Share

Episode 06

"Punya dua mantu semuanya gak ada yang beres." gumam mama Linda memijit keningnya terasa pusing melihat kelakuan kedua mantunya tak ada yang beres.

"Kamu cepat kemari," titah mama Linda melihat Laura masih saja berdiri di anak tangga sedang menatapnya.

Laura malas sekali menghampiri ibu mertuanya selalu memperlakukan tak pernah baik. Ingin rasanya ia pergi dari di sini menikmati kedamaian hidup seorang diri tanpa ada gangguan dari siapa pun.

Ia kangen dengan kehidupan yang dulu begitu bahagia bersama dengan orang tuanya. Kini tinggal kenangan kedua orang tuanya pergi meninggalkannya dengan cara tak wajar.

"Bu, Pak. Laura kangen." lirih Laura meneteskan air matanya. rasanya ia belum sanggup untuk menghadapi cobaan seperti ini.

"Bereskan makanan ini, saya mau pergi." titah ibu mertuanya sudah pusing tujuh keliling menghadapi kedua mantunya itu. Dirinya butuh menenangkan diri agar tak stres menghadapi kedua mantunya itu.

Mama Linda membalikkan badannya menatap kearah Laura hendak membereskan sisa makanan tersebut.

"Ingat perjanjian awal kita. Kamu harus secepatnya hamil agar kau bisa cepat pergi dari sini." ucap mama Linda setelah itu pergi dari rumah ini.

Laura kesal lagi lagi orang di rumah ini terus saja menekan hidupnya untuk mengandung keturunannya demi kelangsungan perusahaan sedang di pimpin oleh suaminya itu.

"Nona, biar kami yang membereskan semua ini." cegah pelayan itu takut dengan majikannya jika salah satu keluarga itu turun tangan untuk membereskan pekerjaan rumah.

"Tidak apa-apa, cuma membereskan saja." tolak Laura. Ini adalah pekerjaan sehari-hari membereskan rumahnya seorang diri.

Mengingat rumah ia begitu merindukan rumahnya peninggalan kedua orang tuanya penuh dengan kenangan. ia ingin pulang hidup di rumah sederhananya.

"Nona." panggil pelayan mengangetkan Laura sedang memegang piring.

Prangg....

Piring tersebut jatuh berserakan hingga membuat Laura merasa kaget.

"Maaf, saya tak sengaja." ucap Laura merasa takut, ia tak sengaja menjatuhkan piring tersebut.

"Ada apa ini?" tanya Mama Linda kembali lagi karena lupa membawa dompetnya.

"Ya ampun siapa yang pecahin piring itu?" teriak Mama Linda marah melihat piring itu sudah hancur berserakan di atas lantai.

Laura dan pelayan tersebut tertunduk karena takut, dengan kemarahan wanita tua tak ada lelahnya.

"Siapa yang pecahin piring itu?" tanya mama Linda mengulang pertanyaan untuk kedua kalinya.

"Saya, Nyonya." jawab Laura mengakui kesalahannya. ia mungkin ia melemparkan kesalahan itu pada pelayan tersebut.

"Lagi lagi Kamu terus saja berbuat kesalahan. Kamu maunya apa?" pekik mama Linda menyeret tangan Laura kearah samping halaman rumah. Ia akan memberikan hukuman agar mantunya itu tak lagi melawan dirinya.

"Lepas, nyonya. Saya mau di apain?" tanya Laura sedikit memberontak. ia tak ingin di hukum.

Brukkkk..

Mama Linda menghempaskan tubuh mantunya itu keatas rumput di samping halaman rumahnya. ia akan memberikan hukuman agar Laura itu sadar akan posisi di rumah ini.

"Kamu saya hukum untuk berdiri 3 jam agar kamu tahu kesalahan mu hingga kamu minta maaf dan mengikuti apa maunya saya."

"Atau saya akan berikan kamu pilihan. Yang pertama kamu turutin kemauan saya, hidup mu akan nyaman dan tentram tapi sebaliknya jika kamu terus melawan, kamu akan menanggung akibatnya." ucapnya lagi memberikan pilihan agar mantunya itu rela meminjamkan rahimnya untuk mengandung cucunya.

Ia tak ingin terus di tanyakan tentang cucu oleh teman arisannya hingga sekarang. Teman-temannya sudah memiliki cucu yang lucu.

Laura geram dengan pilihan ibu mertuanya tak ada yang baik menurutnya semua sama saja menyudutkan dirinya untuk menyewakan rahimnya pada mereka.

"Kenapa diam? Apa kamu setuju?" tanya mama Linda.

"Saya tidak setuju dengan pilihan yang nyonya ucapkan tadi. Saya keberatan." protes Laura tak ingin di jadikan sebagai mencetak anak setelah itu di hempaskan begitu saja setelah mereka mendapatkan apa maunya.

"Kamu tak akan rugi di sini setelah kamu memberikan ku seorang cucu kamu akan mendapatkan uang sesuai yang kamu inginkan kemarin. Dan Devan bisa lebih memberikan uang tersebut."

Miris..

Itu yang di rasakan oleh Laura saat ini. Di rumah ini ia hanya di anggap sebagai mencetak anak bukan seorang istri pada umumnya. Jika saja waktu di di ulang ingin rasanya dirinya memberontak pada pernikahan paksa.

"Ayo berdiri. angkat kaki mu satu lalu jewer telingamu itu. Itu sebagai hukuman untuk menantu pembangkang seperti mu." titah mama Linda memberikan hukuman agar mantunya itu harus sadar akan keberadaan di rumah ini.

Laura tak langsung mengikuti perintah ibu mertuanya. Ia tak akan membiarkan satu orang pun terus saja menginjak harga dirinya sebagai seorang wanita. Ia bukan seorang binatang sesuka hati mereka memperlakukannya dengan cara paksa.

.

.

.

Di kantor Devan semakin di buat gila dengan bayangan Laura terus saja berputar dalam kepalanya. Ia tak mengerti dengan keadaan hingga tak fokus mengerjakan pekerjaan kantor semakin menumpuk.

"Gak, aku harus pulang," ucap Devan. Entah kenapa ia tak betah di dalam ruangan serasa nyaman. Tapi sekarang dirinya ingin cepat pulang melihat istri kecilnya itu sedang apa.

Ketika membuka pintu ruangannya tiba-tiba saja sang istri pertama berada di depan pintu sedang tersenyum begitu hangatnya.

"Kamu mau kemana, Mas?" tanya Nasya melihat suaminya akan keluar. Ia pikir sang suami akan melakukan meeting bersama kliennya.

"Pulang," jawab Devan dengan singkat.

"Ini baru jam 2 loh, Mas. bukannya kamu baru sampai?" tanya Nasya tak paham dengan sikap suaminya itu berbeda dari biasanya.

"Perasaan ku tak enak." jawab Devan dengan asal. entah kenapa ia bisa mengatakan hal demikian hingga mengundang kebingungan di wajah Nasya.

"Gak biasanya kamu seperti ini? Apa kamu tidak enak badan?" tanya Nasya memeriksa kening suaminya takut demam.

"Gak panas. Kamu kenapa sih, Mas?" tanya ulang Nasya belum paham dengan alasan suaminya tak masuk akal.

"Aku mau pulang," jawab Devan pergi meninggalkan sang istri masih di ambang pintu ruangannya.

Seketika Nasya pun tersadar laku mengikuti suaminya akan pulang ke rumah di jam masih siang menjelang sore.

"Kita jalan-jalan yuk?" ajak Nasya ingin menikmati kebersamaan bersama suaminya sedang pulang cepat.

"Gak, kita pulang." jawab Devan dengan cepat.

"Kamu kenapa sih, Mas? Gak biasanya nolak keinginan ku?" tanya Nasya tak paham dengan sikap suaminya.

"Aku hanya ingin pulang, pliss jangan bikin aku marah." pinta Devan, ia tak ingin berdebat dengan istri pertamanya.

Nasya cemberut, ia kesal dengan sikap suaminya itu menolak ajakan untuk jalan-jalan sebentar menikmati suasana sore.

"Nanti kalau ada waktu aku akan mengajakmu untuk jalan-jalan ya," rayu Devan agar Nasya tak ngambek lagi.

.

.

.

"Gak, pokonya kita harus jalan-jalan sekarang."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status