Share

Reaksi Samuel

“Kamu lihat ekspresi Samuel tadi?” tanya Adrian sembari tertawa. “Dia kelihatan terkejut.”

Jean yang duduk di sebelahnya hanya terdiam, tidak berniat merespon ucapan dari lelaki yang sebentar lagi akan menjadi tunangannya. Jujur saja Jean sendiri bingung harus berekspresi seperti apa setelah kejadian tadi, sebab bukannya merasa hebat karena telah lepas dari Samuel, dia justru merasa kalau dia terlalu memaksakan dirinya.

“Jean,” panggil Adrian memecah keheningan.

Yang punya nama menoleh lalu menaikkan alisnya. “Apa?”

“Kamu terlihat sedih, ada apa?”

Jean menggelengkan kepalanya lalu tersenyum manis. “Tidak apa-apa, Adrian. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu,” balasnya tanpa menoleh pada si lawan bicara.

Adrian mengangguk tanda mengerti, tangannya pun merogoh sakunya untuk mengambil ponsel. Ada banyak pesan dari teman-temannya, terutama Rio dan Chris yang terkejut dengan pengumuman mendadak dari calon pewaris keluarga Halim tersebut.

Adrian sebenarnya menunggu sang pemeran utama untuk menghubunginya, tetapi sepertinya Samuel tidak akan nekat menanyakannya langsung. Padahal Adrian mengenalkan Jean sebagai calon istrinya juga untuk melihat reaksi Samuel. Namun, sayangnya lelaki yang telah menjadi pujaan hati Jean selama bertahun-tahun itu akan tetap diam.

“Kalau seperti ini jadi tidak asik,” gumam Adrian disertai seringai. “Semuanya jadi hambar kalau tidak ada persaingan.”

***

Jean pulang ke rumahnya Bersama Adrian, sementara keluarganya sudah sampai sejak dua jam yang lalu. Alasan Jean terlambat adalah karena Adrian mengajaknya untuk minum kopi di kafe langganan Adrian setiap kembali dari luar negeri. Kafe itu cukup tenang, berbeda dengan kafe pada umumnya yang penuh dengan anak muda yang saling berkumpul hingga larut malam.

“Jean,” panggil Julian yang tengah duduk sendirian di sofa. Jean yang kini tengah menutup pintu rumah hanya tersenyum lalu menyusul sang kakak dan mengambil tempat di sebelahnya.

“Kamu tidak apa-apa?” tanya Julian. “Aku tidak tahu kalau Adrian akan langsung mengenalkanmu pada teman-temannya, dan lagi, tadi ada Samuel juga.”

Jean menggeleng. “Aku tidak apa-apa, Kak. Lagi pula aku sudah tidak ingin terlibat lagi dengan Samuel.”

“Matamu tidak bisa bohong, Jean. Meski kamu tersenyum tetapi matamu kelihatan sedih, aku jadi merasa bersalah karena membiarkan Adrian bertindak ceroboh seperti itu. Padahal dia tahu kalau kamu masih mencintai Samuel, tetapi dia malah dengan sengaja mempertontonkanmu seakan kamu adalah piala bergilir yang kini jadi miliknya,” ucap Julian dengan nada yang kesal.

“Apa maksudmu, Kak?”

“Adrian dan Samuel itu memang berteman baik, tetapi karena Adrian adalah orang yang suka bersaing, maka terkadang dia menjadikan temannya sebagai rival. Aku tidak berpikir sejauh itu sebelumnya. Namun, sekarang setelah aku melihat kelakuannya tadi, aku merasa kalau Adrian ingin membuat Samuel bertindak.” Julian mengetuk-ketuk ujung jarinya pada gelas lalu mendecih.

“Bertindak?” Jean menampilkan ekspresi bingung.

Julian meletakkan gelasnya lalu berucap, “Adrian sengaja melakukan itu agar Samuel merasa kalah sebab Adrian berhasil merebutmu darinya.”

“Tidak usah bicara omong kosong, Kak. Biarkan saja Adrian melakukan yang dia mau, lagi pula Samuel tidak akan bereaksi apa-apa. Aku malah menduga dia akan segera mengadakan pesta karena berhasil bebas dari perempuan parasit seperti aku,” ungkap Jean dengan raut mukanya yang sedih.

Dan Julian yang sangat menyayangi adiknya menjadi semakin benci pada Samuel karena telah menaruh luka dalam pada Jean hingga Jean menganggap dirinya sebagai parasit.

***

Hari ini Samuel pulang ke rumah untuk yang pertama kalinya sejak dua bulan terakhir, membuat ibunya terkejut karena putra tunggalnya itu muncul di depan pintu dengan raut muka yang terlihat kesal.

Ibunya segera menyuruh Samuel masuk, membiarkan lelaki itu untuk mandi dan berganti pakaian sementara beliau memasak makan malam.

“Ada apa, Sam?” tanya sang ibu.

“Aku sedang tidak ingin membicarakannnya, Bu.”

Wanita paruh baya itu kemudian tersenyum sembari menganggukkan kepalanya, membiarkan Samuel untuk makan sementara dia duduk di depan anaknya dan memandangi wajah Samuel.

“Kamu kebiasaan, Nak. Jangan suka menyimpan semuanya sendiri, gengsimu itu lambat laun bisa menjadi penghalang untukmu.”

Samuel tersenyum, tetapi tatapannya jelas terlihat kosong. Membuat sang ibu menjadi khawatir karena anaknya ini memang suka menahan diri. Sejak ayahnya pergi dari rumah, Samuel menjadi anak yang sangat berhati-hati dan tidak banyak memiliki teman dekat.

Bahkan hubungan percintaannya pun tidak ada yang bertahan lama, hanya berkisar satu sampai empat bulan saja. Samuel pun lebih banyak menghabiskan waktu dengan Rio dan Chris, temannya yang memang sudah dia kenal sejak lama.

“Kalau perlu teman cerita, kamu bisa langsung cari Ibu,” ungkap sang ibu. “Kamu juga harus sering pulang, Sam. Ibu sangat kesepian di rumah besar ini kalau tidak ada kamu.”

Samuel mengangguk, menggenggam tangan ibunya lalu tersenyum. “Ibu adalah satu-satunya yang aku punya, aku berjanji akan lebih sering pulang. Asal Ibu juga janji untuk terus menjaga kesehatan.”

***

“Sam, apa kamu tahu tentang perjodohan Adrian dan Jean?” tanya Rio penasaran, masih tidak menyangka kejadian kemarin benar-benar terjadi.

Chris yang tengah mengaduk kopinya berucap, “Aku sampai tidak bisa bicara apa-apa saat Adrian bilang kalau Jean adalah calon istrinya. Maksudku, itu sangat tiba-tiba padahal beberapa minggu yang lalu Jean masih mengikuti Samuel.”

Samuel berdiri, memilih pergi dari hadapan kedua temannya. “Itu tidak ada urusannya denganku jadi kalian berdua tidak usah membahasnya lagi.”

“Chris, apa menurutmu Sam tengah cemburu?”

“Entahlah,” jawab Chris bingung. “Kamu tahu sendiri Samuel itu tidak akan mengaku meski kita memaksanya, tetapi kalau memang benar dia cemburu, maka itu salahnya karena selalu menolak Jean. Lima belas tahun bukan waktu yang sebentar, wajar bila Jean menyerah.”

“Kamu benar, Chris.” Rio lalu meminum kopi yang tadi Chris berikan. “Oh iya, bulan depan Jean ulang tahun, kan?”

Chris mengangguk. “Iya, dan kata Julian, keluarga Arkan akan merayakannya sekaligus dengan pertunangan Jean dan Adrian.”

“Mereka terburu-buru, ya?”

Chris terkekeh. “Entah, mungkin mereka sudah ingin memiliki cucu.”

Prang!

“Apa itu?!” ucap Rio kaget, dia pun segera berlari mengecek dan ternyata itu Samuel. Di depan lelaki itu ada pecahan kaca yang merupakan vas bunga yang ada di ruang tamu apartemennya.

“Kau kenapa, Sam?”

Samuel menoleh lalu berdecak kesal, raut mukanya pun benar-benar tidak bersahabat. “Aku tidak apa-apa. Kalau kalian tidak ada urusan lagi, pulanglah sekarang. Aku ingin istirahat jadi jangan ganggu aku.”

“Kau tidak terlihat baik-baik saja, Sam. Bagaimana bisa kami meninggalkanmu sendirian?”

Samuel menatap kedua temannya secara bergantian, kemudian memilih masuk ke kamarnya tanpa bicara apa pun.

“Bagaimana ini? Chris, kita harus apa?”

Chris yang kini menatap pintu kamar Samuel hanya menggidikkan bahunya. “Lebih baik kita biarkan dia dulu, mungkin dia punya masalah serius dan ingin sendiri.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status