Eliska mengangguk pelan, tetapi dia tetap menjaga jarak. Dia hanya sesekali bertepuk tangan memuji saat Banyu berhasil memukul batu dengan ketapel dengan sangat akurat.Perhatian Banyu jadi teralihkan. Dia kehilangan fokus sehingga tembakannya menjadi kurang akurat. Hal ini justru membuat Eliska tertawa kecil.Di sekeliling mereka, bunga-bunga persik yang baru bermekaran terlihat memesona. Namun tetap saja, keindahannya tidak mampu menandingi pesona Eliska.Banyu buru-buru mengalihkan pandangan. Dia tidak berani lagi menatap Eliska terlalu lama.Sampai ketika Prabu menunjuk ke arah lain yang kebetulan mengarah ke posisi Eliska, Banyu kembali teralihkan perhatiannya. Batu yang ditembakkannya pun meleset dan tepat mengenai punggung tangan Eliska.Hati Banyu langsung mencelos. Tanpa memedulikan apa pun, dia segera berlari ke arah Eliska dan menggenggam tangan halusnya yang kini memerah dan agak bengkak. Dalam hatinya, tidak ada hal yang membuatnya lebih menyesal dari ini. Dia berkata, "Ce
Sebagai orang dewasa, Eliska tentu saja paham maksud dari ucapan itu. Wajahnya pun memerah karena malu.Arjuna tetap tenang seperti biasa. Banyu malah mengerutkan keningnya lebih dalam."Jangan bicara sembarangan," tegur Buala.Eliska buru-buru mencairkan suasana, "Kak, Prabu masih kecil, nggak perlu dianggap serius."Prabu cemberut, lalu tidak berkata apa-apa lagi."Mau main lagi nggak? Biar aku ajarin," kata Banyu sambil maju karena tidak ingin membuat Eliska semakin merasa canggung. Dia kemudian berkata pada Arjuna, "Kamu dan Buala bicarakan urusan kalian saja." Lagi pula, dia juga tidak bisa memberi saran.Arjuna tidak menolak. Dia hanya berjalan ke samping Eliska untuk mengambil kembali cincin gioknya, lalu pergi bersama Buala.Gita merasa ada sesuatu yang tidak beres. Cara Arjuna menyerahkan cincin itu pada Eliska terlihat terlalu santai, seolah-olah mereka sudah lama akrab. Namun kemudian dia berpikir, mana mungkin Arjuna menaruh hati pada Eliska? Oleh karena itu, dia tidak terl
Buala pun memberi salam dan berkata, "Prabu memang nakal, mohon maaf telah bersikap lancang pada Tuan."Prabu langsung protes, "Kakak, aku nggak nakal! Ibu bilang, waktu aku kecil jauh lebih baik daripada Kakak. Kakak dulu malah suka mencuri sarang burung dan mengambil telurnya. Sampai-sampai induk burung langsung menyerangmu setiap kali melihatmu!"Gita menanggapi dengan senyum kikuk, "Induk burung itu memang jujur, siapa pun yang membuatnya kesal pasti akan dihukumnya. Ada orang yang memang suka bikin onar, jadi pantas saja kalau kena batunya."Orang-orang yang peka langsung tahu bahwa dia sedang menyindir Buala. Namun, wajah Banyu dan Arjuna tetap tidak menunjukkan perubahan apa pun.Prabu yang polos justru berkata, "Orang yang suka bikin onar itu pasti kakakku, dia memang suka cari masalah."Wajah Buala seketika memerah karena rahasianya dibongkar di depan umum, membuatnya merasa malu dan kesal. Dia melirik ke arah Gita dan merasa pusing. Padahal dia hanya mendatangi pelayan ranjan
"Sekarang cuma bisa mengikuti takdir."Tak ingin Gita mengira dirinya tak peduli soal perjodohan, Eliska pun berkata sambil berpura-pura pusing.Gita juga tak ingin memberinya tekanan lebih, jadi tidak melanjutkan topik itu lagi. Mereka pun pergi menemui para senior di keluarga ini, termasuk ibu mertua Gita, Acha.Anak bungsunya yang kini baru berumur empat atau lima tahun itu sedang nakal-nakalnya, menangis ingin bermain layang-layang."Biar kutemani saja," kata Eliska.Acha sangat menyukai Gita dan memperlakukannya dengan penuh kehangatan. Kebetulan, Eliska juga ingin keluar menghirup udara segar."Kalau begitu, terima kasih, Eliska," ujar Acha."Terima kasih, Kak. Ayo," kata Prabu.Eliska menggandeng tangan Prabu keluar, diikuti Gita. Soal bermain layang-layang dan ketapel, Eliska memang jagoannya. Kemampuannya itu membuat Prabu terkagum-kagum."Kakak, kamu hebat sekali," seru Prabu. "Aku ingin menjadikanmu kakak laki-lakiku!"Eliska mencubit pipinya yang tembam. "Aku nggak menerima
Kalau bukan karena Dwiana punya uang, Sadali tidak akan mampu membangun hubungan baik dan tidak akan ada kenaikan jabatan seperti sekarang.Sejak suaminya berpihak padanya dan mengusulkan pemisahan rumah tangga, kehidupan Dwiana jadi jauh lebih lancar. Baik keluarga besar maupun Gayatri, kini mereka harus berpikir beberapa kali sebelum berkata sesuatu. Tidak ada lagi yang berani menyinggungnya."Baiklah, aku pergi dulu," kata Dwiana, hanya sempat duduk dan menyesap teh sebentar sebelum bangkit untuk pergi.Ulfa lalu menoleh pada Eliska dan berkata, "Gita akhir-akhir ini bosan di rumah, katanya ingin kamu menemaninya. Tapi, aku nggak memaksamu kok."Eliska berpikir sejenak. Sekarang Gita sedang mengandung. Kalau dia sampai berkata begitu, berarti dia benar-benar ingin menemuinya. Lagi pula, Gita adalah kakaknya. Dia tidak tega menolak.Saat Eliska sampai di rumah, perut Gita sudah membesar, tampak bulat dan mungil. Namun, hari ini Buala tidak terlihat."Untung kamu datang juga. Aku hamp
Tak heran Pradipta membutuhkan waktu begitu lama untuk memberantas para perampok. Besar kemungkinan Arjuna memang memanfaatkan para perampok itu untuk menyeimbangkan kekuatan berbagai faksi di Provinsi Ergos.Selama kekuatan-kekuatan itu belum dibereskan, mana mungkin dia membiarkan para perampok itu dibasmi sepenuhnya?Hubungan antara Pradipta dengan Arjuna juga tidak buruk. Bisa jadi proses pemberantasan yang lambat itu memang disengaja.Eliska mengirim surat itu dengan menggunakan nama Arjuna. Toh apa yang diinginkan Arjuna adalah stabilitas Provinsi Ergos. Jika kini dia bersedia membantu, ayahnya pasti tidak akan merasa curiga.....Setengah bulan setelah Raditya secara sukarela meminta untuk ditugaskan ke luar kota, Sadali dipromosikan dari jabatan Kementerian Upacara menjadi Kementerian Transportasi, membuat pihak keluarga besar bersukacita.Alasan sebenarnya di balik permintaan Raditya untuk ditugaskan ke luar diketahui oleh Eliska dan Dwiana, tetapi orang lain menganggap bahwa