangga, kakak lelakinya sudah menikah dan hidup terpisah meski masih terbilang dekat dengan rumah kedua orang tuanya. Sedangkan sang ibu, sudah menghembuskan napas terakhir dua tahun silam karena menyerah dengan penyakit diabetes yang sudah lama menyerang tubuhnya.

"Iya, bener. Jangan ditiru bagian yang molornya ya. Mahasiswi rajin dan serba sempurna kayak kamu harusnya lulus tepat waktu dengan predikat terbaik, jangan kebanyakan bolos kayak aku." Arya tergelak lantas mengacak rambut Alisha.

Arya memang terbilang malas dan mengulur waktu saat menempuh kuliah. Terlalu sering dimanja membuat pemuda itu kerap kali seenak hati saat menjalani studi. Malah dengan santinya lebih sering menghabiskan waktunya untuk nongkrong dengan teman-temannya yang sudah lulus mendahului dirinya. Sampai di satu titik, kedua orang tuanya mulai geram dan menarik separuh dari fasilitas mewah yang selalu ia terima.

"Jangan mentang-mentang udah dijamin pegang Galeea, kamu malah sepelekan kuliah kayak gini, Dek." Arya teringat sangat sang ibu yang mendadak mengomel saat mendapat lapiran dari asiaten piribadinya tentang kenakalan putra bungsunya.

"Aku nggak pernah sepelekan, Ma. Dosen-dosen itu aja yang nggak ada belas kasih sama sekali kalau ngasih tugas." Arya tak suka disalahkan, jadi ia tuduh saja kalau dosen-dosennya itu yang kurang mumpuni dalam memberi materi.

“Kamu aja yang malas, Dek. Jangan sampe mama dapat laporan dari Ghidan kalau kamu asik pacaran mulu sampe kuliah keteteran! Kalau tahun depan belum lulus juga, mama hapus nama kamu dari kartu keluarga!” Salah satu ancaman Hanami yang membuat Arya patuh seketika.

Ghidan, ajudan yang selama ini mengikutinya dari jauh memang orang kepercayaan Hanami. Tak ayal, kegiatan Arya yang sering berganti kekasih dari satu gadis ke gadis lainnya sering bocor ke telinga sang mama. Syukurlah tak lama setelahnya Ghidan diperintahkan untuk mengawal Irawan, kakak keduanya, sehingga mau tak mau Arya memilki ajudan baru yang bisa ia sogok dan ancam sesuka hati agar hanya patuh padanya saja.

Namanya Yoshi, pemuda berkulit gelap yang usianya hanya terpaut tiga tahun di atas Arya. Bisa jadi karena jarak usia yang tak terlalu jauh itu pulalah, ia dan Yoshi bisa lebih akrab layaknya teman.

“Sampe lo bilang ke nyokap tentang hubungan gue sama Alisha, gue jamin kerjaan lo yang sekarang tinggal kenangan, jangan lupakan juga kalau elo bakalan gue tuntut ratusan juta karena penyebaran informasi pribadi.” Arya mulai memainkan perannya saat pertama kali Yoshi tahu tentang hubungan dekatnya dengan Alisha. Gadis manis nan lugu yang ia kenal lewat Marissa, teman satu angkatan yang menjadi kekasih Henry. “Dari sini paham ka—”

“Emang dibolehin gitu sama orang tua Mas Arya?” lamunan Arya pecah saat suara Alisha kembali mengalun di indera pendengarannya.

“Eh, gimana-gimana?”

“Emang sama orang tua Mas Arya dibolehin gitu ngadain acara gini di villanya?”

Alisha sama sekali tak tahu menahu perihal latar belakang keluarga Arya yang tersohor di kalangan pebinis tanah air. Gadis itu hanya tahu kalau kekasihnya itu berasal dari kalangan berada yang disegani di kampus mereka.

“Astaga, Sha. Aku udah gedhe lho ini, hampir 24 tahun. Ya kali apa-apa masih ijin sama orang tua kayak anak balita. Asalkan mereka tau aku aman dan nggak aneh-aneh, semuanya sih aman.” Arya menjeda kalimatnya ketika menandaskan cokelat hangat di tangannya. "Lagi pula ya, kita tuh perlu lebih banyak menghabiskan waktu berdua kan, Sha? Beberapa bulan lagi aku terbang ke New York, tadi pagi kamu lihat sendiri gimana hasilnya. Aku berhasil lolos S2 di NYU."

Alisha mengangguk pelan seraya mengeratkan tautan jemarinya di tangan Arya. "LDR-an dong kita ya… duuh, berat kayaknya, Mas," seru gadis itu lirih, "baru juga jalan bareng berapa bulan udah ditinggalin aja aku."

"Nggak ditinggalin ah, cuma jarang ketemu aja nanti. Akan aku usahakan tiap beberapa bulan balik ke Indo biar kita bisa ketemu." Semudah itu Arya mengucap janji yang langsung dihadiahi lengkungan lebar di bibir merah muda kekasihnya.

"Janji nih?!" Alisha mengangkat jari kelingking. “New York ke Jakarta jauh lho, bukan kayak Jakarta –Bandung.”

"Apa sih yang nggak buat kamu, Sha. Terus, apaan deh ini, janji kelingking tuh kayak anak SD.” Arya malah terkikik melihat tingkah kekasihnya yang kekanakan dan cenderung menggemaskan. “Kalau udah segede kita, janjinya tuh kayak gini.."

Tanpa basa-basi Arya langsung menunduk dan menempelkan bibirnya ke bibir mungil Alisha. Membuat gadis itu terkesiap dan merona seketika. Apalagi setelah mendengar sorak sorai dari teman-teman Arya yang masih ada di sekitarnya.

"Woii, kamar kosongnya banyak kali!" teriak Rakha dan Henry semakin membuat Alisha malu dan salah tingkah.

"Mas ih," Alisha sontak mendorong dada Arya agar sedikit menjauh.

"Sorry, sorry … sampe lupa sih kalau masih ada-ada di sini," gelak Arya langsung pecah juga.

"Udah ah, aku mau ke kamar dulu. Ngantuk banget."

"Masih jam segini, Sha," cegah Arya setelah melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. "Beneran ngantuk atau malu sama anak-anak tengil itu? nggak usah didengerin mereka," lanjut Arya menahan senyum saat melihat pipi Alisha semakin merah bak tomat masak.

"Dingin banget, Mas. Dari pada aku beku cuma jadi penonton billiard di sini mending aku ke kamar aja sama Mbak Marissa." Sejak tiba di villa kemarin sore, Alisha memang berpasangan dengan Marissa menempati kamar di lantai atas. Sedangkan dua gadis lainnya menampati kamar tamu di lantai bawah.

“Paling Marissa masih sibuk pacaran sama Henry tuh,” Arya melirik Henry yang berjalan menghampiri Marissa di teras sebelah.

“Nggak apa-apa, aku tunggu di kamar aja,” pungkas Alisha langsung melesat pergi dari hadapan Arya. Memang ia menikmati ciuman singkat dengan kekasihnya, tapi tidak dengan ledekan dan canda tawa dari sahabat-sahabat Arya. Menurutnya itu adalah hal yang sangat memalukan.

Melihat kekasihnya memilih kabur karena malu Arya hanya bisa tergelak kecil. Baru kali ini ia berhubungan dengan gadis cantik yang selugu Alisha. Kekasih-kekasihnya yang terdahulu malah bisa dibilang lebih ‘berani’ memulai kontak fisik dengannya. Alisha ini satu-satunya gadis yang mudah sekali merasa salah tingkah dan merona.

Alisha yang sudah sampai di kamarnya, memilih langsung merebahkan diri di tepian tempat tidur. Tak berniat menunggu Marissa, gadis itu memilih memejamkan mata demi menjemput lelap.  Hingga menjelang tengah malam, ia merasakan ranjang yang ia tempati memantul pelan.

‘Itu pasti Marissa.’ Alisha masih berat membuka mata hanya untuk memastikan siapa.

Namun ternyata ia salah terka begitu merasakan lengan kekar yang dengan pelan melingkari perutnya dari belakang. Ini jelas bukan lengan Marissa, melainkan lengan milik prianya. Arya.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Pria Masa Lalu   8. Menghilang

    "Kenapa dibawa ke sini, Dan?" gerutu seorang perempuan sambil berkacak pinggang."Ya masa aku tinggalin di pinggir jalan dalam keadaan pingsan sih, Mbak." Danesh menggeram lantas menyandarkan punggung ke sandaran sofa yang tak jauh dari tempat tidur, di mana tubuh Alisha tergeletak lemah taj berdaya."Kamu nggak hubungi keluarganya?" tanya perempuan itu lagi setelah merapikan stetoskop dan memasukkannya ke dalam kotak kecil."Astaga, aku aja nggak kenal. Dia cuma tiba-tiba nongol terus mau lompat dari jembatan pas aku lagi final check sama Pak Munir." Danesh mengendikkan dagu saat menunjuk gadis yang tadi ia tolong.Perempuan dengan wajah tenang yang dipanggil Iin tadi hanya bisa geleng-geleng kepala. "Ealaaah, hidup kamu drama banget sih!""Dia tuh yang kebanyakan drama!" Danesh kembali mengendik ke arah Alisha yabg masih memejamkan mata. "Udah dibawa ke klinik deket kampus malah maksa pulang. Begitu mau pulang malah nangis kejer di pinggir jalan sampe pingsan. Untung aku masih ada se

  • Terjerat Pria Masa Lalu   7b. Tidak Mungkin

    “Ar, gimana rundingan lo sama Alisha tadi?” tanya Ronald begitu mendapati Arya dengan wajah kusut datang ke tempatnya.“Kacau, Ron. Kacau!” Arya langsung mendaratkan bokongnya di sofa yang berhadapan dengan Ronald. Sudah menjadi kebiasaan kalau Arya pasti akan mengunjungi galeri seni yang dikelola oleh keluarga sahabatnya itu saat pikirannya sedang kalut. Ronald yang sudah hapal dengan raut wajah kusut temannya langsung mengajak Arya ke lantai tiga, di mana ruang kerja barunya berada.“Maksud lo? Alisha pendarahan hebat?”Arya mengernyitkan kening tak paham. “Maksudnya?”“Ya biasanya kan kalau cewek gugurin kandungannya secara paksa, pasti ngalamin pendarahan hebat atau apalah gitu istilahnya.” Ronald menjelaskan hal yang pernah ia baca secara random di artikel daring.Arya menggeleng perlahan lalu menjambak rambutnya. “Gue ribut sama Alisha. Dia nolak minum pil itu, dan tetap nagih pertanggungjawaban gue buat nikahin dia.”“Laah, udah gue prediksi sih kalau itu,” komentar Ronald meme

  • Terjerat Pria Masa Lalu   7a. Gadis Bebal

    Alisha masih meringkuk sambil memeluk kedua lututnya di salah satu sudut jembatan penyeberangan. Tangisnya tak kunjung usai setelah berdebat begitu lama dengan sang kekasih beberapa saat yang lalu. Gadis itu sengaja duduk di tempat paling tersembunyi di jembatan yang belum sepenuhnya dioperasikan itu agar Maya atau pun siapa saja yang tadi memanggilnya, tak ada yang tahu di mana keberadaannya."Sha, minum pil ini nanti malam ya? aku temani, sampai besok pagi. Setelah itu semua masalah kita akan selesai."Kalimat-kalimat Arya beberapa menit lalu masih terngiang jelas di telinganya. Rasanya masih terlalu sulit untuk percaya, kalau kekasih yang selama ini ia puja tanpa cela tega menawarkan hal tersebut padanya. Menggugurkan kandungan. Terjebak dosa satu malam saja sudah membuatnya digulung resah, apalagi jika sampai berani membunuh janin tak bersalah yang kini mendiami rahimnya. Tidak. Alisha tidak seberani itu untuk kembali menantang karma Sang Pencipta."Bukan pil ini yang kamu janjikan

  • Terjerat Pria Masa Lalu   6. Solusi Arya

    "Kok elo bangsat banget sih jadi laki, Ar?" pekik Ronald dengan rahang mengetat. "Ya elo tanggung jawab lah, Bego, masa mau enaknya doang? begitu hamil malah elo paksa gugurin. Otak lo jatuh dimana sih?" Ronald berkacak pinggang sambil menggelengkan kepala."Gue nggak akan maksa Alisha. Gue bakal ngajak dia diskusi dulu tentang ini, siapa tau dia juga setuju sama usulan gue. Apalagi kandungannya masih kecil, pasti lebih mudah digugurin." Arya menjambak rambutnya yang sedari tadi sudah acak-acakan. Entah karena terlalu banyak pikiran atau memang dia sudah tak punya jalan keluar lain sebagai pilihan."Astaga , elo kalau mau bikin dosa jangan ngajak-ngajak gue!!" Ronald bergidik ngeri. Dosanya sudah menumpuk cukup banyak, jadi ia benar-benar tak ingin terlibat lagi dengan dosa orang lain meskipun itu sahabat dekatnya sendiri."Gue nggak ngajakin elo. Gue cuma minta tolong," seru Arya hampir putus asa. "Gue cuma minta nomor HP orang yang jualan pil-pil yang kata lo itu."“Itu sama aja gue

  • Terjerat Pria Masa Lalu   5. Petuah

    Arya berjalan mondar mandir di dalam kamar besarnya. Bukan tanpa sebab, kilas bayangan saat Alisha menangis histeris tadi sore masih begitu nyata di kepalanya. Apa yang menjadi kekhawatiran Alisha ternyata benar-benar terjadi dan menyiksa batin mereka. Alisha hamil, itu faktanya. Menghela napas berulang kali, nyatanya tak membuat Arya tenang. Sebaliknya ia merasa berada gelisah bagai berdiri di tepian jurang.Dering ponsel yang menjerit di atas tempat tidur menyadarkan lamunan Arya."Iya, Sha. Kenapa? kamu nggak kenapa-napa kan?" tanya pria itu tanpa bersusah payah mengucap salam."Aku nggak apa-apa, Mas. Hmmm ... Mas Arya gimana? udah ngomong sama keluarga Mas Arya tentang, hmm... tentang kehamilan ini." Suara Alisha terdengar lenih kecil karena gasis itu sengaja berbisik."Belum, Sha. Mama lagi ke tempat Mas Seno lagi kangen sama mantunya. Papa juga belum pulang deh kayaknya, masih sepi banget di rumah, cuma ada Mas Awan," seru Arya sambil sesekali mengusap tengkuk.

  • Terjerat Pria Masa Lalu   4. Cemas

    “Kalian berdua kenapa sih?” Marissa mengernyit keheranan saat menatap sepasang kekasih yang saling diam di hadapannya. “Kenapa tiba-tiba batal ikut ke kebun teh?” sambung perempuan cantik berkacamata itu. “Kalian berantem ya semalam?” Rakha ikut menimpali setelah menghabiskan cokelat panasnya. “Arya kasar kali semalem? jadi Alisha trauma,” Ronald, sahabat Arya yang lain ikut menimpali. Sialan!! Arya melirik tajam pada pemuda berambut ikal tersebut. “Mulut lo sampah, Ron!” maki Arya mendelik sambil tajam.Beralih melarikan tatapan pada Alisha yang menunduk hendak membuang muka. Wajah gadis itu kian memerah, bukan karena tersipu, namun merasa malu dengan apa yang sudah ia lalui dengan kekasihnya beberapa jam lalu. Arya menggerakkan telapak tangannya untuk meraih jemari Alisha. Di bawah meja makan, Arya sengaja menggenggam jemari dingin itu sambil mengusap perlahan. Mencoba memberi ketenangan, meski jelas-jela

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status