Share

Bab 10

Author: Yuki Norin
Aura mengintimidasi dari Daniel membuat Ziona menciut ketakutan. Bibir mungilnya terkatup rapat sebelum akhirnya dia bergumam lirih, mengubah sebutannya, "Terima kasih, Paman ...."

Mata mungilnya terasa panas dan perih, perasaan tertekan menyesakkan dada. Namun, dia tetap menggigit bibir, berusaha menahan air mata agar tidak jatuh. Tadi dia mengira ayahnya mau menerimanya.

Alyssa sempat terkejut oleh kejadian barusan. Saat Ziona terjatuh ke arah berlawanan, dia berusaha meraih, tetapi jaraknya terlalu jauh. Untungnya, putrinya tidak terluka.

Dia segera menarik Ziona dari pelukan Daniel, menenangkan dengan suara lembut, "Kaget ya? Ada yang sakit nggak?"

Ziona menggeleng pelan tanpa bersuara. Jika berbicara, dia pasti akan menangis.

Sementara itu, Rafatar berdiri di samping, merasa agak kesal. Dulu Alyssa juga sering memeluknya seperti itu, penuh kelembutan. Namun, Alyssa sudah lama tidak pulang, sudah lama juga tidak memeluknya. Di lubuk hatinya, dia sebenarnya merindukan ibunya.

Tadi Alyssa juga bilang dia tidak punya ibu dan itu membuatnya agak sedih. Namun, dia juga merasa selama ada Sierra yang menemaninya, dia masih bisa terhibur. Bagaimanapun, Alyssa tidak mungkin benar-benar tidak menginginkannya. Pasti hanya emosi sesaat tadi.

Alyssa tidak menggubris Daniel, bahkan tidak memberi satu tatapan pun. Dia langsung menggendong Ziona pergi. Pria itu mengerutkan alis sedikit.

Dibandingkan dengan kehangatan Alyssa dulu, sikap dinginnya sekarang jelas terasa. Dia sadar betul, tetapi dia tidak mengerti kali ini Alyssa merajuk karena apa.

"Bahkan anak kecil tahu bilang terima kasih, kamu nggak tahu?"

Langkah kaki Alyssa berhenti sejenak. Dia menoleh, menatap dingin sambil menunjukkan senyuman mengejek. "Kamu kira utangmu ke Zizi sedikit?"

Usai berkata begitu, Alyssa tidak peduli pada ekspresi Daniel lagi. Dia langsung pergi dengan menggendong Ziona.

Daniel terpaku di tempatnya, wajahnya sedingin es. Tatapan Alyssa tadi ... apakah itu kebencian?

Xander tertawa kecil dan mencibir. "Ini masih Alyssa yang dulu tergila-gila padamu? Kok tiba-tiba berubah dingin? Jangan-jangan dia lagi pakai strategi tarik-ulur?"

Daniel mengernyit sedikit. Di otaknya, hanya dua kata yang tertinggal, tarik-ulur. Mungkin memang begitu. Ya, kalau begitu, semuanya masuk akal.

....

Setelah pameran berakhir, Alyssa membawa Ziona makan bersama gurunya. Tiba-tiba, teleponnya berdering. Begitu diangkat, suara penuh amarah langsung menyambutnya.

"Alyssa! Kamu sudah lihat trending topic belum?"

Itu suara Erina, sahabatnya sejak kecil. Mendengar nada kesal itu, Alyssa justru tersenyum. "Trending topic? Apa lagi? Jangan-jangan salah satu idola kesayanganmu kena skandal lagi?"

"Kamu masih sempat bercanda! Suamimu itu, Daniel, ketahuan selingkuh!" Erina geram. "Kamu lagi di mana? Aku langsung ke sana. Kita hajar bareng-bareng si berengsek itu!"

Alyssa sempat terdiam, lalu buru-buru membuka internet. Pameran pertahanan memang memenuhi trending topic, warganet bangga negara semakin kuat.

Di antara itu, ada satu topik menyakitkan.

[ Keluarga Harmonis Daniel Mengunjungi Pameran Pertahanan Negara Bersama ]

Foto-foto menunjukkan Daniel, Sierra, dan Rafatar yang tampak akrab, benar-benar seperti keluarga bahagia.

Meskipun Alyssa sudah tahu hubungan mereka bukan sekadar teman, melihat bukti nyata itu tetap menusuk hati. Rasanya dia seperti badut, mengurus anak orang dengan tulus selama lima tahun, tetapi pada akhirnya dianggap tidak lebih dari pengasuh.

Ironisnya, dia sudah menganggap Rafatar seperti anak kandung. Namun, begitu ibu kandungnya kembali, Rafatar hanya melihat Sierra sebagai yang terbaik. Kalau bukan karena Sierra muncul, mungkin dia tidak akan pernah tahu kalau Rafatar sebenarnya tidak menyukainya.

Pantas di kehidupan sebelumnya pada masa ini, Rafatar sering bersikap dingin dan marah-marah padanya. Lima tahun kasih sayang Alyssa ... seperti dibuang percuma.

Alyssa keluar dari halaman itu, suaranya datar. "Aku tadi lihat mereka di pameran."

"Kamu masih bisa setenang ini?" Erina berteriak, "Jangan-jangan kamu syok sampai mati rasa?"

"Erina," ucap Alyssa dengan pelan. "Aku mau cerai."

"Cerai?" Erina kaget. Dia tahu betapa cintanya Alyssa pada Daniel. Kalau sampai Alyssa benar-benar ingin cerai, itu berarti dia sudah sakit hati luar biasa.

"Dia menyakitimu? Kalau iya, aku nggak bakal biarin masalah ini cuma selesai dengan cerai!"

Alyssa menunduk, menghela napas. "Nggak kok, Erina. Aku hanya sudah sadar."

Mendengar itu, Erina merasa agak lega, tetapi tetap khawatir. "Benarkah? Kalau ada apa-apa, janji harus bilang sama aku ya."

Alyssa tersenyum tipis. "Tenang saja. Kalau aku punya masalah, aku nggak akan lupa untuk merepotkanmu."

"Kamu seharusnya cerai dari dulu. Syukurlah akhirnya sadar juga!"

Erina terus saja mengomel dari ujung telepon. Alyssa mendengarkan sambil tersenyum tipis. Dia menggandeng tangan putrinya sambil berjalan di bawah langit biru. Suara cerewet sahabatnya memenuhi telinga, tetapi hatinya terasa ringan.

Ternyata, kebahagiaan bisa sesederhana ini. Di kehidupan lampau, dia hanya fokus pada Daniel sampai lupa semua keindahan di sekelilingnya.

....

Setelah menutup telepon, Alyssa tiba di restoran tempat janji temu dengan Evans. Mereka sudah memesan sebuah ruang privat.

Alyssa datang lebih awal. Saat sedang berpikir bagaimana harus menghadapi gurunya nanti, pintu terbuka. Suryo masuk bersama Evans.

Alyssa segera berdiri sambil menggandeng Ziona. "Pak Suryo."

Sudah lama tidak bertemu. Kini, Suryo tampak jauh lebih tua dan rambut di pelipisnya memutih.

Suryo tidak langsung merespons. Alyssa menarik napas, hatinya mencengkeram sakit. Dia sadar dirinya sudah kehilangan hak untuk memanggil Suryo sebagai guru. Itu adalah pilihan yang dulu dia lepaskan sendiri.

Alyssa menggigit bibirnya, lalu menatap Ziona. "Ayo, sapa Kakek Suryo."

Ziona menuruti dengan manis. "Halo, Kakek Suryo."

Suara lembutnya langsung membuat wajah dingin Suryo mencair. Dia mengelus kepala Ziona, lalu menoleh pada Alyssa. "Putrimu memang sopan dan manis."

Wajah mungil Ziona benar-benar cantik seperti boneka kecil. Dia jelas mewarisi paras Alyssa dan Daniel.

Evans tersenyum. "Pak Suryo, ayo duduk dulu, kita makan."

Kalau bukan karena Evans mencairkan suasana, Alyssa mungkin benar-benar tidak tahu harus berkata apa di hadapan gurunya.

Faktanya, Suryo masih bersedia datang dan makan bersama dirinya yang dianggap "murid tidak tahu terima kasih" saja sudah merupakan sebuah kehormatan. Dia bahkan sempat mengira seumur hidup tidak akan bisa bertemu lagi.

"Waktu cepat sekali berlalu." Evans mengenang. "Dulu, Alyssa masih gadis muda yang ceria, setiap hari suka berebut makanan denganku. Sekarang putrinya sudah sebesar ini."

Suryo mendengus. "Ya, demi seorang pria, dia rela mengorbankan segalanya."

Karena ada Ziona di sana, dia menahan diri tidak berbicara terlalu kasar.

Alyssa berkata dengan lembut, "Zizi, tolong minta pelayan menyeduhkan teh untuk Kakek Suryo dan Paman Evans. Kamu boleh ambil minuman yang kamu suka."

"Oke," jawab Ziona dengan ceria, lalu meloncat kecil ke luar ruangan.

Setelah dia pergi, Suryo menatap Alyssa. "Kudengar dari Evans, kamu mau cerai, lalu ingin kembali bekerja di bidang ini?"

"Hm ...." Alyssa menggigit bibir. "Tapi aku dulu menolak melanjutkan studi pascasarjana, sekarang mencari pekerjaan memang sulit."

Dia sadar, di dunia ini, gelar akademik adalah tiket masuk. Pengalaman kerjanya di Grup Arthadika tidak dianggap oleh orang luar.

"Aku sudah lihat CV-mu. Nggak sesuai standar rekrutmen lembaga kami." Suryo menolak tanpa berbasa-basi. Alyssa tidak kaget, juga tidak berani memohon.

Melihat suasana menjadi canggung, Evans buru-buru mencairkan. "Sudahlah, kita sudah lama nggak bertemu, jangan bahas hal menyedihkan. Ayo, makan dulu."

....

Sementara itu, Ziona yang sudah memesan teh, berdiri di depan lemari pendingin, memilih minuman untuk dirinya.

Kebetulan, Daniel masuk bersama rombongannya. Xander melihat Ziona, lalu mendengus. "Masih juga ngekor? Bahkan makan pun sengaja bikin kebetulan begini. Alyssa ini niatnya jelas banget."

Ziona melihat ada satu jenis minuman yang hanya tersisa botol. Dia yakin pasti rasanya enak, jadi dia buru-buru membuka lemari untuk mengambil.

Namun, sebuah tangan mendahuluinya. "Pas banget! Aku memang suka minuman ini!"

Rafatar mengambil botol itu, lalu pamer ke Ziona. "Terima kasih lho, sudah bukain pintunya ...."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terlahir Kembali: Pembalasan Cinta Masa Lalu   Bab 247

    Alyssa menyilangkan kedua tangannya di dada, lalu perlahan mengangkat kepala dan menatapnya dengan tatapan mengejek. "Katakan saja terus terang, kamu cuma takut kesayanganmu bakal kalah, 'kan?"Begitu ucapannya selesai, dia langsung berbalik dan pergi tanpa ragu sedikit pun.....Begitu tiba di kantor SkyNine Tech, Evans menghampiri dengan wajah serius. Dia meletakkan tablet di meja kerja Alyssa. Tampilan layarnya menunjukkan halaman berita. "Ada masalah."Alyssa tertegun sejenak. "Masalah apa?"Dia segera mengambil tablet itu dan membacanya. Ternyata perusahaan mitra yang mereka ajak makan malam kemarin, setelah berpesta sampai larut malam dan tampak sudah sepakat bekerja sama, justru langsung menandatangani kontrak dengan Meganova begitu meninggalkan tempat pertemuan.Padahal saat makan malam, pihak mitra memberi kesan sangat tertarik bekerja sama. Lagi pula, proyek yang sedang mereka garap adalah proyek besar, langsung terkait dengan kerja sama pemerintah dan melibatkan perusahaan b

  • Terlahir Kembali: Pembalasan Cinta Masa Lalu   Bab 246

    Malam terasa panjang dan sulit dilewati. Rasa rindu seorang anak pada kasih sayang ayahnya selalu menjadi luka yang tak bisa disembuhkan oleh seorang ibu.Meskipun Alyssa sudah berkali-kali berkata kepada Ziona dengan nada tegas bahwa mulai sekarang mereka tidak akan punya hubungan apa pun lagi dengan Daniel, hati seorang anak kecil tidak mungkin bisa melepaskan semudah itu.Daniel tetaplah ayahnya. Kenapa dia tidak boleh memanggilnya "Papa"?Sejak kecil Ziona sudah tumbuh dengan pemahaman yang tertanam dalam-dalam tentang siapa ayahnya. Kalau sekarang Alyssa mengatakan bahwa Daniel bukan ayah kandungnya, Ziona pasti akan terluka.Sama seperti saat ini, ketika dia terlihat seolah-olah sudah menerima kenyataan bahwa mereka pindah keluar dari rumah itu, di dalam hatinya dia tetap sedih setiap kali melihat keluarga itu pergi berlibur bersama.Mungkin di pikirannya, Ziona bertanya-tanya, kenapa ayahnya selalu menyayangi Rafatar, tetapi tidak pernah sayang padanya dan ibunya?Perasaan seper

  • Terlahir Kembali: Pembalasan Cinta Masa Lalu   Bab 245

    "Mm." Evans mengusap pelipisnya yang berdenyut sakit. "Ada urusan mendadak, jadi sudah pergi."Tangan Alyssa yang memegang sup pereda alkohol menegang sedikit. Tatapannya tampak agak kosong, pikirannya berantakan. Dia berusaha keras menenangkan diri agar tetap sadar."Jadi ... soal kerja samanya gimana? Pihak sana tertarik nggak?"Evans mengangguk. "Sepertinya hampir pasti. Besok aku bakal datang langsung ke kantor mereka lagi."Hari ini Alyssa minum jauh lebih banyak dari biasanya. Seluruh tubuhnya terasa tidak nyaman. Dia seolah-olah kehabisan tenaga, bahkan kepala pun terasa berat.Evans memanggil sopir pengganti dan memastikan Alyssa diantar pulang dengan selamat. Saat dia tiba di rumah, waktu baru menunjukkan pukul 8.30 malam.Ziona melihat ibunya pulang dengan tubuh yang berbau alkohol kuat dan wajah yang tampak menahan sakit. Kata-kata yang ingin dia ucapkan langsung tertelan kembali di tenggorokannya.Ziona buru-buru mendekat. "Mama ...," katanya pelan sambil berdiri di sisi so

  • Terlahir Kembali: Pembalasan Cinta Masa Lalu   Bab 244

    Mendengar itu, Sierra tersenyum. "Mana mungkin mereka nggak datang? Kesempatan kayak begini seharusnya mereka berebut buat hadir.""Bagaimanapun juga, EraNet itu pemain papan atas di industri. Sekadar datang buat tukar pengetahuan dan diskusi teknologi saja sudah cukup bikin mereka belajar lama."Sebelumnya, bukankah mereka hampir ikut semua konferensi industri? Toh tujuannya hanya untuk menambah ilmu dan mencari peluang. Sekarang acara sebagus ini sudah diatur dengan sempurna. Kalau tidak datang, rasanya tidak masuk akal."Mereka bilang ada urusan mendadak," ucap Daniel secara singkat dan tegas.Sierra dan Xander sama-sama menunjukkan ekspresi terkejut dengan tingkatan yang berbeda."Nggak datang?" Xander hampir tidak percaya. "Dengan alasan apa? Sok banget? Gara-gara tanda tangan perjanjian taruhan itu, terus ngambek dan sengaja nggak datang?"Sierra melirik Daniel. Wajah pria itu tenang dan dingin, seolah-olah sama sekali tidak peduli apakah mereka datang atau tidak. Namun, Daniel s

  • Terlahir Kembali: Pembalasan Cinta Masa Lalu   Bab 243

    Evans sangat memahami rasa jengkel yang tersembunyi di hati Alyssa.Baru saja mereka saling berebut kendali atas satu proyek pemerintah, hingga akhirnya harus menandatangani perjanjian taruhan. Hubungan kedua pihak jelas jauh dari kata bersahabat.Alyssa tidak menjawab, hanya menoleh ke arah Edric dan bertanya, "Jam berapa? Nanti kami akan datang.""Jam 6 malam," jawab Edric, lalu dia beranjak pergi.Begitu dia pergi, Alyssa mengembuskan napas panjang.Evans yang memegang kemudi dengan satu tangan, berkata dengan nada berat, "Baru saja tanda tangan perjanjian taruhan dan suasananya sudah nggak enak, malah mengundang makan malam? Maksudnya apa?"Seolah-olah Daniel ingin menunjukkan kelapangan hatinya, seolah-olah proyek itu memang milik mereka.Pergi atau tidak, rasanya sama-sama bikin muak. Daniel memang selalu bertindak berlebihan."Orang bilang sekali jadi suami istri, seumur hidup tetap ada rasa," ucap Evans lirih. "Tapi dia ke kamu ...."Sama sekali tidak ada sedikit pun belas kasi

  • Terlahir Kembali: Pembalasan Cinta Masa Lalu   Bab 242

    Wajah pria itu tampak tenang. Entah sejak kapan dia datang, entah berapa banyak yang sempat dia dengar.Sierra sempat tertegun sejenak. "Daniel."Tatapan gelap Daniel tak menampakkan emosi apa pun. "Ada apa?"Reaksinya datar, seolah-olah tak mendengar percakapan barusan. Sekalipun dia mendengarnya, apa masalahnya? Toh tidak ada yang salah dengan percakapan mereka tadi.Sierra menekan bibirnya, menarik napas dalam-dalam. "Sekarang Alyssa punya SkyNine di belakang, jadi sikapnya keras. Kita sudah nggak bisa menyinggungnya lagi."Daniel menyelipkan satu tangan ke saku celana, memiringkan kepala sedikit. Bibirnya pun terangkat samar. "Untuk apa menyinggung dia?"Sierra terdiam. Saat menatap mata pria itu, dia tiba-tiba mengerti sesuatu. Benar juga, dengan posisi Alyssa sekarang, dia memang belum pantas menjadi lawan mereka."Yuk," kata Daniel.Kegembiraan melintas di wajah Sierra. Dia mengira Daniel kebetulan melewati toilet, tetapi ternyata datang untuk menjemputnya?Keduanya berjalan kel

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status