Share

Terlahir Kembali, Menceraikan Suami Konglomerat
Terlahir Kembali, Menceraikan Suami Konglomerat
Author: Cherryblossom

Bab 1

Author: Cherryblossom
Apa hal pertama yang akan kamu lakukan jika terlahir kembali?

Aku? Aku akan mulai dengan menceraikan suamiku, Finn Gunawan.

Ya, Finn Gunawan. Lelaki yang menguasai setengah dunia mafia dari balik tirai.

Sang Bos Mafia. Pria terkaya di dunia. Pria yang diimpikan semua wanita. Wajahnya terpampang di sampul majalah, dinobatkan sebagai "Pria Terseksi di Dunia" lima tahun berturut-turut.

Di kehidupanku yang lalu, aku sudah mencoba segalanya agar dia melihatku sebagai seseorang yang berarti.

Aku menikah dengannya. Aku melahirkan anaknya. Aku mengesampingkan semua harga diriku, berusaha menjadi istri yang sempurna.

Namun, semua itu sia-sia.

Baginya, aku tak berbeda dari seorang pelayan yang mungkin sering dia beri tip. Mudah dilupakan, bisa digantikan, dan nyaris tak terlihat.

Jadi kali ini, aku tidak akan memohon dan aku tidak akan berpura-pura lagi. Aku menyerahkan posisiku di hidupnya kepada Madeline Bahar ... dan pergi.

Madeline adalah cinta pertama Finn, juga bayangan yang menghantui hari-hari di kehidupanku yang lalu. Kini Madeline duduk di seberangku, menatapku dengan mata berkedip bingung, seolah-olah tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.

"Kamu berusaha keras menyingkirkanku," katanya perlahan, matanya menyipit. "Sekarang kamu mau aku bersama Finn?"

"Ya. Itu saja yang kuminta. Temui Finn, bicaralah dengannya. Katakan padanya untuk menandatangani surat cerai."

Aku menatap wajahnya yang masih kebingungan dan melanjutkan, "Semua orang tahu aku adalah orang terakhir yang akan melepaskan Finn. Jadi kalau aku bilang mau bercerai, dia nggak akan percaya sedikit pun. Tapi kamu? Kamu orang yang bisa membuat itu terjadi. Benar nggak?"

Madeline tertawa, karena akhirnya dia mendapat kesempatan yang selama ini diinginkannya.

Aku pun tertawa, karena akhirnya aku bebas.

....

Madeline menatapku lama setelah mendengar kata "surat cerai" keluar dari mulutku. Dia tidak langsung bicara, hanya menatapku seolah-olah aku tiba-tiba menumbuhkan kepala kedua.

Kemudian, tanpa sepatah kata pun, dia mengeluarkan ponselnya dan sedikit memalingkan tubuh. Namun, aku masih bisa mendengar semuanya.

"Finn," panggilnya lembut, seolah-olah sedang menguji situasi. "Kamu punya waktu sebentar?"

Dia berhenti sejenak, mendengarkan. Aku bisa mendengar suara berat di seberang sana, bahkan dari tempatku duduk.

"Aku ada di Kafe Gelora milikmu," lanjutnya. "Bisa jemput aku?"

Dia terdiam mendengarkan lagi. Jemarinya menggenggam ponsel semakin erat. "Baiklah, sampai nanti."

Madeline menutup panggilan itu lalu berbalik menatapku lagi, masih dengan sorot curiga. "Baik, Jilly," katanya, matanya menyipit. "Jujur saja, sebenarnya permainan apa yang sedang kamu mainkan?"

Aku mengembuskan napas perlahan. Dia masih waspada, bahkan ketika aku sudah menyerahkan semuanya begitu saja padanya. "Aku nggak sedang bermain apa pun," jawabku tenang. "Aku sudah selesai. Kamu boleh memiliki Finn ... dan Henry juga."

Alisnya terangkat tinggi. "Serius? Kamu menyerahkan suami dan anakmu begitu saja?"

Aku mengangguk. "Aku benar-benar serius. Aku sudah pernah melalui neraka sekali. Aku nggak akan kembali ke sana lagi."

Dia menatapku sejenak, lalu tersenyum miring, seolah-olah tidak percaya, tetapi juga tidak peduli. "Baiklah. Karena kamu begitu murah hati," katanya sambil menepis rambut ke belakang. "Tapi jangan menyesal nanti. Kalau kamu berubah pikiran, jangan harap aku akan menyingkir."

"Aku nggak akan menyesal," jawabku datar.

Dia tersenyum, seperti baru saja menang sesuatu. "Serahkan urusan surat cerai padaku."

Dua puluh menit kemudian, suara deru mesin memenuhi jalanan.

Bukan hanya satu mobil, lima Bentley hitam berderet berhenti di depan kafe. Semua kacanya gelap. Semua terasa seperti pertanda masalah.

Kemudian, dia keluar. Finn Gunawan. Suamiku. Pria yang diidamkan semua wanita di kota ... dan pria yang telah kukejar seumur hidupku.

Aku tidak melihatnya selama berbulan-bulan. Menurut para pembantu, minggu lalu dia ke Pranka, ke Brasia, lalu ke Tharun. Selalu pergi. Selalu menghilang.

Namun sekarang? Sekarang dia di sini. Hanya karena Madeline memanggilnya.

Finn berjalan lurus menuju pintu masuk, matanya tertuju pada wanita di sebelahku. Bahkan tidak menoleh padaku. Seolah-olah aku tidak ada.

Dia berhenti di samping meja kami dan berbicara dengan suara rendah dan lembut, seperti beludru yang dilapisi baja. "Ayo pergi," katanya pada Madeline, tanpa sedikit pun melihatku.

Madeline tersenyum menatapnya. "Tunggu, Finn. Aku punya sesuatu untuk kamu tandatangani. Ini tentang rumah impianku ...."

Finn mengangkat alis. "Bukannya aku sudah memberimu kartu hitam? Itu cukup untuk membeli sepuluh rumah impian sekaligus."

Dia tertawa kecil. "Ya, tapi ini bukan soal uang. Ini soal properti. Akta kepemilikannya masih atas namamu."

Finn menggeleng, setengah geli. "Kamu memang luar biasa, tahu nggak?"

Kemudian, tanpa membaca isi dokumen, dia langsung membalik ke halaman terakhir dan menandatanganinya.

Aku melihatnya, melihat semuanya, merasa seolah-olah seseorang baru saja menyingkap tirai dari mataku. Sungguh konyol.

Namun, untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun, aku merasa ... bebas.

Di kehidupanku yang lalu, aku berpegang pada Finn seolah-olah dia satu-satunya jalan hidupku. Aku pikir jika aku mencintainya cukup dalam, dia akan berbalik dan melihatku. Aku mati karena harapan itu.

Hari itu, lift macet. Aku, Madeline, dan anak kami, Henry, terjebak di dalamnya. Tali lift putus. Asap di mana-mana. Panik. Teriakan.

Finn harus memilih ... dan dia memilih Madeline.

Madeline keluar lebih dulu, menggendong Henry di pelukannya, tanpa luka sedikit pun.

Aku tertinggal. Lift itu macet lagi sebelum mereka sempat menariknya naik. Aku mati dengan pikiran bahwa mungkin ... hanya mungkin ... dia akan kembali untukku.

Namun, dia tidak kembali.

Jadi sekarang, di kesempatan kedua dalam hidupku ini, aku tidak akan mengulangi kesalahan itu lagi.

Finn menggenggam tangan Madeline dan mulai berjalan keluar dari kafe. Aku mengikuti beberapa langkah di belakang, menuju pintu keluar juga. Tepat sebelum mereka melangkah keluar, Finn menoleh.

Tatapannya bertemu denganku. Dingin, tajam, dan sulit dibaca. Dia memberi isyarat kecil kepada asistennya.

Leo berdiri di depanku. "Bu Jilly ...."

"Kamu nggak bisa ikut bersama mereka. Pak Finn ada urusan yang harus diselesaikan."

Aku mengangkat bahu. "Aku memang nggak berniat ikut. Kebetulan saja arahnya sama. Aku juga punya tempat yang harus kudatangi."

Aku berbalik, siap melangkah pergi dan meninggalkan semuanya, ketika suara kecil terdengar dari luar. "Madeline! Aku kangen sekali padamu!"

Langkahku terhenti. Hatiku retak.

Aku berbalik dan melihat anakku, Henry, berlari ke arahnya. Tangan kecilnya melingkar di pinggang Madeline, seolah-olah Madeline adalah seluruh dunianya.

Kemudian, matanya menatapku dan seketika senyumnya lenyap.

"Ayah," katanya sambil menarik tangan Finn. "Kenapa ada wanita itu di sini?"

Aku berdiri di sana, menelan rasa sesak di tenggorokan. Finn mengusap kepala anak itu dengan lembut. "Dia nggak ikut kita. Ayo, kita pergi makan."

Henry tersenyum cerah. "Asyik! Aku bisa makan bersama Madeline!"

Aku tidak berkata apa-apa. Hanya melangkah keluar ke jalan, melambaikan tangan untuk menghentikan taksi, lalu masuk ke dalamnya.

Saat kota berkelebat di balik kaca jendela, aku menatap ke luar dalam diam.

Madeline adalah cinta pertamanya. Selalu begitu. Dulu mereka tidak menikah karena dia melanjutkan studi ke luar negeri dan keluarga Finn memaksanya menikah denganku. Itu murni perjodohan bisnis.

Aku masih ingat malam ketika mengetahui kebenarannya. Aku tidak bisa tidur selama berhari-hari. Mungkin sejak saat itu aku hidup setengah sadar.

Namun sekarang? Sekarang aku benar-benar sudah sadar.

Di kehidupan ini, aku akan sadar sepenuhnya. Kali ini, aku akan pergi sebelum tenggelam lagi.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terlahir Kembali, Menceraikan Suami Konglomerat   Bab 11

    Madeline akhirnya keluar dari rumah."Kamu masih pikir Jilly bakal balik ke kamu?" katanya sambil memiringkan kepala, dengan senyum kecil penuh kesombongan. "Finn, kamu benar-benar sudah nggak ada harapan. Kamu sadar kalian sudah bercerai, 'kan?"Finn mengatupkan rahangnya. "Itu bukan urusanmu." Kemudian, Finn membanting pintu di depan wajah Madeline.Perjalanan dengan mobil menuju rumah sakit berlangsung dalam diam. Buku-buku jarinya memutih di atas setir. Kota berkelebat di luar jendela, tetapi dia nyaris tidak memperhatikannya. Henry masih terbaring di ranjang rumah sakit sialan itu. Wajahnya pucat, dengan lingkaran hitam di bawah matanya."Besok kita bakal jemput ibumu," kata Finn lembut sambil menyibak rambut Henry dari dahinya.Mata Henry sedikit berbinar. Tidak banyak, tetapi cukup untuk membuat Finn percaya bahwa ini mungkin bisa memperbaiki semuanya.Dari pihakku, aku sudah tahu apa yang dia rencanakan. Ayah memberitahuku semuanya setelah Finn meninggalkan rumah sakit. Jadi ak

  • Terlahir Kembali, Menceraikan Suami Konglomerat   Bab 10

    Madeline tidak pernah sekalipun mengantar Henry ke sekolah. Bahkan di hari pertama anak itu masuk setelah liburan. Tidak pernah. Sedangkan Finn? Dia sudah berbulan-bulan pergi. Eropa, urusan bisnis, seperti biasa.Namun, sementara dia sibuk bermain diplomat dengan para pria tua berjas mahal, keadaan di rumah justru semakin hancur.Henry mulai terpuruk. Sekolah sudah mengirim dua peringatan resmi. Dia bolos, berkelahi, tertidur saat ujian. Kepala sekolah bahkan bilang mereka bisa mempertimbangkan untuk mengeluarkannya jika hal itu terus terjadi.Tidak ada yang membantu. Tidak ada yang peduli.Madeline tidak peduli. Dia tidur sampai siang, menyesap sampanye di taman, lalu menghabiskan sisa hari menatap ponselnya seolah-olah dunia ini tidak ada.Suatu hari, salah satu pembantu dengan ragu bertanya, "Bu, apakah kita perlu memanggil polisi? Henry belum pulang seharian ...."Madeline bahkan nyaris tidak mengangkat pandangannya dari cermin. "Santai saja," katanya sambil melambaikan tangan, se

  • Terlahir Kembali, Menceraikan Suami Konglomerat   Bab 9

    Sejak malam aku menutup telepon dari Finn, segalanya menjadi sunyi. Aku tidak pernah mendengar kabar darinya lagi, setidaknya tidak secara langsung. Ayahku satu-satunya yang kadang menelepon dan setiap kali dia melakukannya, isinya selalu sama."Jilly, hentikan sikap kekanak-kanakanmu itu. Finn sedang keliling dunia mengurus bisnis."Ya, tentu saja. "Mengurus bisnis". Mungkin sambil membiarkan Madeline duduk manis di pangkuannya ketika menandatangani kontrak. Namun, aku tidak mengatakannya. Aku hanya bertanya dengan tenang, "Kalau gitu, gimana kabar Madeline sekarang?"Ayahku menghela napas panjang, seperti seakan-akan akulah yang tidak masuk akal. "Kamu ini keterlaluan. Dia bukan istrinya. Berhentilah bersikap cemburu terhadap perempuan yang bahkan nggak punya status hukum di keluarga ini."Saat itulah aku tahu. Madeline masih tinggal di rumahku. Bersama anakku. Seolah-olah dia pengganti ibu yang sah.Aku tidak bertanya apa pun lagi. Aku hanya menutup telepon dan fokus pada hal-hal ya

  • Terlahir Kembali, Menceraikan Suami Konglomerat   Bab 8

    Aku sudah menjalankan toko bungaku di Rismon hampir sebulan. Pagi yang tenang, jalanan yang sepi, aroma mawar dan lavender segar. Ini adalah kehidupan yang selalu kuinginkan tetapi tak pernah kumiliki.Garrick dan Cika kecil kadang datang berkunjung. Cika akan berlari di antara pot-pot bunga, tertawa sambil membelai kelopak bunga dengan jarinya yang mungil seolah-olah mereka teman-temannya. Sedangkan Garrick, dia selalu membawa ketenangan yang lembut. Berbeda dengan Finn, dia tidak mencoba menguasai ruangan setiap kali masuk.Kupikir aku bisa tetap tak terlihat di sini. Hanya aku, bungaku, dan ketenanganku. Kemudian, ponselku berdering. Kulihat nama di layar dan dadaku langsung mengencang, Ayah.Aku menjawab dengan helaan napas kecil. "Halo, Ayah."Suaranya terdengar tajam dan kesal, seperti biasa. "Apa yang terjadi antara kamu dan Finn? Dia bilang sudah berminggu-minggu kamu nggak menghubunginya. Jilly, kamu itu seorang ibu. Kamu nggak bisa main-main begini lalu menghilang begitu saja

  • Terlahir Kembali, Menceraikan Suami Konglomerat   Bab 7

    Aku tidak memberi tahu orang tuaku ke mana aku pergi. Bukan karena aku tidak mencintai mereka, aku hanya tidak sanggup lagi melihat kekhawatiran di mata mereka. Setelah semua yang terjadi, aku tahu mereka pasti akan meninggalkan segalanya hanya untuk mencariku.Namun, aku butuh ruang. Ruang untuk bernapas, ruang untuk menyembuhkan diri.Jadi, aku pergi. Aku mengemas beberapa tas, menarik uang dari rekening bersama atas nama lahirku. Syukurlah, nama Chandra masih punya arti, dan aku pun pindah ke Rismon. Kota yang sama tempat di mana orang tuaku membawaku setiap musim semi saat aku masih kecil.Dulu, kami biasa menginap di penginapan kecil yang dikelola keluarga, tak jauh dari taman bunga sakura. Kami akan makan es krim di bangku taman sambil menghitung berapa banyak kelopak merah muda yang jatuh di kepala kami. Ayahku akan menggendongku di pundaknya saat aku lelah, dan ibuku akan bersenandung pelan di antara hembusan angin.Kota ini sudah berbeda sekarang. Lebih besar. Mungkin juga leb

  • Terlahir Kembali, Menceraikan Suami Konglomerat   Bab 6

    Dalam kehidupan sebelumnya, aku tidak pernah mengalami momen seperti ini, setidaknya sejauh yang bisa kuingat. Namun, Finn selalu membuat pilihan yang sama yaitu memilih Madeline daripada aku. Bedanya, waktu itu aku tidak selamat.Saat aku terbangun, seluruh tubuhku terasa nyeri. Kepalaku berdenyut hebat, tulang rusukku terasa seperti terbakar, dan cahaya putih menyilaukan dari lampu di atas kepalaku menegaskan kalau aku sedang berada di rumah sakit.Tidak ada siapa pun di sisiku. Tidak satu pun wajah yang kukenal, hanya seorang dokter dengan papan tulis dan ekspresi datar.Dia menatapku. "Kamu sudah sadar. Itu kabar bagus."Aku mencoba bangun, tetapi rasa sakit menusuk dari sisi tubuhku."Hati-hati," katanya dengan cepat. "Kamu mengalami gegar otak ringan dan tiga tulang rusukmu retak. Nggak mengancam nyawa, tapi kamu harus beristirahat beberapa hari di sini untuk berjaga-jaga. Tapi kalau kamu benar-benar ingin pulang, aku bisa urus kepulanganmu lebih cepat.""Siapa yang membayar semu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status