Share

Bab 2. Wanita Pembunuh

Dengan berat hati, sang dokter buka suara, "Dia sudah meninggal di tempat kecelakaan Nona. Mohon bersabar dan tenangkan diri Nona. Saya permisi!"

Deg. Pernyataan tersebut bagaikan terkena sengatan listrik dengan tegangan tinggi. Menyetrum hingga membuat dirinya tidak berdaya. Wanita yang rambut hitamnya berantakan tersebut menggeleng kepala berulang kali. Membungkam mulutnya dan baru berteriak histeris, "Tidaaak! Artuuur. Aku mohon bangun!"

Deraian air mata tidak bisa membendung lagi. Tumpah ruah bagikan air hujan. Valen memeluk erat tubuh lelaki yang sudah terbujur kaku dengan wajah yang masih penuh oleh cairan kental berwarna merah.

"Artur, jangan tinggalkan aku. Aku sangat mencintaimu. Aku mohon bangunlah!" Teriak Valen kencang hingga membuat tenggorokan sakit.

"Sayang, bukankah setelah menghadiri pernikahan Denara, kita juga akan menyusul untuk mengikat janji sehidup semati. Lantas, bagaimana bisa kau meninggalkanku secepat ini, hah?"

***

Reyzain menatap lama wajah ayu Denara di dalam peti yang sudah disulap menjadi sangat cantik. Tapi sayang ia tidak akan pernah lagi mendengar suara yang membuat dirinya bersemangat. 

"Sayang, aku berjanji akan mencari tahu siapa pelakunya. Aku akan membuat perhitungan sebab telah menghilangkan nyawamu," Janji Reyzain yang menatap tajam dan sorot akan kebencian. Tangan kekarnya terkepal. 

Sang sopir membisikkan sesuatu. Dadanya semakin bergemuruh saat tahu pelakunya merupakan orang yang sangat dekat dengan dirinya dan calon istrinya yang telah wafat.

Bibir tebalnya berdesis, "Valenzuela! Tunggu pembalasan dariku. Kau akan merasakan bagaimana rasanya hidup di neraka!"

Sambungnya dalam hati, "Hutang nyawa harus dibayar nyawa. Aku tidak akan membiarkanmu bahagia diatas penderitaan yang telah kau ciptakan. Wanita sepertimu tidak akan kulepas begitu saja!"

"Ken, tolong setelah selesai pemakaman, kau bawa Valenzuela kepadaku!"

"Baik Tuan. Sesuai perintah Anda!"

***

 Valen masih menangis sesenggukan di tempat pemakaman. Waktu semakin senja. Ia masih setia berjongkok serta memeluk batu nisan yang bertuliskan nama Arthur Geofano.

"Ar, kenapa kau tidak mengajakku sekalian?" tanyanya yang hanya dijawab oleh hembusan angin. Syal yang dipakainya melorot. Hidungnya memerah dengan iris mata abu yang membengkak. Ketika ia hendak berbicara lagi. Mulutnya disumpal oleh kain tipis.

Meskipun memberontak, tenaganya tidak sebanding dengan tubuh kekar yang menyekapnya. Dalam hitungan menit, tubuh Valen melemah dan luruh ke tanah. Pria itu segera membawa Valen seperti karung di pundaknya dan melempar dengan kasar ke arah jok mobil.

"Aku tidak bisa menunggu lama untuk menyiksamu Valen. Kau harus membayar setiap sakit yang aku rasakan!"

Bahkan setelah Denara selesai dimakamkan, Reyzain langsung menyeret langkahnya menuju pemakaman, dia tahu bahwa Artur juga dimakamkan di tempat yang sama dengan Denara. Hanya berbeda tempat.

Usai tiba di Mansion, Reyzain segera melempar tubuh Valen ke ranjang dan segera menyiram wajahnya dengan air. Wanita yang masih mengenakan baju hitam itu langsung saja terbangun dan tersedak sebab lubang hidungnya kemasukan oleh air. Rambutnya pun turut basah. Belum juga menetralkan deru napas. 

Lelaki itu mencengkram rahang Valen hingga membuat dirinya meringis dan bertanya kebingungan. "Ada apa Rey? Kenapa kau malah membawaku kemari?"

Reyzain muak dengan wajah yang sok polos tersebut, ia semakin mencengkram erat rahang Valen dan berteriak, "KAU SUDAH MENGHANCURKAN HIDUPKU GADIS SOK POLOS!"

Dengan ketakutan yang kentara, Valenzuela mencoba bertanya, "A-apa maksudnya, Rey?"

"DASAR WANITA PEMBUNUH!" tuduh Reyzain yang tidak bisa diterima begitu saja. Sorot mata elangnya menatap tajam ke arah iris kelabu milik Valen. 

Wanita yang masih berduka itu menggeleng kepala pelan dan ketakutan melihat amarah dari kekasih sahabatnya. "Rey, tolong tenangkan diri sebentar. Sebenarnya apa maksud perkataanmu?"

Rey menghempaskan wajah Valen hingga mencium ranjang. Sementara ia berkacak pinggang seraya menunjuk wajah Valen dengan tatapan bengis.

"Kau harus membayar setiap luka yang telah kau torehkan!"

Usai mengatakan hal tersebut, Rey segera melepaskan sabuknya dan langsung melayangkan cambuk di tubuh Valen.

Ctak!

Valen menjerit keras dan Rey terus menyiksa gadis yang masih berduka tersebut.

"Rasakan! Itu pembalasan dariku sebab Denara meninggal akibat ulahmu!

Deg. Mendengar kata meninggal, membuat hati Valen berdenyut nyeri. 

"De-denara, meninggal? Bagaimana bisa?"

Tanpa merasa kasihan, Rey terus mencambuk Valen hingga menjerit semakin keras.

"Dia meninggal saat akan sampai ke gedung pernikahan. Dan dengan mata kepalaku sendiri, dia tidak bernyawa. Apakah kau tahu bagaimana rasanya kehilangan, hah!" Seru Rey dan melayangkan cambuk pada tubuh Valen tanpa belas kasihan.

"Hentikan Rey. Kau menyakitiku, akh!" teriak Valen menjerit histeris. Seolah tidak mendengar suara kesakitan yang dirasakan oleh Valen, dengan kesetanan, Ia menyiksa wanita yang hampir pingsan itu dengan cambukkan. Tak berselang lama ia menjambak surai hitam milik gadis yang masih kesakitan.

"Rey, hentikan, jangan menyiksaku!"

"Oh, rupanya kau tahu bagaimana rasa sakit itu, hah!" Bentak Rey di depan wajah Valen yang sudah pucat. 

Lalu melanjutkan ucapan, "Kau tidak akan kulepas dengan mudah Valen. Ingat, ini hanya permulaan saja. Oh ya, mulai sekarang kau tidak akan bisa pergi kemanapun juga. Sebab aku sudah mendaftar pernikahan kita! Kau harus patuh akan setiap perintahku!" 

"Ki-kita, menikah? Kapan?"

Dengan kasar, Rey melepaskan jambakan yang membuat kulit kepala Valen terasa panas. Gadis itu sedikit bernafas lega akhirnya tidak merasakan sakit yang begitu hebat meskipun tubuhnya sudah sangat sakit.

"Tidak perlu terkejut. Meskipun begitu, aku tidak akan sudi untuk menikmati tubuh wanita pembunuh seperti dirimu. Camkan itu!" 

Setelah mengatakan hal tersebut, Rey membating pintu kamar dengan keras hingga menciptakan debuman. Membuat Velen berjingkat sebab terkejut.

Air matanya seolah kering. Ia hanya menatap pintu kamar yang telah tertutup dengan pandangan kosong. Hatinya kembali dihantam oleh kenyataan bahwa hari ini tidak hanya kehilangan sang kekasih tetapi juga sang sahabat.

"Denara, apakah mungkin bahwa mobil hitam yang bertabrakan dengan kami adalah kamu, De?" tanyanya dengan memeluk dirinya sendiri.

"De, maafkan aku. Aku sungguh tidak tahu. Seharusnya hari ini aku menyaksikan pernikahanmu dan melihat senyuman mengembang dari bibirmu. Tetapi nyatanya, pernikahan itu berubah menjadi duka. Aku juga kehilangan Arthur untuk selamanya. De, jika kau mendengarku, tolong sampaikan kepada Reyzain. Bahwa kami tidak bermaksud membunuhmu!"

"Arthur, bawa aku pergi bersamamu, jemput aku sehingga aku tidak perlu merasa kesakitan seperti ini," keluh Valen dan tak lama pandangannya menjadi gelap. Ia pingsan di atas kasur sebab tak kuasa menahan perih di tubuhnya akibat ulah Reyner yang mencambuk dirinya tanpa jeda.

Reyzain yang berada di kamar megahnya membanting apa saja benda yang terdapat di meja rias. Ia bahkan memukul cermin hingga kepalan tangannya berlumuran darah.

"Sialan, kau Valen, kau sudah merenggut kebahagiaanku, seharusnya malam ini, adalah malam bersejarah dalam hidupku sebab akan menikmati surga dunia. Tetapi kau menghancurkan harapanku!" teriak Rey di depan cermin yang sudah retak. Hancur berkeping keping seperti hatinya. 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Taka Sh
Rey kasar. awas jatuh cinta pada istrinya sendiri nanti. menghina ujungnya bucin.. jangan kasih kesempatan untuk Rey, Thor... semangat
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status