Sinar keemasan nampak begitu megah terpancar dari sang Surya. Lamat-lamat, manik kelabu milik Valen terbuka. Kepalanya berdenyut nyeri. Ia meringis sebab merasa kesakitan akibat ulah Reyzain semalam. Bahkan tanpa punya belas kasihan menyiksa dan membuat tubuhnya penuh luka. Luka di hatinya belum sembuh tersebab rasa kehilangan, kini Rey menambahkannya dengan percikan air garam. Dobel sakit, bukan?
Perlahan, ia menghentakkan tubuhnya secara perlahan hingga bersandar di dashboard ranjang. Memijit pelipisnya sebab pening yang mendera. Perutnya keroncongan sebab belum menyantap makanan.
"Terakhir aku makan saat hendak pergi menghadiri pernikahan Denara, pantas saja aku kelaparan," tutur Valen dan mulai berdiri, pandangan masih saja buram. Ia hendak melangkah, namun pintu kamar dibuka secara kasar.
"Apa aku membawamu untuk bersantai, hah?!" bentak Reyzain yang sudah berada di hadapan Valen. Sementara wanita itu sudah gemetaran. Dengan langkah lebar, Rey segera menarik pergelangan tangan istrinya itu dan mendorongnya hingga tersungkur di depan para pelayan.
"Dengarkan aku, mulai saat ini, semua pekerjaan rumah diurus oleh wanita pembunuh tersebut. Jangan berani membantunya, bila aku melihatnya salah satu diantara kalian melanggar perintah, maka saat itu juga, silahkan angkat kaki dari sini dan jangan harap mendapatkan pesangon!" teriak Rey nyalang dengan deru napas yang naik turun sebab bongkahan daging dalam hatinya masih menyisakan ruang pesakitan.
Tidak ada yang berani mendongak. Mereka menunduk, sementara Valen membeku di tempatnya yang bokongnya mencium lantai marmer.
"Kau, tidak akan mendapatkan makanan bila tidak bekerja! Kalian semua awasi Gadis pembunuhan itu! Laporan padaku bila pekerjaannya tidak beres!" usai mengatakan itu ia berbalik badan dan hendak pergi ke kantor.
Namun saat akan keluar dari pintu ia berpesan, "Julia, Kau awasi wanita pembunuh itu!"
Setelah itu, ia keluar dari Mansion dan mengendarai mobil mewahnya menuju Kantor. Para pelayan Reyzain segera berhamburan, hanya tersisa Julia yang menjadi ketua Maid, ia sungguh kasihan melihat Nona muda yang disiksa oleh majikannya. Entah permasalahannya apa.
Julia mengulurkan tangan untuk membantu namun Valen menggeleng kepala berulang. Sebab ancaman Rey tidak main-main. Dengan kekuatan penuh, ia mencoba berdiri dan berkata, "jangan membantuku Bibi, aku hanya tidak ingin Reyzain kembali murka dan melemparkan kekesalan pada kalian. Lebih baik Bibi sebutkan saja apa yang harus aku kerjakan."
"Saya tahu Nona ini orang yang baik. Saya tidak akan bertanya ada masalah apa diantara kalian, hanya saja Tuan berubah setelah tidak jadi menikah dengan Nona Denara, Nona Valen."
"Tolong jangan panggil aku Nona, Bibi Julia. Mungkin saja Rey sedang kelelahan. Oh ya jika begitu, izinkan aku untuk menyapu," ucap Valen dengan senyum yang dipaksakan. Ia mulai meraih sapu dan membersihkan Mansion megah yang luas.
Wanita itu menyeka dahinya yang sudah berkeringat dingin, ditambah tenaganya begitu lemah karena belum ada asupan yang bersarang di perutnya. Ia semakin meringis ketika perutnya terasa perih. Namun ia tidak akan mendapatkan jatah sarapan bila belum bekerja.
Saat ia hendak menyapu di teras, Valen tidak kuasa menahan berat badannya dan ia luruh seketika di Lantai, bertepatan dengan itu, seorang Pria yang lebih muda dari Reyner berteriak, "Astagaaa Valen! Kau kenapa malah tidur di lantai?"
Tanpa menunggu lama, Ezra membopong Valen hingga meletakkan hati-hati di kamarnya. Mendengar kabar bahwa sepupunya itu kehilangan sosok calon istri dan malah mengumumkan pernikahannya dengan Valen, membuat dirinya yang sedang berada di Kanada langsung terbang ke Swiss karena kabar duka tersebut.
Ezra menepuk-nepuk pipi Valen pelan dan berucap, "Len, Valen. Hey, Ayo bangun!"
Suara bass yang terdengar sayup-sayup di indera pendengaran gadis yang tadi pingsan itu segera terbuka. Ia kembali memijat kepalanya sebab merasa sangat pening.
"Hei, kau ingat siapa aku?" tanya Ezra mengajukan pertanyaan.
Valen mendengus dan berkata, "Aku tidak sedang hilang ingatan Ez!"
"Kupikir kepalamu terbentur lantai dan pingsan."
Valen menggeleng kepala pelan. Saat ia ingin buka suara, bunyi keroncongan di perut membuat Ezra tergelak.
"Kau lapar rupanya? Apakah suamimu itu tidak memberikanmu sarapan? Ckckck dasar pria tidak peka!" Kesal Ezra hingga membuat dahi Valen berkerut dalam.
"Kenapa kau bisa tahu bahwa aku sudah menjadi istrinya, Reyzain?" tanya Valen penasaran.
Bukankanya menjawab, Ezra segera berlari ke pintu dan berteriak, "Juliaaa, bawakan makanan ke kamar Valen!"
Urat lehernya sampai memerah, ia segera menghampiri sahabatnya saat di kampus itu dengan melontarkan banyak pertanyaan.
"Seharusnya aku yang bertanya Len. Bagaimana bisa justru kau yang menikah dengan Reyzain? Seharusnya ia menikah dengan Denara, bukan? Oh, ya mengenai Artur, aku minta maaf bila baru tahu hari ini jika dia telah berpulang ke pangkuan Tuhan," sesal Ezra seraya menatap wajah cantik yang diam-diam ia kagumi dalam diam.
"Aku sendiri tidak tahu, Ez. Semuanya terjadi begitu saja. Tanpa persetujuan dariku, Rey mengatakan bahwa kami telah menikah."
"Jadi, dia memaksamu?" tanyanya menuntut tanya.
Tok! Bunyi ketukan pintu membuat Valen urung menjawab pertanyaan dari Ezra. Julia segera masuk dan membawa nampan berisi makanan dan minuman.
"Nona Valen, ayo sarapan dulu," ucap Julia meletakkan makanan di meja kecil dekat Ranjang. Valen mencoba bangun, tapi tenaganya benar-benar lemah. Ezra membantunya dengan memegang kedua lengan wanita ringkih tersebut yang justru berteriak.
"Hentikan Ez. Kau menyakitiku!"
Teriakan kesakitan itu membuat alis Ezra saling tertaut. "Aku hanya sekedar membantu saja, Len. Kenapa kau justru berteriak kesakitan, hah?"
"A-aku, aku sungguh lapar Ez. Biarkan aku sarapan lebih dulu," jawab Valen setelah kepergian Julia. Perlahan ia mampu menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang dan memakan sarapannya berupa Sup.
Ezra segera duduk kembali di pinggir Ranjang dan menunggu Valen selesai dengan sarapannya.
"Jadi, kenapa tadi kau berteriak?"
Valen merotasi netra abunya ke kanan dan ke kiri, dengan gugup ia mengelak, "Ah, tidak ada masalah yang serius Ez. Tadinya aku hanya terkejut saja. Hehehe."
"Kau tidak pandai berbohong, Len!" seru Ezra memicingkan mata curiga. Tatapan mata hitamnya menyelidik. Mencoba menyelami kebenaran dari iris kelabu yang begitu mempesona.
"Jangan sembunyikan apapun dariku, Len. Aku paham bagaimana dirimu. Sekarang katakan, apakah kau merasa bahagia menikah dengan Reyzain?"
"Tidak ada hubungannya dengan Rey, Ez. Kami baik-baik saja," Kilah Valen yang menutupi kelakuan Rey yang berubah setelah kehilangan Denara.
"Aku tidak percaya, pasti kau menyembunyikan sesuatu padaku, bukan? Tapi tidak masalah bila hari ini kau tidak ingin bercerita. Bahuku siap menerima keluhan darimu," ucap Ezra tulus dan malah mengacak rambut hitam panjang milik wanita yang ia cintai dalam diam.
"Singkirkan tanganmu dari istriku, Ezra!" teriak Rey marah saat melihat dua insan yang begitu ia benci berada di kamar dan sengaja memamerkan kemesraan, seolah mengejek dirinya.
"Dia istriku, kau tidak diperbolehkan menyentuh Valen sembarangan!" kilat amarah masih menguasai dirinya. Ia membuka lebar daun pintu dan berkata, "Aku tidak menerima tamu, pintu kamar sudah terbuka dan kau silahkan keluar! Jangan pijakan kakimu lagi di Mansionku!"
Ezra mengalah, ia berdiri dan berjalan menuju ke arah sepupunya seraya berbisik, "Bila kau menyakiti Valen, aku akan merebut dirinya darimu!"
Rey mengelus leher belakangnya dan menyahut, "Hanya sekedar kenalan saja, Ken.""Selama sebulan ini, Tuan Rey kemana?" tanya Ken. "Aku sedang ada urusan bisnis Ken," Balas pemilik netra elang sekadarnya. Sang ajudan menimpali, "Tuan Yakin tidak sedang berbohong? Urusan penting apa itu? Sebab kesibukkan bisnis Tuan sudah diambil alih papa tuan. Tuan Darwin dan nyonya Monik kembali terjun ke perusahaan yang Tuan Rey kelola.""Aku, berbohong? Apakah wajah tampanku ini seperti orang penipu, Ken?" Rey terlihat marah membuat Ken tersenyum. "Tuan tidak bisa berbohong padaku. Pasti sebuah rahasia besar yang kini menimpa Tuan hingga tak pernah pulang. Benarkan?""Hah, kau sok tahu."Ken kemudian melanjutkan. "Aku sangat mengenal siapa tuan Reyzain. Nona Shen bahkan menghilang dari rumah tuan Barata karena melihat foto tuan bersama perempuan lain yang sedang sama-sama polos berada di dalam selimut yang sama.""Apaaa?!" teriak Rey terkejut dengan suara lantang. Lalu buru-buru membungkam mulut
Ken ingin berucap, namun Barata mengusir dengan gerakan tangan. Membuat ajudan menantunya hanya bisa menurut dengan perasaan yang tak terduga. Ken segera membopong Meysha dan meminta calon istrinya untuk membukakan pintu rumah dan mobil. "Kita bawa nyonya ke rumah sakit saja, Gis," ujar Ken dan diberikan anggukan oleh Giska. Reyzain yang melihat dari teropong pun segera turun dari Villa guna memasuki Mansion Barata. "Ayah mertua, ayah!" teriak Rezain berang. Ia kesal sedari tadi diabaikan. Apalagi tidak nampak tanda-tanda Shenina dan Alvin. Padahal ia sangat merindukan keduanya. "Ayah. Dimana kau sembunyikan istri dan anakku!" seru Reyzain lagi kemudian menaiki tangga guna mencarinya di kamar. Namun, tak ada siapa-siapa. Kakinya ia ayunkan menuju ruang baca sebab hanya ruangan itu yang tak bisa dijangkau oleh penglihatannya lewat teropong. Ia langsung saja masuk sebab pintu sudah terbuka. Rey yang sedang tersulut amarah pun bertanya, "Ayah, kenapa ayah berbohong padaku, hah? Buk
"Apakah kau sudah memikirkannya Shen? Tinggal di panti bersama bayi Al?" tanya Ezra sekali lagi. Shenina mengangguk mantap. "Benar Ez. Aku tumbuh besar di sana. Lagipula ibu panti sudah sangat tua. Jika bukan karena kau yang memberikan donatur tetap mungkin panti itu sudah lama dirobohkan. Jadi, bantu aku ya, please?"Shenina sampai menyatukan kedua tangannya di depan dada sebagai tanda permohonan. Ezra sangat mencintai wanita di hadapannya. Ia berpikir jika bisa menuruti Shen bisa merebutnya dari Rey secara halus. "Akan aku pertimbangkan. Sebab ada beberapa resiko yang nantinya akan kau tanggung. Sekarang sarapanlah, kasihan bayimu bila tidak sarapan.""Oke. Aku akan meminjam dapur, dan kau jaga Alvin sebentar ya," kata Shen seraya bangkit dari duduk. Ezra hanya tersenyum saja sebagai jawaban. "Hai baby Al. Panggil aku ayah nanti ya? Sebab sebentar lagi kita akan menjadi pasangan anak dan ayah yang sempurna," kelakar Ezra berbicara pada Al yang sedang memejamkan mata disertai isap
"Mas, sebaiknya katakan apa rencanamu," sergah Meysha yang membuka pintu perpustakaan secara kasar. Barata segera mengganti layar laptop menjadi grafik pendapatan rumah sakit dan hotel guna membandingkan profit. "Memangnya apa yang aku lakukan, Mey?" "Sikap Mas Bara begitu berbeda hari ini, pasti Mas menyembunyikan sesuatu," tuduh sang istri dan Bara tak menanggapi. Hal itu membuat Meysha sangat kesal. "Oke, jika tidak ingin berkata jujur, malam ini tidurlah sendiri dan jangan coba merengek!""Iya, Mas rencananya mau lembur," jawab Barata santai, membuat sang istri gregetan dan menghentakkan kakinya sebab sangat kesal. Jadi ia memilih menengok cucunya. "Shen, boleh gendong baby Alvin?" tanya Meysha ketika memasuki kamar anaknya. Shenina yang duduk di pinggiran ranjang, sedang menyusui anaknya pun semakin erat mendekap baby Al. Ia begitu takut sebab sang ayah tadi sudah memisahkan keduanya. Shenina menggelengkan kepalanya. "Jangan ambil anakku, Ma. Jangan pisahkan kami," jawab Sh
"Kenapa papa bilang begitu, aku yakin Rey tidak akan mungkin menghianatiku. Aku tahu siapa suamiku, pa. aku mohon jangan pisahkan kami," mohon Shen seraya menangkupkan kedua tangannya di depan dada.Barata masih saja keukeuh meminta sang anak untuk berpisah. "Jika kau tidak mau berpisah dengan Rey. Maka jangan harap bisa menemui putramu lagi!"Bara mengambil paksa bayi yang ada di box dan membawa pergi entah kemana. Shen hanya bisa meruang sejadi-jadinya. rinai hujan di pipinya begitu deras. Monik juga tidak menduga bahwa sahabatnya tega memisahkan ibu dan anak. "Apakah Bara itu sudah tidak waras! Memisahkan Shenina dengan bayinya. Benar-benar tidak masuk akal! Dasar kakek tua gila" umpat Monik dengan amarah yang begitu kentara. Ia segera membantu menantunya untuk berdiri. Memeluknya serta mengelus punggung Shenina guna menenangkan. "Shen, jangan pikirkan hal-hal yang tidak penting. Mama percaya bahwa Bara tidak akan menyakiti cucunya sendiri. Mengenai Rey, mama meminta maaf. Karena
Mendengar perkataan Ken, orang-orang yang berada di ruang makan menghentikan aksi sarapan. Shen terhenyak. Padahal niatnya adalah untuk menjodohkan Ezra dengan Giska."Gis, kalian berdua sudah saling mencintai ya setelah Ken menjemput ke Indonesia? Wah, padahal baru seminggu yang lalu, lho," goda Shen membuat Giska kikuk.Wanita asal Indonesia itu berkata, "Hahaha, sepertinya Mas Ken salah makan obat Mbak Bule, makanya pagi-pagi begini melawak. Kan Giska pengen melanjutkan pendidikan dulu, baru nikah."Ken sungguh kecewa, artinya dia sedang ditolak sekarang? Jadi ia pergi begitu saja dari ruangan tanpa sepatah katapun."Ken marah sepertinya, ayo segera bujuk dia." Giska berupaya tersenyum, "Biarkan saja Mbak Bule, mungkin mas Ken pengen sendiri."Ezra pun ikut berkomentar, "jadi, Ken itu siapanya kamu, Gis?"Giska menjawab kaku. "Bukan siapa-siapa Mas Ezra.""Kalian berdua sudah saling mengenal?" tanya Shen penasaran. "Dulu, Giska sempat bekerja di rumahku yang ada di Jakarta. Terny