Share

Bab 3

Author: Ricey
Saat Julia bangun, rumah masih kosong.

Di ponsel ada pesan dari Victor.

[Sayang, rumah sakit hari ini sangat sibuk, jadi liburanku dibatalkan. Jangan marah, ya. Aku akan menemanimu besok, nggak peduli seberapa sibuknya aku. Aku sudah menyiapkan hadiah untukmu. Tunggu aku pulang.]

Di bawah pesannya ada foto yang dikirimkan oleh Mandy satu jam yang lalu.

Itu adalah foto mereka berdua di tepi kolam air panas. Senyuman keduanya begitu menyilaukan mata.

Julia menggenggam ponsel dengan erat hingga ujung jarinya terasa panas. Dia hampir menelepon Victor untuk bertanya apakah sebenarnya dia sibuk melakukan operasi, atau sibuk menemani istri kecilnya.

Namun, mengingat kembali rencana di dalam hatinya, akhirnya Julia menekan amarahnya, hanya membalas Victor dengan jawaban singkat, [Baiklah.]

Akan lebih baik jika Victor tidak kembali. Ini akan memudahkan Julia untuk mengemasi barang-barangnya.

Julia mengemas semua pakaian yang diberikan Victor, bersiap untuk menyumbangkannya ke daerah miskin di pegunungan.

Dia menurunkan foto bersama yang tergantung di dinding, lalu masukkannya ke dalam mesin penghancur kertas. Dia juga mengambil seratus kartu kecil berisi harapan yang pernah dia tulis untuk Victor, lalu membakarnya hingga menjadi abu di balkon.

Julia tidak berani membuang terlalu banyak barang, karena takut Victor merasakan ada yang tidak beres ketika kembali.

Keesokan harinya, Victor akhirnya pulang.

Begitu melihat Julia, dia langsung meletakkan kue di tangannya, membuka kedua lengannya sambil berjalan menghampiri. Pria itu berujar, "Julia, aku lelah sekali. Aku membutuhkan pelukanmu untuk mengisi ulang energiku."

Julia mundur selangkah dengan tenang, membuat pelukan Victor meleset.

Victor menaikkan alisnya. "Apa kamu masih marah? Jangan marah lagi, ya. Aku akan membawamu melihat kejutan yang sudah aku siapkan."

Tanpa menunggu Julia berbicara, Victor langsung menariknya untuk naik ke mobil.

Mobil melaju di sepanjang jalan ke tempat latihan. Julia masih kebingungan ketika dia ditarik turun dari mobil.

"Apa kamu menyukainya?"

Victor menunjuk mobil di depan sambil bertanya.

Itu adalah sebuah mobil balap yang sudah dimodifikasi. Tubuh mobil ditempeli dengan berlian merah muda yang berkilauan, hingga membuat orang yang melihatnya merasa pusing.

Mata Julia berkilat dengan ketekejutan sesaat. Para pelatih klub berdiri di samping, berkata dengan nada yang dipenuhi dengan rasa iri.

"Katanya modifikasi mobil ini menghabis biaya hampir 200 miliar. Dia benar-benar rela menghabiskan uang banyak, ya."

"Memangnya kenapa kalau mahal? Kalian nggak tahu kalau berlian di atas mobil ini ditempel satu per satu oleh Pak Victor. Dia begadang mengerjakannya sampai hampir terkena keratitis."

"Julia, cepat cobalah. Setelah selesai mencoba, pinjamkan pada kami juga. Pak Victor benar-benar menyayangi istrinya."

Setelah mendengar kata-kata ini, keterkejutan di hati Julia perlahan tenggelam, matanya menjadi sedikit perih.

Dia menarik sudut mulutnya, menunjukkan senyum mengejek pada diri sendiri.

Semua orang mengatakan bahwa Victor menyayangi istrinya. Namun, siapa yang tahu siapa "istri" yang sebenarnya ada di hati pria itu?

Cinta Victor memang terasa begitu hangat, tetapi kehangatan ini tidak pernah hanya menyinari dirinya seorang.

Emosi yang ditahan Julia selama beberapa hari ini seakan menemukan jalan keluarnya pada saat ini.

Julia duduk di kursi pengemudi, menginjak gas hingga dalam, lalu mobil balap pun melesat seperti anak panah.

Dia melaju dengan gila-gilaan di lintasan, melampiaskan semua ketidakadilan, amarah, serta ketidakrelaan itu ke dalam deru mesin.

Victor berdiri di tepi lapangan. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku, senyuman tampak di sudut mulutnya, sementara matanya menatap tanpa berkedip.

Di putaran ke-40, Julia melihat Victor membentuk hati dengan tangan ke arahnya. Dalam keadaan linglung sejenak, Julia tidak memegang kemudi dengan erat. Mobil balapnya menabrak pembatas di sisi lapangan dengan suara keras.

Julia merasakan nyeri yang menusuk pada jari-jari kakinya. Sebelum dia bisa bereaksi, Victor sudah berlari menghampiri, membuka pintu, lalu langsung menggendongnya masuk ke ruang istirahat.

"Apa ini sakit?" Victor mengernyitkan kening, dengan hati-hati mengangkat kaki Julia. Kapas dicelupkan dalam iodine, lalu dioleskan ke luka Julia sedikit demi sedikit. "Ini semua salahku. Aku membuatmu menyetir terlalu lama."

Gerakan Victor begitu lembut, seakan dia takut akan memecahkan kaca. Rasa sakit di matanya yang begitu dalam tidak dapat dilelehkan.

Namun, Julia hanya merasa seluruh tubuhnya dingin.

Ternyata cinta benar-benar bisa diperankan senyata ini.

Julia tanpa sadar mengangkat tangan, ingin menyentuh rambut pria itu. Namun, Victor malah menangkap pergelangan tangannya, menundukkan kepala, hendak mencium Julia.

"Brak!"

Pintu ruang istirahat tiba-tiba didorong hingga terbuka dengan keras.

Victor bahkan tidak mendongak, hanya mengambil botol air mineral di meja dengan asal, lalu melemparkannya ke arah pintu.

"Keluar!"

Julia menoleh, melihat Mandy berdiri di pintu.

Ketika Victor akhirnya melihat dengan jelas siapa yang datang, wajahnya sedikit berubah. "Mandy? Kenapa kamu ada di sini?"

Mandy menutupi dahinya yang memerah karena terkena terkena lemparan, menggigit bibirnya, lalu menundukkan pandangannya. Pakaiannya kotor berlumuran lumpur, tampak sangat kusut.

"Waktu latihan mobil aku nggak menginjak rem dengan cukup baik, jadi aku menabrak .… Aku datang ke sini untuk mengambil kotak obat."

Victor terdiam selama beberapa detik, mengabaikannya. Pria itu mengambil plester, menempelkannya dengan lembut di jari kaki Julia.

"Kamu duduk di sini saja, jangan bergerak. Jangan berjalan sembarangan dengan kakimu yang terluka," kata Victor.

Victor mengangkat tangan untuk menyibakkan rambut di telinga Julia, lalu mencium pipinya. "Aku akan memeriksa lukanya dulu. Aku akan langsung kembali setelah beberapa menit. Aku akan berada di depan pintu, panggil aku kalau kamu butuh sesuatu."

Pria itu melangkah keluar dengan membawa kotak obat.

Ruang istirahat tiba-tiba menjadi sunyi. Begitu sunyi sampai Julia bisa mendengar suara angin di luar jendela.

Beberapa menit pun berlalu. Julia perlahan mendorong pintu terbuka. Di depan pintu tidak ada satu orang pun. Apanya yang "berada di depan pintu"?

Kekecewaan di hati Julia hanya muncul sesaat sebelum akhirnya diredam.

Seharusnya dia sudah bisa menebak semuanya, 'kan?

Julia bersandar dinding, berjalan tertatih-tatih menuju mobil balap itu.

Dia benar-benar menyukai mobil itu. Karena melihat hujan akan segera turun, Julia ingin memarkirkan mobil itu di garasi.

Namun, saat Julia sampai di samping mobil, langkahnya tiba-tiba terhenti.

Mobil tampak bergoyang dengan ringan, disertai dengan suara yang samar-samar keluar dari celah jendela yang tidak tertutup rapat ....
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ternyata Kau Injak Dua Perahu   Bab 26

    Tania tidak menyangka bahwa Victor benar-benar berdiri di salju sepanjang malam.Saat malam makin larut, salju turun makin lebat. Tania sering melihat ke luar jendela, begitu pula Julia.Saat melihat wajah yang familier itu melihat ke luar jendela, Victor tetap memaksakan senyum meskipun bibirnya pecah-pecah karena kedinginan."Bu Julia, ini bisa bikin orang mati nggak?"Julia menutupi dirinya dengan selimut dan memejamkan mata tanpa peduli apa pun sambil berkata dengan santai, "Nggak. Kalaupun iya, itu nggak ada hubungannya dengan kita. Ayo tidur."Tania benar-benar takjub dengan betapa tenangnya Julia. Namun, saat teringat penderitaan Julia dulu, Tania langsung menutup tirai dengan marah.Malam itu di tengah salju, Victor terus mengingat masa lalu.Bagaimana mereka menghabiskan waktu bersama dengan senang, mendekor rumah bersama dan membayangkan masa depan bersama.Sayangnya, semua itu hancur karena Mandy.Saat teringat akan Mandy, amarah Victor mulai tersulut.Saking marahnya, Victo

  • Ternyata Kau Injak Dua Perahu   Bab 25

    Victor melihat ke arah suara itu dan refleks menganga saking kagetnya."Devon? Kok kamu di sini?"Devon merangkul bahu Julia. Saat tidak merasakan perlawanan dari Julia, Devon mengeratkan rangkulannya."Aku tunangannya, jadi kenapa aku nggak boleh ada di sini?"Victor sontak merasa seperti disambar petir. Kepalanya tiba-tiba berdengung dan dia tak bisa mendengar apa pun lagi. "Tunangan? Kok bisa? Julia …. Kok bisa-bisanya dia jadi tunanganmu!"Mata Victor tampak memerah, bibirnya terlihat gemetar.Julia menarik tangan Devon dan menautkan jari mereka, lalu menunjukkannya ke depan Victor."Kenapa juga nggak boleh? Aku belum menikah dan belum punya anak. Apa susahnya menerima pinangan orang lain?"Victor mengatupkan bibirnya, sorot tatapannya terlihat sangat tidak percaya.Perkataan Julia bagaikan sebilah belati yang menusuk jantungnya dan menyayat hatinya."Nggak, aku nggak izinin!" kata Victor. "Aku mencintaimu dan kamu hanya bisa menjadi milikku!"Julia refleks tertawa sinis, dia tidak

  • Ternyata Kau Injak Dua Perahu   Bab 24

    Tidak peduli seberapa keras Victor berteriak di belakang, mobil itu tidak berhenti sama sekali. Mobil itu malah melaju makin cepat dan segera menjadi titik hitam di kejauhan.Baru setelah sosok di kaca spion benar-benar menghilang, Devon perlahan memperlambat laju mobilnya.Julia melirik Devon dengan curiga. "Kenapa kamu ngebut sekali? Nggak sabar mau bereinkarnasi?"Devon tidak menanggapi dan tiba-tiba bertanya, "Kalau Victor datang menemuimu sambil menangis, mengaku salah dan memohon untuk balikan, apa kamu akan setuju?"Julia pun mengernyit seolah-olah habis mendengar sesuatu yang kotor, tetapi dia tetap menjawab dengan serius, "Nggak, sampai mati pun aku nggak mau."Setiap kali teringat perbuatan Victor kepadanya, Julia akan merasa kedinginan dan sering terbangun di tengah malam. Dia berharap seandainya saja benar-benar mati dalam kobaran api waktu itu karena itu lebih baik daripada terus-menerus disiksa oleh kenangan ini.Devon bisa melihat sorot tatapan Julia yang penuh tekad, bi

  • Ternyata Kau Injak Dua Perahu   Bab 23

    Victor tidak tahu bahwa dia telah menjadi fokus pembicaraan semua orang bahkan sebelum dia mencapai tempat latihan.Hanya ada satu hal dalam benaknya.Dia akan mewarisi legasi Julia, bertanding di setiap lintasan yang ada dan memenangkan semua kejuaraan demi Julia.Dengan begini, rasa bersalah Victor mungkin akan berkurang saat menemui Julia di alam baka.Sebelum datang ke sini, Victor telah mendengar bahwa ada seorang pelatih legendaris yang muncul di negara asing dalam dua tahun terakhir. Para pembalap wanita yang dilatih telah memenangkan kejuaraan di semua kompetisi bergengsi.Pelatih itu hanya mau melatih perempuan, tetapi Victor tetap ingin mencobanya.Begitu memasuki ruang latihan, dia menghentikan seorang anggota staf dan berkata, "Halo, di mana pelatih Tim Zero?""Maksudmu si pelatih wanita?" Orang itu menunjuk ke suatu tempat yang tidak jauh dari situ. "Dia tadi duduk di sana. Anggota timnya masih di sana. Coba tanya dia."Victor berterima kasih padanya dan bergegas menghampi

  • Ternyata Kau Injak Dua Perahu   Bab 22

    Devon selalu merasa bahwa Julia memperlakukannya berbeda.Julia selalu menjadi pemantau yang tenang dan percaya diri di hadapan orang lain, tetapi justru menjadi garang dan tersipu di hadapan Devon.Devon pikir itu adalah bukti perasaan Julia kepadanya.Jadi pada hari ujian masuk universitas berakhir, Devon mengumpulkan keberanian untuk menyatakan perasaannya.Namun, Julia malah menatap Devon dengan bingung."Kenapa? Kamu nggak menyukaiku?" tanya Devon dengan gelisah, suaranya terdengar gemetar.Julia yang berusia 17 tahun itu mengernyit seolah sedang melihat makhluk asing. "Nggak. Kamu, bunga ini dan teman-temanmu yang selalu membuat onar itu. Aku nggak suka semuanya."Pengakuan pertama Devon gagal, tetapi dia enggan menerimanya. "Apa yang kamu benci dariku? Karena aku menyerahkan modelmu? Atau karena kamu menganggapku jelek?"Julia berbalik untuk pergi, tetapi berhenti saat melihat mata Devon yang berkaca-kaca.Julia menatap Devon dan mengucapkan setiap kata dengan serius, "Nggak jug

  • Ternyata Kau Injak Dua Perahu   Bab 21

    Tiga tahun kemudian, Negara Fitalina.Di tempat istirahat di luar pangkalan latihan pacu, beberapa pembalap berambut pirang dan bermata biru tengah mengobrol sambil menghadap ke arah lintasan."Sudah dengar? Kali ini ada pembalap jagoan dari Negara Chimeas yang dijuluki si kuda hitam. Dia baru belajar balap selama tiga tahun, tapi sudah memenangkan semua kejuaraan domestik. Ini pertama kalinya dia berkompetisi di luar negeri dan banyak orang bertaruh dia akan menang, tapi menurutku itu bukan masalah besar.""Pembalap dari Negara Chimeas? Jangan remehkan mereka."Seorang pembalap lain bertubuh jangkung mendecakkan bibirnya. "Sudah lupa sama pelatih perempuan dari Negara Chimeas itu? Hanya dalam tiga tahun, dia sudah melahirkan lima juara F1 perempuan. Pelatih perempuan itu membuat para pembalap pria seperti kita-kita ini terlihat bermasalah selama beberapa tahun terakhir."Tania Nelsa hanya tersenyum mendengar hal itu dan menggelengkan kepalanya, lalu kembali ke area istirahat timnya.D

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status