Sebenarnya, luka Eliska tidak terlalu parah. Dua hari saja bengkaknya sudah kembali seperti semula. Bahkan Dwiana yang biasanya paling tidak tega melihat Eliska terluka, kali ini juga tidak banyak berkomentar.Melihat waktu yang tersisa hanya lima bulan sebelum Eliska mencapai usia dewasa, pikiran Dwiana saat ini terfokus untuk mempersiapkan pesta perayaan kedewasaannya."Entah seberapa banyak pertambahan tinggi tubuhmu dalam setengah tahun ini." Dwiana khawatir baju baru yang disiapkan akan kekecilan saat waktunya tiba. Penjahit terbaik juga sudah harus mulai dipesan sejak sekarang.Eliska berpikir sejenak, lalu berkata, "Sepertinya masih akan bertambah tinggi sedikit, perbedaannya nggak akan terlalu besar."Yang Ibu khawatirkan adalah dadamu yang mungkin nggak akan muat." Dwiana melirik sekilas ke arah dada Eliska yang kecil dan baru mulai terbentuk. Memang, masa ini adalah saat perubahan terbesar bagi seorang gadis.Wajah Eliska langsung memerah karena merasa ibunya terlalu terus te
Banyu sebenarnya juga tidak terlalu peduli pada Arjuna, dia hanya menyinggung sedikit soal itu tadi. Setelah itu, Banyu kembali teringat pada Eliska. Dia tidak bisa menahan diri untuk meneguk araknya dalam satu kali tegukan. Setelah arak menyentuh tenggorokannya, barulah dia merasa agak lega."Melihat Nona Eliska memperlakukan Prabu selembut itu hari ini, dia pasti akan menjadi seorang ibu yang baik di masa depan," kata Banyu. Dengan istri seperti itu, setidaknya anak-anaknya pasti akan dididik dengan baik. Menyadari hal ini, dia pun sempat tergoda oleh keinginan yang seharusnya tidak dia miliki.Meskipun arak bunga persik tidak terlalu kuat, minum terlalu banyak tetap akan membuat orang merasa mabuk."Kalau aku dan Nona Eliska punya anak, pasti akan jauh lebih tampan daripada Prabu dan pasti akan hebat dalam berkuda dan memanah," kata Banyu. Dia yakin akan mengajarinya dengan baik, takkan kalah dari anak sulung kakaknya.Namun, Arjuna malah menanggapi dengan dingin, "Kalau bicara soal
Gita malah mengerutkan kening dan berkata, "Tuan Arjuna sudah punya orang yang disukai. Kalau ada Adelia, mana mungkin dia akan melirik orang lain."Buala menanggapinya dengan santai, "Adelia itu memang anggun dan bijaksana, lemah lembut dan penuh tata krama, sangat cocok dijadikan istri yang bisa mengurus rumah tangga. Tapi kalau bicara soal keseruan, tentu saja Eliska lebih menarik.""Ah, nggak ada lelaki yang nggak suka wanita cantik," timpal Buala dengan nada menggoda."Kamu pikir semua orang seperti kamu," jawab Gita dengan dingin.Tadinya hubungan mereka baru saja membaik, tetapi kata-kata ini membuat suasana kembali mendingin. Melihat Gita membela Arjuna, Buala hanya tertawa kecil dan berkata, "Tunggu saja, nanti kamu akan lihat, di rumahnya bakal tetap penuh dengan wanita. Mana bisa Adelia mengendalikannya.""Kamu ini, jangan-jangan malah kamu yang tergoda sama Eliska?" kata Gita dengan setengah bercanda.Buala pun mencoba membujuknya, "Apa sih yang buat kamu cemburu sama dia?
Eliska mengangguk pelan, tetapi dia tetap menjaga jarak. Dia hanya sesekali bertepuk tangan memuji saat Banyu berhasil memukul batu dengan ketapel dengan sangat akurat.Perhatian Banyu jadi teralihkan. Dia kehilangan fokus sehingga tembakannya menjadi kurang akurat. Hal ini justru membuat Eliska tertawa kecil.Di sekeliling mereka, bunga-bunga persik yang baru bermekaran terlihat memesona. Namun tetap saja, keindahannya tidak mampu menandingi pesona Eliska.Banyu buru-buru mengalihkan pandangan. Dia tidak berani lagi menatap Eliska terlalu lama.Sampai ketika Prabu menunjuk ke arah lain yang kebetulan mengarah ke posisi Eliska, Banyu kembali teralihkan perhatiannya. Batu yang ditembakkannya pun meleset dan tepat mengenai punggung tangan Eliska.Hati Banyu langsung mencelos. Tanpa memedulikan apa pun, dia segera berlari ke arah Eliska dan menggenggam tangan halusnya yang kini memerah dan agak bengkak. Dalam hatinya, tidak ada hal yang membuatnya lebih menyesal dari ini. Dia berkata, "Ce
Sebagai orang dewasa, Eliska tentu saja paham maksud dari ucapan itu. Wajahnya pun memerah karena malu.Arjuna tetap tenang seperti biasa. Banyu malah mengerutkan keningnya lebih dalam."Jangan bicara sembarangan," tegur Buala.Eliska buru-buru mencairkan suasana, "Kak, Prabu masih kecil, nggak perlu dianggap serius."Prabu cemberut, lalu tidak berkata apa-apa lagi."Mau main lagi nggak? Biar aku ajarin," kata Banyu sambil maju karena tidak ingin membuat Eliska semakin merasa canggung. Dia kemudian berkata pada Arjuna, "Kamu dan Buala bicarakan urusan kalian saja." Lagi pula, dia juga tidak bisa memberi saran.Arjuna tidak menolak. Dia hanya berjalan ke samping Eliska untuk mengambil kembali cincin gioknya, lalu pergi bersama Buala.Gita merasa ada sesuatu yang tidak beres. Cara Arjuna menyerahkan cincin itu pada Eliska terlihat terlalu santai, seolah-olah mereka sudah lama akrab. Namun kemudian dia berpikir, mana mungkin Arjuna menaruh hati pada Eliska? Oleh karena itu, dia tidak terl
Buala pun memberi salam dan berkata, "Prabu memang nakal, mohon maaf telah bersikap lancang pada Tuan."Prabu langsung protes, "Kakak, aku nggak nakal! Ibu bilang, waktu aku kecil jauh lebih baik daripada Kakak. Kakak dulu malah suka mencuri sarang burung dan mengambil telurnya. Sampai-sampai induk burung langsung menyerangmu setiap kali melihatmu!"Gita menanggapi dengan senyum kikuk, "Induk burung itu memang jujur, siapa pun yang membuatnya kesal pasti akan dihukumnya. Ada orang yang memang suka bikin onar, jadi pantas saja kalau kena batunya."Orang-orang yang peka langsung tahu bahwa dia sedang menyindir Buala. Namun, wajah Banyu dan Arjuna tetap tidak menunjukkan perubahan apa pun.Prabu yang polos justru berkata, "Orang yang suka bikin onar itu pasti kakakku, dia memang suka cari masalah."Wajah Buala seketika memerah karena rahasianya dibongkar di depan umum, membuatnya merasa malu dan kesal. Dia melirik ke arah Gita dan merasa pusing. Padahal dia hanya mendatangi pelayan ranjan