Share

6. Second Meeting

Author: Bintangjatuh
last update Last Updated: 2025-10-14 10:00:02

Seminggu setelah proposal sponsornya secara "ajaib" disetujui oleh Aetherion Group dalam waktu singkat, hari pertemuan pertama itu pun tiba.

Ruang meeting di kantor Aurora sudah siap. Timnya sudah berkumpul, sedikit tegang karena aura bos mereka yang sangat serius. Presentasi sudah siap di layar. Air mineral dan snack sudah tersaji.

"Bisa kita mulai, Pak Frans?" tanya Aurora pada salah satu staf Aetherion Group.

Perwakilan dari Aetherion Group—yang ternyata adalah tim dari Elysian Media—datang dengan tiga orang perwakilan; seorang manajer marketing dan dua stafnya. Mereka sudah saling memperkenalkan diri begitu tiba di kantor Aurora. Dalam perkenalan singkat itu, Aurora sedikit terkejut ketika sang manajer menjelaskan bahwa seluruh urusan terkait fashion show akan diawasi langsung oleh CEO mereka, CEO Elysian Media, yang merupakan salah satu perusahaan di bawah naungan Aetherion Group. Elysian Media akan menjadi mitra media promosi untuk keseluruhan acaranya.

Namun, bukan nama atau jabatannya yang membuat Aurora terkejut—ia sudah menduga itu dari risetnya. Melainkan frasa "diawasi langsung" dalam dunia bisnis, itu adalah sebuah anomali. Seorang CEO biasanya berada di puncak menara gading, menerima laporan. Terlibat secara "langsung" berarti Rasya akan ikut campur dalam detail-detail terkecil sekalipun. Sejauh inikah dia akan memainkan permainannya?

"Baik, Bu Aurora. Silahkan dimulai."

Meeting dimulai. Aurora, yang tadinya super tegang karena mengira akan langsung berhadapan dengan Rasya, perlahan mulai rileks saat sadar pria itu tidak ada di sana. Dalam hati, ia sedikit menertawakan kegugupannya.

'Mungkin yang dimaksud "mengawasi langsung" itu dia hanya akan menerima laporan atau ikut dalam rapat-rapat besar saja,' batinnya, mencoba menenangkan diri.

'Tentu saja orang sepenting dia tidak akan repot-repot datang ke rapat teknis pertama seperti ini.'

"Terima kasih atas waktu dan kesempatannya," mulai Aurora, suaranya tenang dan berwibawa.

"Seperti yang bapak-bapak ketahui, acara ini bukan hanya sekedar peragaan busana, tapi sebuah penegasan identitas merek. Tema besar koleksi ini adalah 'Metamorfosis'."

​Dia melanjutkan, menjelaskan filosofi di balik tema itu.

​"Secara komersial," lanjut Aurora, beralih ke slide berikutnya, "ini juga akan menjadi momen peluncuran resmi untuk koleksi kapsul pria (menswear capsule collection) kami."

"Selama ini, Butik 'Aurora Meschach' memang dikenal dengan busana wanitanya, namun lini busana pria yang berfokus pada setelan jas modern (tailoring) adalah segmen baru yang sedang kami kembangkan dengan serius. Koleksi fashion show ini akan menampilkan 20 look wanita dan 5 look pria, semuanya dalam satu narasi visual yang utuh."

Ia menjelaskan konsep fashion show-nya dengan penuh semangat. Ia berada di elemennya. Auranya sebagai pemimpin yang kompeten benar-benar keluar.

Meeting sudah berjalan sekitar 30 menit.

Tim Elysian Media terlihat sangat terkesan dengan materi presentasi Aurora yang brilian, dan di bawakan dengan penuh percaya diri.

Aurora merasa... menang. Ia berhasil memisahkan bisnis dan urusan pribadi.

Namun...

Di tengah-tengah presentasi, tepat saat Aurora sedang memaparkan bagian konsep visual panggung, terdengar suara gagang pintu ditekan.

Klik.

Pintu ruang meeting terbuka pelan

Semua orang menoleh, termasuk Aurora. Kalimatnya terputus di tengah jalan.

Di sanalah.. Rasya masuk dengan diantar salah satu staf Aurora.

"Maaf saya terlambat," ucapnya dengan nada tenang, seolah tidak mengintrupsi apapun. Suaranya tidak keras, tapi cukup untuk membuat seisi ruangan hening.

Matanya langsung tertuju pada Aurora.

Tim Elysian Media langsung mengubah posisi duduk mereka, menjadi lebih tegak dan hormat.

"Pak Rasya..." sapa pak Frans, sedikit kaget dengan kehadiran Rasya yang mendadak. Lalu ia berdiri.

"Bu Aurora. Perkenalkan ini Pak Rasya Aetherion Pradana. CEO Elysian Media." ucapnya, menghadap ke arah Aurora dan Rasya bergantian.

Dunia bisnis lebih mengenalnya sebagai Rasya Pradana—sang jenius berdarah dingin. Tangan kanannya adalah kalkulator, dan otaknya adalah papan catur strategi. Ia bukan CEO utama Aetherion Group—posisi itu masih dipegang oleh ayahnya—namun ia adalah sang putra mahkota yang telah membangun kerajaannya sendiri di dalam imperium raksasa itu.

Di bawah kendalinya, ada dua pilar terkuat industri gaya hidup dan kemewahan: Prestige Properties, yang menguasai lokasi-lokasi ritel paling strategis di negara ini termasuk mal-mal paling mewah, dan Elysian Media, yang mendikte selera pasar lewat majalah fashion paling berpengaruh di portal berita gaya hidup nomor satu.

Singkatnya, Rasya adalah sang penjaga gerbang. Tak ada brand yang bisa menjadi besar tanpa melewati dan mendapat persetujuan darinya. Dia memegang kunci distribusi sekaligus publisitas.

Kehadirannya secara pribadi di rapat sponsor sebuah butik yang sedang naik daun seharusnya tidak perlu. Timnya bisa menangani ini. Tapi Rasya punya alasan sendiri. Penolakan ketus dari seorang Aurora Iskandar Meschach di malam pertemuan pertama mereka bukanlah hinaan baginya, melainkan sebuah tantangan yang menarik.

Dan Rasya Pradana tidak pernah lari dari tantangan. Sebaliknya, ia akan memastikan ia memenangkannya.

Kehadiran Rasya membuat seluruh momentum Aurora hancur. Di bawah tatapan tajam pria yang ingin sekali ia hindari, kepercayaan dirinya sedikit goyah.

Darah Aurora berdesir panas melihat senyum tipis di wajah Rasya, tapi kepalanya tetap dingin. 'jangan biarkan dia menang' bisik hatinya.

Mengabaikannya akan terlihat kekanakan. Panik adalah tanda kekalahan. Profesional. Hanya itu senjatanya sekarang.

Setelah hening selama beberapa saat, Aurora menarik napas pelan, mengumpulkan kembali seluruh fokusnya yang sempat buyar.

Ia mengangkat dagunya sedikit. "Selamat datang, Pak Rasya," suaranya terdengar datar dan dingin, tanpa emosi sama sekali.

Ia berjalan menyambut sang CEO dan mengulurkan tangannya.

Rasya menerima uluran tangan itu, menjabat tangan Aurora. "Terima kasih."

"Silahkan duduk." ucap Aurora, sambil hendak melepaskan tangannya.

Namun ketika setengah jabatan tangan itu terlepas, Rasya kembali menariknya. Pandangan mereka refleks bertemu. Hanya dua detik, Aurora langsung tersadar dimana mereka berada.

Tanpa memberinya kesempatan untuk berekspresi lebih jauh, Aurora langsung melepas paksa jabatan tangan itu dan memutar tubuhnya, mengalihkan perhatiannya kembali ke layar presentasi dan anggota tim lainnya.

"Baik, mohon maaf atas intrupsinya. Saya lanjutkan."

Rasya begitu menikmati permainannya. Ia tersenyum tipis, lalu beralih duduk.

Aurora kembali menekan tombol pointer-nya, melanjutkan penjelasannya tentang konsep panggung. Kata-kata keluar dengan presisi yang tajam dan terukur, meskipun kesan hangat yang tadi ia rasakan saat presentasi kini telah digantikan oleh fokus sedingin es.

Dari sudut matanya, ia bisa merasakan tatapan Rasya yang masih terkunci padanya. Ia tidak tahu apakah pria itu terkesan atau justru meremehkan, dan ia tidak peduli. Aurora bersumpah pada dirinya sendiri, ia tidak akan goyah lagi. Tidak di depan pria ini.

Aurora berhasil menemukan kembali ritmenya. Dia mengabaikan tatapan Rasya dan fokus pada apa yang paling ia kuasai. Dia mulai menjelaskan kembali tentang konsep visual panggung yang tadi sempat terhenti. Bagaimana nanti temanya, sumber inspirasinya, dan bagaimana setiap detail akan menciptakan sebuah pengalaman magis bagi para penonton. Gairah dalam suaranya kembali terdengar.

Tim Elysian Media tampak terbawa suasana, mengangguk kagum. Aurora hampir lupa kalau ada 'predator' yang sedang mengawasinya di ruangan yang sama.

Tepat saat Aurora berhenti sejenak untuk mengambil napas setelah menjelaskan panjang lebar...

"Saya punya pertanyaan."

Suara Rasya yang tenang namun dalam itu memotong keheningan, membuat semua orang di ruangan itu menoleh padanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Takdir Cinta Sang Pangeran Aetherion   123.

    Di dalam mobil kantor yang hening, Aurora duduk termenung. Pak Ruslan, sopir pribadi Rasya, sesekali melirik cemas lewat spion tengah tapi tidak berani bertanya.​Kalimat Rasya terngiang di kepala Aurora: "Pulanglah ke rumah kita."​Tapi, untuk saat ini Aurora tidak sanggup. Rumah mereka itu penuh dengan jejak Rasya. Penuh dengan mimpi-mimpi yang kini terasa seperti beban bagi suaminya.​Ia butuh napas. Ia butuh tempat di mana ia bisa menjadi Aurora, bukan Nyonya Pradana.​"Pak Ruslan," panggil Aurora memecah keheningan. "Putar balik di depan. Kita ke rumah orang tua saya saja."​Pak Ruslan tampak terkejut, matanya menatap spion. "M—maaf, Bu. Tapi perintah Pak Rasya tadi tegas. Ibu harus langsung diantar ke rumah di Seruni. Saya nggak berani melanggar, Bu."​"Saya tahu..." Aurora mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, suaranya memelas. "Tapi tolong saya, Pak. Bapak cukup antar saya. Kalau Mas Rasya marah, bilang saya yang memaksa Bapak. Saya janji Pak Ruslan aman."​Hening sejenak.

  • Terjerat Takdir Cinta Sang Pangeran Aetherion   122.

    Rasya terdiam. Jakunnya naik turun. Ia tidak bisa berbohong lebih banyak lagi."Sejak... satu minggu setelah mengajukan berkas ke Federasi Prancis," aku Rasya jujur. Aurora melepas paksa pelukan Rasya. Ia mundur selangkah, berpegangan pada sandaran kursi agar tidak jatuh."Tiga hari sebelum nikah..." Aurora tertawa hambar, tawa yang menyakitkan. "Berarti saat kita teleponan malam-malam itu... saat kamu bilang 'tenang aja, semuanya beres'... kamu udah tahu?""Aku nggak mau bikin kamu panik, Aurora. Itu hari bahagia kita," bela Rasya."Dan saat kita ijab kabul?" desak Aurora lagi, suaranya bergetar hebat. "Kamu sudah menyimpan rahasia sebesar ini?""Aku melakukannya buat melindungi kamu!" seru Rasya frustrasi. "Aku nggak mau kamu stres! Tugasku membereskan masalah, bukan membebani kamu!""TAPI KITA PARTNER!"Teriakan Aurora menggema di ruangan luas itu, memotong pembelaan Rasya."Kamu lupa telepon kita m

  • Terjerat Takdir Cinta Sang Pangeran Aetherion   121.

    Wajah Rasya yang tadi penuh amarah, seketika pucat pasi begitu melihat siapa yang baru saja masuk.​"Aurora?" bisik RasyaPemandangan di dalam sana kacau.Meja rapat penuh dengan kertas berserakan. Peta proyek Prestige terbentang, ditimpa oleh dokumen-dokumen invoice mata uang asing (Poundsterling).Dan Rasya...Rasya duduk di ujung meja. Kemejanya yang tadi pagi rapi kini lengan bajunya digulung berantakan. Dasinya sudah longgar. Wajahnya tampak lelah dan tertekan, jauh dari wajah segar yang ia tampilkan tadi pagi.Aurora berdiri mematung. Wajahnya pias, air mata menggenang di pelupuk matanya. Rasya melihat mata istrinya yang merah, dan ia melihat Raka yang menunduk pasrah.Rasya tahu. Ia tahu Aurora sudah tahu."Aurora... Ada apa?" tanya Rasya, berjalan memutari meja mendekati Aurora. "Kamu nggak ngabarin mau kes—"TAK!Suara tablet yang dibanting Aurora ke atas meja marmer memotong kalimat Rasya. Layar tablet itu menyala, menampilkan email pembatalan dari Paris.Langkah Rasya terh

  • Terjerat Takdir Cinta Sang Pangeran Aetherion   120.

    Aurora turun dari mobil di lobi gedung pencakar langit itu. Wajahnya keras, kacamata hitam menutupi matanya yang sembab, menyembunyikan badai emosi di baliknya. "Terima kasih Hana, kamu langsung balik ke butik aja," perintah Aurora sebelum menutup pintu mobil. "Urus para staf. Bilang ke mereka jangan panik dulu. Dan kamu kerja aja seperti biasa." "Ba-baik, Bu," cicit Hana, lalu mobil itu melaju pergi. Aurora melangkah masuk. Security lobi yang sudah mengenalnya segera membukakan akses menuju Private Elevator. Aurora mengangguk singkat sebagai ucapan terima kasih, lalu masuk. Ia menekan tombol lantai 42. Di dalam lift yang bergerak naik, Aurora mengepalkan tangannya, mencoba menahan gemuruh di dada. Ia sudah menyusun kalimat di kepalanya. Ia akan menuntut transparansi. Ting. Pintu lift terbuka. Berbeda dengan lobi yang sibuk, lantai eksekutif ini jauh lebih tenang. Tidak ada orang berlalu-lalang. Hanya ada deretan ruangan kaca kedap suara dan meja sekretariat di bagian tengah.

  • Terjerat Takdir Cinta Sang Pangeran Aetherion   119.

    Matahari Senin bersinar cerah, secerah suasana hati pasangan di dalam sedan hitam mewah itu.​Mobil Rasya berhenti mulus tepat di depan lobi butik. Rasya menoleh ke arah Aurora, senyumnya tidak pernah luntur sejak bangun tidur tadi. Efek "servis spesial" semalam benar-benar ampuh. Rasya terlihat sepuluh tahun lebih muda, segar, dan aura dominannya memancar positif.​"Nanti sore aku usahakan jemput jam lima teng," janji Rasya, tangannya masih enggan melepaskan jemari Aurora. "Kalau meeting nanti selesai cepet, kita bisa dinner di luar. Mau?"​Aurora mengangguk antusias, wajahnya juga tampak fresh dan merona alami.​"Mau banget. Di tempat biasa ya, Mas?"​Rasya terkekeh pelan. "Apapun buat kamu, Baby."​Rasya memajukan wajahnya. Aurora menyambutnya. Mereka berciuman cukup lama untuk ukuran perpisahan di pinggir jalan—ciuman yang hangat, intim, dan menyiratkan bahwa mereka sedang dalam fase terbaik pernikahan mer

  • Terjerat Takdir Cinta Sang Pangeran Aetherion   118.

    Gerakan Aurora semakin intens, seolah ia sudah hafal setiap titik sensitif suaminya. Napas Rasya tercekat, seluruh otot perut dan pahanya menegang kaku menahan gejolak yang mau meledak.​"Aurora... berhenti," racau Rasya panik, merasakan gelombang kenikmatan itu sudah mencapai puncaknya. Instingnya berteriak untuk tidak menumpahkannya di dalam mulut istrinya. Itu terlalu... kotor untuk Aurora.​"Lepas, Baby... Aku mau keluar..."​Rasya mencoba mundur, tangannya mencengkeram bahu Aurora untuk menjauhkannya.​Namun, Aurora justru mempererat cengkeramannya di paha Rasya. Ia menggeleng dalam dekapan paha suaminya, menolak melepaskan. Tatapannya menantang, seolah berkata: Berikan semuanya padaku.​Detik berikutnya, pertahanan Rasya hancur lebur.​"Arghhh! Aurora! Shit!"Rasya menghentak kuat, pinggulnya terangkat tinggi dari kasur saat pelepasan itu menghantamnya dengan dahsyat. Gerakan tiba-tiba itu membuat miliknya mendesak masuk lebih dalam ke tenggorokan Aurora.​Aurora membelalak, m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status