Home / Urban / Ternyata Suamiku Dua Orang / 2 - Kamu adalah Iblis

Share

2 - Kamu adalah Iblis

Author: Ihataara
last update Last Updated: 2023-12-18 10:58:07

“Alice! Kamu sudah bangun!?”

Suara seorang pria yang menerobos pintu kamar tiba-tiba mengejutkanku.

Dante, dengan wajah dinginnya, membawa nampan berisikan roti dengan selai strawberry serta susu yang merupakan menu favoritku tiap pagi.

Apalagi yang akan dia lakukan?

Dante berjalan ke arahku dan menyodorkan piring berisikan roti ke hadapanku. Entah mengapa, sikap baiknya seperti ini justru membuatku khawatir. Pria itu sama sekali tak pernah berbuat baik kepadaku.

Merasa kesal karena tidak bisa menebak apapun di kepalaku, aku menghempaskan piring yang disodorkan Dante hingga piringnya pecah berserakan di lantai.

“Aku tidak butuh makan,” ucapku membuang muka.

Namun, tak lama setelah suara piring yang kuhempas, bunyi pecahan kembali terdengar di telingaku.

Prang!

Suara vas bunga yang pecahannya sudah tergeletak di lantai membuat pundakku bergetar. Siapa lagi kalau bukan Dante pelakunya?

Matanya memerah dan menatap tajam ke arahku. Dia sangat marah sekarang. Namun aku benar-benar tak peduli dan tidak lagi takut dengan tatapannya. Aku hanya membuang muka ketika Dante menatapku.

TIba-tiba, sebuah tangan berada di kerah gaunku, dan menariknya dengan kuat. Aku menutup mataku, bersiap diri jika Dante mencekikku.

“Jika kamu ingin mencekikku, silakan, Dante. Aku ikhlas, lebih baik aku mati daripada berhubungan dengan suami kontrak yang arogan dan gila seperti kamu!” pekikku, memberanikan diri untuk menatap manik gelap Dante.

Tak kusangka, cengkeraman Dante di kerah gaunku justru melemah. Tiba-tiba, Dante jsutru memindahkan kedua tangannya dari leherku ke wajahku. Pandangannya mulai berubah. Dia menatapku dengan sayu.

Kemana perginya tatapan tajam tadi?

Ini terlihat lebih menyeramkan dibandingkan tatapan tajamnya.

Tanpa diduga Dante menarik wajahku mendekat pada wajahnya dan menciumku secara paksa. Dia menggigit bibirku akan tetapi aku tetap menutup mulutku rapat-rapat.

“Hmph–”

Aku mendorong tubuh Dante agar menjauh dariku namun kekuatannya jauh lebih kuat dan aku tidak bisa membuatnya menghentikan ciuman.

Tangan Dante beralih ke pinggangku dan dia mencubit pinggangku hingga tanpa kusadari aku membuka mulutku dan Dante menciumku dengan rakusnya tanpa henti.

Sekarang dia benar-benar menjadikan aku boneka mainannya.

Aku kehabisan nafas karena Dante tak memberiku jeda untuk bernafas. Dengan sekuat tenaga aku menggigit bibirnya dan Dante menghentikan ciuman rakusnya.

Nafasku tersengal-sengal dan aku terbatuk-batuk. Dante benar-benar sangat gila.

“Hahaha,” tawa Dante terdengar menyeramkan.

Aku bergidik ngeri mendengarnya.

Dante menoleh dan refleks aku menjauh darinya. Aku bisa melihat, ujung bibir Dante yang mengeluarkan darah segar karena gigitanku.

Tersadar aku yang terus menatapnya, Dante mengusap bibirnya dengan ujung jempolnya. Bukannya meringis kesakitan, pria gila itu justru menampilkan seringai di wajah tampannya.

Tak hanya itu, dia juga mendekat, menatap diriku tajam dengan maniknya yang segelap malam, membuatku refleks menghindar.

“Apa yang kamu inginkan?” tanyaku, berusaha tak menunjukkan rasa takutku. Tak peduli aku berusaha meyakinkan diri bahwa aku mampu melawan pria di hadapanku, tubuhku jelas berkata sebaliknya.

“Aku ingin kamu makan, agar kamu tak sakit, sayang.” Dante memberi perintah dengan nada yang pelan, namun entah mengapa, tatapan matanya seolah memberikan isyarat bahwa pria itu bisa menerkamku kapan saja.

Aku menatap roti yang berserakan di lantai.

“Tunggu apa lagi? Cepat makan, atau tidak, kamu tak akan pernah melihat ayahmu lagi, Alice.”

Ucapan Dante seketika membuat panik memenuhi sekujur tubuhku. Apa maksudnya?

“Apa– maksudmu, Dante? Apa kau–”

Belum sempat aku menyelesaikan ucapanku, wajah tak berekspresi dari Dante membuat firasat buruk yang sedari tadi bergelimang di pikiranku semakin meyakinkanku bahwa sesuatu yang buruk telah terjadi.

“Ayahmu sudah meninggal, jadi makan roti itu sekarang juga lalu aku akan berbaik hati untuk membawamu melihat ayahmu untuk terakhir kalinya,” tutur Dante dengan entengnya.

Nada bicara Dante yang terlalu santai membuat tubuhku menegang. Aku tahu, sejak beberapa bulan yang lalu, aku memang sudah menyiapkan diri untuk kabar yang terburuk. Tapi, bisa-bisanya Dante mengucapkan hal berat itu bagaikan menyampaikan kabar bahagia.

Aku merasakan tubuhku mulai bergetar. Dengan kekuatan yang tersisa, aku kembali menatap Dante dengan nyalang, “Kamu membunuhnya?”

Dante tidak menjawab.

“Makan atau aku akan melakukan sesuatu yang membuatmu memohon untuk mati saja dibandingkan hidup,” balas Dante dengan wajah datarnya.

Dengan terpaksa aku mengambil roti yang berserakan di tanah dan memasukkannya ke mulutku.

Aku tetap harus bertemu Ayah walau untuk terakhir kalinya.

Dadaku terasa ngilu dan mataku memanas mendapatkan perlakuan seperti ini. Rasa selai strawberry ini tadinya memberiku ingatan yang menyenangkan tapi kali ini tidak.

Aku akan kesulitan makan roti dengan selai strawberry lagi karena mengingat momen menyedihkan ini.

Sejak itu, aku bertekad bahwa aku harus membalaskan dendam ini kepada Dante. Keluargaku tidak pantas diperlakukan seperti ini. Aku harus membalaskan dendam kepada dunia yang telah memperlakukanku dengan kejam tanpa keberuntungan sedikitpun.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   14 - Luluhnya hati Dante

    “Terima kasih.”Mendengar pernyataan itu keluar dari mulut Dante. Aku merasa tubuhku seakan dihantam palu saking terkejutnya.Aku melepaskan pelukanku dari tubuh Dante dan aku bisa melihat dari belakang bahwa Dante mengusap air matanya.Tanpa mengucapkan sepatah kata pun Dante berdiri terlihat akan meninggalkanku.Namun siapa sangka tampaknya Dante tak sanggup menopang tubuhnya sendiri.Dante sempoyongan dan dengan segera aku meraih bahu Dante untuk menangkapnya.Bukannya berhasil. Dante justru berbalik dan aku tak sanggup menahan tubuhnya yang jauh lebih besar dariku.Ah aku memang terlalu percaya diri untuk menangkapnya.Aku pun berakhir berada di bawah Dante. Untungnya Dante masih menopang dirinya dengan kedua tangannya.Dia menyunggingkan senyum, ini senyuman yang kulihat di wajah Daren.“Kamu mencoba menangkapku dengan tubuh kecilmu itu?” ejeknya kemudian.Ah aku tidak jadi memuji senyumnya.Aku memalingkan wajahku dan mendengus kesal.Dante menyingkir dari atasku dan berbaring

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   13 - Dante Sakit

    Setelah aku memastikan bahwa Daren hanya menyisakan pakaian saja di kamar hotel ini, aku keluar.Ternyata sudah ada orang suruhan Dante yang menungguku di depan hotel.Tanpa harus bertanya atau permisi mereka segera membawaku ke dalam mobil dan kembali ke tengah hutan rumah Dante.Aku melihat arah perjalanan ke rumah Dante dan itu benar-benar menyeramkan. Semuanya hutan rimbun dan bahkan ada banyak hewan buas yang berkeliaran.Pantas saja Dante memiliki pagar yang cukup tinggi. Kalau tidak, mungkin dia akan menjadi santapan singa.Tapi yang lebih aneh lagi kenapa dia mau membuat rumah di tengah hutan? Bukankah itu gila?Dalam kurun waktu 1 jam kami pun sampai di Mansion Dante dan satu hal yang aku lihat saat masuk mansion.Wajah khawatir semua orang.“Ada apa?” tanyaku.“Sepertinya Tuan sakit, dia batuk-batuk namun pintu kamarnya dikunci dan Tuan melarang siapapun untuk masuk. Kami khawatir kondisinya memburuk karena Tuan bahkan menolak makan pagi ini,” terang Bibi pelayan.“Gampang,”

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   12 - Jalan ke kota 2

    Dengan histeris aku melompat kegirangan karena aku berhasil mendapatkan boneka kelinci jumbo yang aku inginkan berkat bantuan Daren.Pemilik permainan itu pun memberikan boneka jumbo itu kepadaku.Setelah mendapatkannya, aku mengingat bahwa Darren ingin naik bianglala. Jadi kami pergi untuk membeli tiket. Tapi sayangnya terdapat masalah di bianglalanya sehingga masih membutuhkan perbaikan.“Yahh,” keluh Daren tampak murung.“Bagaimana kalau kita naik perahu? Pemandangannya di sana kan indah,” ajakku meraih tangan Daren.Daren yang tadinya murung mendadak kembali bersemangat dan kali ini dia yang menarik balik tanganku mendahuluiku untuk pergi membeli tiket naik perahu.“Ayo,” ajak Daren setelah kami membeli tiket naik perahu.Dia mengulurkan tangan ke arahku yang ragu-ragu untuk naik perahu yang bergoyang.“Aku takut perahu ini akan membuatku tenggelam,” keluhku khawatir.Perahunya tampak akan berguling dan aku khawatir kami akan tenggelam.“Tidak apa-apa, Alice. Aku bisa menjamin kes

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   11 - Jalan ke Kota

    “Bibi fotokan aku di sini,” pintaku kepada bibi pelayan yang ikut serta bersamaku atas izin Dante.Tidak mungkin aku hanya berjalan sendiri plonga-plongo tak tahu ingin berbicara dengan siapa.Aku pun menyerahkan ponselku kepada Bibi pelayan tapi Bibi pelayan tampak kebingungan menggunakan ponsel untuk mengambil fotoku.Sepertinya Dante memang merekrut orang yang benar-benar kuno untuk menghindari kebocoran informasi.“Nona, saya tidak tahu cara menggunakannya,” keluh bibi pelayan mengerutkan kening.“Pencet ini berkali-kali,” tuturku menunjuk gambar lingkaran merah di ponsel yang Dante berikan.“Alice.”Panggilan itu bukan berasal dari bibi. Lantas siapa yang memanggilku?Aku mencari sumber suara di tengah keramaian taman bermain.Aku tidak melihat orang yang kukenali di hadapanku.Semuanya hanya orang berlalu lalang dengan wajah baru.Tiba-tiba seseorang menyentuh bahuku dan saat aku menoleh.“Aku Hans.”Mataku membulat sempurna saat melihat Hans di belakangku.Jujur saja aku ingin

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   10 - Ulang tahunku

    Setelah mendapat persetujuan dari Dante untuk menunjukkan bahwa masih ada banyak hal baik di dunia ini. Aku sangat bersemangat untuk menyambut kedatangan Dante dari kantor. Apalagi hari ini adalah ulang tahunku. Aku semakin bersemangat untuk membuatkan makanan enak untuk Dante. Seharian aku gunakan untuk menyiapkan makanan untuk Dante sampai tiba waktunya Dante datang saat menjelang malam.Dengan cepat aku bergegas ke pintu depan untuk menyambut kedatangan Dante serta tak lupa mengambilkan sandal bersih untuk Dante.Tak lupa pula aku menarik kedua ujung bibirku ke atas untuk menyunggingkan senyum saat Dante membuka pintu nanti.Klek.Dante membuka pintu dan menatapku sejenak sebelum akhirnya melepas sepatunya dan menggantinya dengan sandal bersih yang aku siapkan.Bisa dilihat Dante menyunggingkan sedikit senyuman yang sangat tipis nyaris tak terlihat.Ahhh senangnya.Dengan sumringah aku menoleh ke arah bibi pelayan yang ikut menyambut kedatangan Dante bersamaku, “Bibi, bibi barusa

  • Ternyata Suamiku Dua Orang   9 - Menunjukkan hal baik kepada Dante

    “Selamat datang Tuan Dante yang tampan dan tak ada duanya di rumah ini,” ucapku menyambut kedatangan Dante yang baru saja datang dari kantor dengan ekspresi datar andalannya.Aku memamerkan senyum selebar lautan dan menyambut Dante sehangat mungkin.Namun bisa dilihat Dante melengos membuang muka.Dia tidak terlalu merespon sambutan dariku.Mungkin dia lelah.Tidak apa, aku tidak akan menyerah untuk menunjukkan hal baik kepadanya.Aku pun segera mengambilkan sandal bersih untuk Dante dan meletakkannya di depan kaki Dante.“Kamu aneh, sejak kapan kamu mau melakukan hal rendahan seperti ini?” tanya Dante yang tak butuh jawaban karena Dante langsung mengenakan sandal tersebut dan melenggang menjauh meninggalkanku yang masih di tempat dengan penuh tanda tanya.Ada apa dengan pola pikir Dante.Bisa-bisanya perhatianku ternyata Dante anggap sebagai hal rendahan.Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Sekarang bukan waktunya aku memikirkan sesuatu yang tidak-tidak.Aku harus mengambil langkah se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status