Seorang wanita yang mengenakan baju pengantin, memasuki mobil jemputan yang dikirimkan oleh calon suami. Wajah yang sudah dipoles make-up tipis tersebut sudah membuat Denara Maurenza begitu cantik dan anggun. Bibir tipis tertarik ke atas sehingga menciptakan sisi lesung pipi ketika menyinggung seuntai senyuman.
Bunyi notifikasi masuk. Jari lentiknya segera menggeser layar ponsel dan membaca pesan yang dikirimkan oleh calon suaminya.
[ Aku tidak sabar ingin melihat kecantikan darimu, sweety. Segeralah datang. Aku menunggumu ]
Perlahan, mobil metalik mewah warna hitam itu melaju membelah jalan raya untuk menuju ke sebuah gedung mewah milik calon suaminya, Reyzain.
Denara segera menyusun kalimat untuk dikirimkan kepada calon suaminya. [ Hehehe, bersabarlah sayang. Aku akan datang kepadamu. Dan setelah itu, kau berhak ingin melakukan apapun padaku! ]
[ Bolehkah tunjukkan foto atau sekadar Video Call? Sungguh aku ingin melihat dirimu secara langsung ]
Denara tersenyum singkat dan melanjutkan balasan. [ Tunggulah sampai aku tiba di gedung pernikahan kita. Kau bisa memandang diriku dengan puas nantinya ]
[ Aku tidak sabar. Dan mintalah sopir pribadiku untuk segera cepat, please ]
[ Biarkan saja kau menunggu, aku jadi penasaran, pasti wajahmu saat ini kusut. Wkwkwk ] Denara malah meledek.
[ Awas saja bila kita sudah sah. Aku tidak akan membiarkan dirimu lari dan beranjak sejenak dari kukunganku! ] Lagi-lagi Reyzain melemparkan godaan hingga membuat pipi Denara merona seketika.
[ Aku menantikannya. Sebuas apa kira-kira suamiku nantinya? Hahaha ] diujung kalimat, wanita yang mengenakan gaun putih tersebut menyisipkan emoticon terbahak-bahak.
[ Tunggu saja nanti. Love you ]
Saat Denara ingin mengirimkan sebuah balasan, mendadak mobil yang dikendarai oleh dirinya dan sopir tidak bisa dikendalikan sebab rem blong. Membuat wajah cantiknya terlihat pucat. Apalagi saat di tikungan, mobilnya menabrak mobil putih yang hampir saja memasuki pelataran gedung pernikahan.
Bruuuk!
Bunyi dentuman membuat dua mobil itu rengsek. Sang sopir masih terjebak dalam mobil yang menghimpit dirinya, cairan kental warna merah tersebut menetes dari kening, telinga dan juga hidung. Denara terpental keluar dan kepalanya langsung saja menabrak besi penyangga lampu. Darah segar membanjiri kepalanya hingga menembus ke trotoar parkiran.
Sementara di mobil putih, Artur yang menyetir menghembuskan nafas terakhirnya seketika. Sementara wanita di sebelahnya hanya menatap dashboard mobil sehingga membuat dirinya pingsan.
Dalam hitungan detik, orang-orang yang mendengar bunyi dentuman mobil yang bertabrakan tersebut saling berhamburan keluar. Reyzain menyeret langkah kakinya pada sosok wanita yang sudah terkapar di lantai parkiran mobil.
Jantungnya berdetak kencang dengan kekhawatiran yang sangat kentara terlihat dari seraut wajah oval yang mengenakan tuxedo warna putih yang senada dengan Denara. Saat langkahnya semakin dekat, dan ketika mengetahui bahwa yang tergeletak adalah calon istrinya, Reyzain berteriak histeris. "Tidaaak! Denaraaa!"
Lelaki itu segera mendekap Denara, baju putihnya terkena noda cairan merah yang terus-menerus mengalir dari tempurung calon istri. Ia segera membopong tubuh lemah itu ke dalam mobil guna melajukan menuju ke rumah sakit dengan menyetir kesetanan.
Sesampainya di rumah sakit, tubuh Denara segera diletakkan di brankar dan memasuki ruangan ICU. Sayangnya ia tidak masuk sebab sang dokter mencegahnya.
"Mohon Tuan tunggu sebentar supaya tim medis memeriksanya!" cegah perawat wanita yang melarang Reyzain untuk masuk.
Meskipun kesal, ia menurut. Bibirnya terus berdoa agar calon istri selamat. "Ara, semoga kau baik-baik saja. Bagaimana bisa kau mengalami kecelakaan saat kita hendak melakukan pemberkatan pernikahan?" tanyanya yang dijawab oleh angin.
Di saat Reyzain menunggu, datanglah tiga orang yang sangat Reyzain kenal. Salah satunya adalah sopir pribadinya. Juga sahabat dekat calon istrinya, Valenzuela dan Artur. Meskipun penasaran ia tetap menunggu sang dokter yang memeriksa Denara keluar.
Setelah menunggu kurang lebih tiga puluh menit, Dokter Edmon memberikan informasi.
"Hmmm, tuan, sebenarnya saya ingin mengatakan sesuatu!" ucapan yang ambigu itu membuat Reyzain bertanya-tanya.
"Katakanlah, cepat. Bagaimana keadaan calon istri saya?"
"Sebenarnya, wanita tadi, sudah meninggal saat dalam perjalanan menuju ke rumah sakit. Kami sudah berusaha membuat jantungnya kembali dengan alat kejut jantung, akan tetapi--,"
Perkataan sang dokter dijawab oleh Reyzain. "Tidak mungkin! Dokter pasti salah. Coba periksa sekali lagi!"
Reyzain berteriak dan menyeret tangan sang dokter. Meskipun terpaksa, dokter itu melakukan kembali pemeriksaan dengan alat kejut jantung.
"150 Joule!" teriak dokter yang segera mendekatkan dua alat kejut jantung pada tubuh mempelai wanita.
"Sekali lagi!" teriak Reyzain histeris. Ia bahkan sudah melihat pada alat elektrokardiogram yang grafiknya sudah lurus.
"200 Joule!"
Terakhir kali dokter berseru, "300 Joule!"
"Cukup! Jangan ulangi!" seru Reyzain menghentikan aksi tim medis. Ia menggeleng kepala berulang kali, mencoba menampik kenyataan bahwa orang yang dicintainya telah berpulang ke pangkuan sang Pencipta. Reyzain segera menghambur ke pelukan Denara dan mengeluarkan cairan bening serupa kristal.
Mencoba membangunkan wanita yang terbujur kaku itu dengan bisikkan, "Sayang, hei. Ayo bangun. Jangan bercanda. Bukankah kau berjanji bahwa kita akan menikah. Sekarang, ayo bangun."
Tim medis yang melihatnya tidak tega dan melihat ke arah jam dinding. Mengumumkan berita kematian. "Pasien meninggal pada pukul sepuluh lima belas menit."
"Tidak, sayang. Hei. Aku tahu kau mendengarkan aku, iyakan?" tanya Reyzain dengan menepuk-nepuk wajah Denara yang pucat. Meskipun tak ayal, wajahnya tetap cantik. Hanya terdapat perban di bagian kepala yang semakin berwarna merah.
"Sayang, bukankah kau berjanji akan memberikan aku banyak anak nantinya? Hmmm, sekarang kenapa kau malah tidur?" rancau Reyzain dan mendapati bahwa wanita yang tertidur itu tidak bergerak sama sekali.
Kedua tangannya terkepal. Ia bergegas menggendong tubuh calon istrinya tersebut dengan langkah lunglai. Ia telah kehilangan separuh nafas dalam hidupnya.
"Tu-tuan?" sapa sang sopir yang tadi berkendara dengan Denara. Lelaki yang memakai perban dan sedikit pincang itu melontarkan tanya, "Bagaimana keadaan Nona Denara?"
Reyzain menghentikan langkah. Ia mendengar suara yang begitu familiar tersebut lantas menjawab, "Bagaimana bisa calon istriku mengalami kecelakaan, hah? Apakah kau tahu, bahwa Denara ... Dia--"
Reyzain tak kuasa mengatakan bahwa wanita yang dalam gendongan itu sudah meninggal. Lidahnya terlalu kelu. Sang sopir segera menjelaskan dengan menunduk.
"Maafkan saya, Tuan. Tiba-tiba saat memasuki gedung, rem mengalami blong. Dan kami tertabrak oleh mobil putih."
"Segera cari tahu siapa pelaku yang mengendarai mobil tersebut, dan laporkan padaku dengan detail. Jangan ada satupun yang terlewat!"
Usai mengatakan itu, Reyzain memindahkan Denara di jok mobil. Kali saja ini ia sendiri yang akan mengurus pemakaman kekasihnya.
Disisi lain, Valenzuela baru saja membuka netra abunya dan merasakan sakit kepala yang begitu hebat. Pandangan merotasi ke sekeliling ruangan, hanya ada dirinya dan Artur yang sedang diperiksa oleh dokter.
Wanita yang mengenakan dress warna cream itu menghentakkan tubuhnya menjadi duduk. Ia segera turun dari ranjang dan mendekat ke arah kekasihnya.
"Dokter, bagaimana dengan kekasihku?" tanyanya lembut dan ia berusaha menopang tubuhnya yang masih sempoyongan.
Meskipun sudah berusaha, namun mau tidak mau, dokter perempuan itu mengatakan sesuatu.
"Maafkan saya Nona. Kekasih anda terlambat di bawa rumah sakit sehingga ...."
"Sehingga apa?" tanya Velenzuela menuntut tanya.
Rey mengelus leher belakangnya dan menyahut, "Hanya sekedar kenalan saja, Ken.""Selama sebulan ini, Tuan Rey kemana?" tanya Ken. "Aku sedang ada urusan bisnis Ken," Balas pemilik netra elang sekadarnya. Sang ajudan menimpali, "Tuan Yakin tidak sedang berbohong? Urusan penting apa itu? Sebab kesibukkan bisnis Tuan sudah diambil alih papa tuan. Tuan Darwin dan nyonya Monik kembali terjun ke perusahaan yang Tuan Rey kelola.""Aku, berbohong? Apakah wajah tampanku ini seperti orang penipu, Ken?" Rey terlihat marah membuat Ken tersenyum. "Tuan tidak bisa berbohong padaku. Pasti sebuah rahasia besar yang kini menimpa Tuan hingga tak pernah pulang. Benarkan?""Hah, kau sok tahu."Ken kemudian melanjutkan. "Aku sangat mengenal siapa tuan Reyzain. Nona Shen bahkan menghilang dari rumah tuan Barata karena melihat foto tuan bersama perempuan lain yang sedang sama-sama polos berada di dalam selimut yang sama.""Apaaa?!" teriak Rey terkejut dengan suara lantang. Lalu buru-buru membungkam mulut
Ken ingin berucap, namun Barata mengusir dengan gerakan tangan. Membuat ajudan menantunya hanya bisa menurut dengan perasaan yang tak terduga. Ken segera membopong Meysha dan meminta calon istrinya untuk membukakan pintu rumah dan mobil. "Kita bawa nyonya ke rumah sakit saja, Gis," ujar Ken dan diberikan anggukan oleh Giska. Reyzain yang melihat dari teropong pun segera turun dari Villa guna memasuki Mansion Barata. "Ayah mertua, ayah!" teriak Rezain berang. Ia kesal sedari tadi diabaikan. Apalagi tidak nampak tanda-tanda Shenina dan Alvin. Padahal ia sangat merindukan keduanya. "Ayah. Dimana kau sembunyikan istri dan anakku!" seru Reyzain lagi kemudian menaiki tangga guna mencarinya di kamar. Namun, tak ada siapa-siapa. Kakinya ia ayunkan menuju ruang baca sebab hanya ruangan itu yang tak bisa dijangkau oleh penglihatannya lewat teropong. Ia langsung saja masuk sebab pintu sudah terbuka. Rey yang sedang tersulut amarah pun bertanya, "Ayah, kenapa ayah berbohong padaku, hah? Buk
"Apakah kau sudah memikirkannya Shen? Tinggal di panti bersama bayi Al?" tanya Ezra sekali lagi. Shenina mengangguk mantap. "Benar Ez. Aku tumbuh besar di sana. Lagipula ibu panti sudah sangat tua. Jika bukan karena kau yang memberikan donatur tetap mungkin panti itu sudah lama dirobohkan. Jadi, bantu aku ya, please?"Shenina sampai menyatukan kedua tangannya di depan dada sebagai tanda permohonan. Ezra sangat mencintai wanita di hadapannya. Ia berpikir jika bisa menuruti Shen bisa merebutnya dari Rey secara halus. "Akan aku pertimbangkan. Sebab ada beberapa resiko yang nantinya akan kau tanggung. Sekarang sarapanlah, kasihan bayimu bila tidak sarapan.""Oke. Aku akan meminjam dapur, dan kau jaga Alvin sebentar ya," kata Shen seraya bangkit dari duduk. Ezra hanya tersenyum saja sebagai jawaban. "Hai baby Al. Panggil aku ayah nanti ya? Sebab sebentar lagi kita akan menjadi pasangan anak dan ayah yang sempurna," kelakar Ezra berbicara pada Al yang sedang memejamkan mata disertai isap
"Mas, sebaiknya katakan apa rencanamu," sergah Meysha yang membuka pintu perpustakaan secara kasar. Barata segera mengganti layar laptop menjadi grafik pendapatan rumah sakit dan hotel guna membandingkan profit. "Memangnya apa yang aku lakukan, Mey?" "Sikap Mas Bara begitu berbeda hari ini, pasti Mas menyembunyikan sesuatu," tuduh sang istri dan Bara tak menanggapi. Hal itu membuat Meysha sangat kesal. "Oke, jika tidak ingin berkata jujur, malam ini tidurlah sendiri dan jangan coba merengek!""Iya, Mas rencananya mau lembur," jawab Barata santai, membuat sang istri gregetan dan menghentakkan kakinya sebab sangat kesal. Jadi ia memilih menengok cucunya. "Shen, boleh gendong baby Alvin?" tanya Meysha ketika memasuki kamar anaknya. Shenina yang duduk di pinggiran ranjang, sedang menyusui anaknya pun semakin erat mendekap baby Al. Ia begitu takut sebab sang ayah tadi sudah memisahkan keduanya. Shenina menggelengkan kepalanya. "Jangan ambil anakku, Ma. Jangan pisahkan kami," jawab Sh
"Kenapa papa bilang begitu, aku yakin Rey tidak akan mungkin menghianatiku. Aku tahu siapa suamiku, pa. aku mohon jangan pisahkan kami," mohon Shen seraya menangkupkan kedua tangannya di depan dada.Barata masih saja keukeuh meminta sang anak untuk berpisah. "Jika kau tidak mau berpisah dengan Rey. Maka jangan harap bisa menemui putramu lagi!"Bara mengambil paksa bayi yang ada di box dan membawa pergi entah kemana. Shen hanya bisa meruang sejadi-jadinya. rinai hujan di pipinya begitu deras. Monik juga tidak menduga bahwa sahabatnya tega memisahkan ibu dan anak. "Apakah Bara itu sudah tidak waras! Memisahkan Shenina dengan bayinya. Benar-benar tidak masuk akal! Dasar kakek tua gila" umpat Monik dengan amarah yang begitu kentara. Ia segera membantu menantunya untuk berdiri. Memeluknya serta mengelus punggung Shenina guna menenangkan. "Shen, jangan pikirkan hal-hal yang tidak penting. Mama percaya bahwa Bara tidak akan menyakiti cucunya sendiri. Mengenai Rey, mama meminta maaf. Karena
Mendengar perkataan Ken, orang-orang yang berada di ruang makan menghentikan aksi sarapan. Shen terhenyak. Padahal niatnya adalah untuk menjodohkan Ezra dengan Giska."Gis, kalian berdua sudah saling mencintai ya setelah Ken menjemput ke Indonesia? Wah, padahal baru seminggu yang lalu, lho," goda Shen membuat Giska kikuk.Wanita asal Indonesia itu berkata, "Hahaha, sepertinya Mas Ken salah makan obat Mbak Bule, makanya pagi-pagi begini melawak. Kan Giska pengen melanjutkan pendidikan dulu, baru nikah."Ken sungguh kecewa, artinya dia sedang ditolak sekarang? Jadi ia pergi begitu saja dari ruangan tanpa sepatah katapun."Ken marah sepertinya, ayo segera bujuk dia." Giska berupaya tersenyum, "Biarkan saja Mbak Bule, mungkin mas Ken pengen sendiri."Ezra pun ikut berkomentar, "jadi, Ken itu siapanya kamu, Gis?"Giska menjawab kaku. "Bukan siapa-siapa Mas Ezra.""Kalian berdua sudah saling mengenal?" tanya Shen penasaran. "Dulu, Giska sempat bekerja di rumahku yang ada di Jakarta. Terny