Share

Bab 8

Tiba-tiba Bang Hafiz melangkah ke arah pintu. Ah... Dia meninggalkanku begitu saja. Rasanya lebih menyakitkan. Bagiku, lebih baik dia berteriak marah atau mencaci-maki sekalian, daripada meninggalkan ku dalam diam.

Namun dugaan ini salah. Ia malah mengunci pintu dan kembali menghampiri ku.

Jantung ini semakin berdebar. Apa yang akan dilakukannya?

"Aku akan meminumnya."

"Nggak! Maysa sumpah Bang, Maysa liat Ummi sama Nabila bisik-bisik di dapur membahas teh ini. Bahkan, Maysa dengar Ummi nyuruh Nabila cepat-cepat ngasih teh ini biar cepat ngefek!" sanggahku bersikeras.

Bang Hafiz kembali terdiam. Tapi aku masih tak mengerti apa yang dipikirkan laki-laki berekspresi datar dan dingin ini.

"Aku akan minum setengah untuk membuktikan. Setengahnya harus kamu yang minum."

"Lah, kok Maysa harus ikutan?" protesku.

"Karena aku tak mau mati sendirian."

"Lho, kan Maysa nggak bilang ini racun. Maysa curiganya ini obat tidur atau ... obat perangsang..." jawabku, sedikit jengah menyebut obat yang berkhasiat membangkitkan nafsu itu.

"Lantas kenapa harus dibuang kalau ini bukan racun?"

"Ka-karna ini nggak bener. Abang kan nggak tau kalo teh ini udah dicampur sesuatu. Abang juga belum tentu rela meminumnya."

"Hm..." Kaki Bang Hafiz melangkah semakin dekat. Hingga jarak kami tinggal satu langkah kecil lagi. "Sekarang aku sudah rela meminumnya. Jadi kamu harus memberikan teh itu."

Tangannya terulur untuk meraih cangkir teh dari tanganku. Lalu meminumnya hingga setengah cangkir. Matanya menatap dalam-dalam. Membuat wajah ini terasa panas.

Ya Allah... Aku sungguh bersyukur Engkau berikan jodoh setampan ini. Tapi kenapa mata ini tak pernah sanggup menatapnya lama?

Aku hanya bisa menelan saliva sembari menunduk.

"Sekarang giliranmu," ujarnya, menyodorkan cangkir itu padaku.

"A-aku..."

"Cepat minumlah!" tegasnya.

CEKLEK...

Suara gagang pintu ditekan dari luar. Kami menoleh serentak.

Karena tak bisa dibuka, gagang pintu itu terlihat digoyang berkali-kali. Itu pasti Nabila. Aku segera beranjak untuk membukanya.

"Jangan dibuka!" Titah Bang Hafiz membuat gerakan ini terhenti. "Cepat minum teh ini."

Nafasku seketika tertahan. Apa yang harus aku lakukan? Jika teh ini adalah obat tidur, maka aku akan tertidur di kamar ini bersama Bang Hafiz. Bagaimana kalau Ummi menemukan kami? Bagaimana juga dengan Nina yang sendirian di kamar?

Dan kalau ini obat perangsang, sudah pasti lebih bahaya lagi. Aku tak mungkin bisa menahan hasrat. Sudah lama tak bersama lelaki yang masih berstatus suamiku ini, jelas aku merindukannya sebagai wanita. Dan jika itu sampai terjadi, ia pasti akan semakin ilfill padaku.

"Ma-Maysa nggak bisa, Bang. Gimana sama Nina kalo Maysa tertidur di sini?"

"Nina sudah ku titipkan pada Bibi Halimah. Aku baru saja dari sana. Bibi Halimah yang mengatakan kalau kamu sedang mengurus sesuatu. Lalu aku menemukanmu di sini."

Aku kembali menelan saliva dengan susah payah. Mencoba mencari alasan lain.

"Maysa tetap nggak bisa, Bang... Ummi akan marah kalo tau malah Maysa yang tidur di sini."

"Memangnya kenapa? Bukankah tak ada yang salah kalau kita tidur di kamar yang sama?" Rautnya tampak berubah merah. Matanya menatapku marah. "Apa kau lebih senang berada satu ruangan dengan orang lain?" Nada suaranya terdengar naik beberapa oktaf.

"Bu-bukan... Ma-Maysa cuma nggak mau Ummi nuduh Maysa jahatin Nabila dan ngerebut waktu bermalamnya dengan Abang."

"Kapan kau akan berhenti berfikir bodoh?!" sentaknya. Matanya terlihat mulai sayu dan memerah. Entah obat apa yang diminumnya ini. Ia tampak seperti orang yang sedang mabuk.

"Bang, minuman ini sepertinya nggak baik. Maysa buang aja ya?" Tanganku meraih cangkir dari tangannya.

Namun dengan cepat ia menepis. Dan malah meminum tehnya sampai tandas.

Oh tidak! Aku harus keluar dari kamar ini. Bang Hafiz tampak semakin aneh.

"Abang... Abang Hafiz ada di dalam? Ini Nabila, Bang. Tolong dibuka pintunya." Suara lembut Nabila terdengar dari balik pintu.

Bang Hafiz tak peduli. Wajahnya semakin memerah. Ia malah merapat padaku. Kaki ini refleks melangkah mundur. Aku yakin obat perangsang lah yang dicampur ke dalam teh itu.

Berapa banyak dosis yang dibubuhi Nabila sampai wajah Bang Hafiz terlihat mengerikan seperti ini?

Kaki yang melangkah mundur, tiba-tiba menabrak kaki meja. Aku terperangkap. Diantara meja dan Bang Hafiz.

**

Ummi Rahma menatapku tajam. Sorot matanya tampak penuh amarah.

"Kenapa sampai kau yang bermalam di kamar Nabila?!" sentaknya setelah menyuruhku duduk di hadapan nya dan gadis lembut yang menjadi menantu idamannya saat ini.

"Maysa nggak bermalam di sana kok, Ummi. Maysa tidur di kamar sendiri."

"Tapi Nabila harus menunggu di luar sampai jam 2 malam. Kau mengunci pintu kamarnya dari dalam agar bisa berdua dengan Hafiz?!"

"Bukan Maysa yang menguncinya, tapi Bang Hafiz."

"Kau pikir Ummi percaya? Hafiz bukan orang yang tak mengerti agama. Dia paham untuk berbuat adil!"

Adil? Bukankah ia sedang membimbing putranya untuk melupakanku dan tak adil terhadapku?

Ku remas ujung tunik ini erat. Kepala ini terasa pusing dan berdenyut. Semalam suntuk aku menangis. Hingga mata ini bengkak.

Ku tarik nafas dalam-dalam. Kata-kata sang ibu mertua seperti batu yang menghimpit dadaku yang sedang terluka. Tanpa menjawab apapun lagi, aku beranjak pergi.

Sempat ku dengar ia memanggil dengan nada keras. Lalu merutuki ku sebagai menantu yang durhaka. Aku tak peduli. Kepala ini serasa mau pecah. Kejadian tadi malam benar-benar membuatku terpuruk. Sekarang, aku tak lagi punya harapan.

Aku masih bisa merasakan nafas Bang Hafiz.. Masih terbayang pula tatapannya.

Di balik pintu, masih ada Nabila yang terus mengetuk. Sambil memanggil Bang Hafiz dengan nada panik. Hingga sesaat kemudian ketukan nya berhenti. Hanya nafas memburu Bang Hafiz yang terdengar dan menghipnotis akal sehatku.

Aku tak lagi memikirkan apa yang terjadi nantinya. Telah lama aku mendamba sentuhannya. Walau semalam ia sedang terpengaruh obat.

Entah berapa lama sudah berlalu waktu. Aku tak tahu. Hingga kemudian sayup kudengar suara Ummi memanggil. Dan mengetuk pintu berulangkali.

Aku terlena....

Aku terbuai....

Namun, ternyata akhir malam tadi tak seindah yang aku harapkan. Bang Hafiz meninggalkan luka yang mendalam di hatiku.

Bersambung....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status