Share

8 - Mencari Kepastian

Cahaya matahari mulai menembus tirai putih di kamar Dante dan sangat menyilaukan hingga membuat mataku tergerak untuk terbuka.

Siapa sangka aku juga ikut tertidur di kamar Dante.

Aku menunduk melihat Dante yang masih tidur di pangkuanku.

Sungguh lututku keram karena semalaman dengan posisi duduk sambil memangku Dante.

Di waktu singkat yang tersisa ini aku memandangi wajah Dante yang tidur terlentang di pangkuanku.

Bulu matanya panjang, tebal dan lurus. Bibirnya merah ranum, rahangnya yang tegas, hidungnya yang mancung. Semuanya tampak sempurna di wajah Dante.

Tanpa sadar aku tersenyum memandangi wajah Dante. 

Siapa sangka wajah sebaik ini ternyata adalah sosok yang kejam dan tak bisa ditebak.

Jika hanya melihat wajahnya saja, semua orang pasti tertipu.

Ting ting.

Suara alarm dari gawai Dante berdenting membuatku tersadar untuk cepat pergi dari kamar Dante atau nanti Dante mungkin saja marah besar ketika melihatku ada di kamarnya.

Dante menggeliat dan pada saat itu aku mengangkat kepala Dante perlahan dan meletakkannya di bantal. 

Dengan langkah pelan aku keluar dari kamar Dante.

“Apa yang baru saja Nona lakukan di kamar Tuan Dante?”

Pertanyaan itu mengagetkanku dan ternyata suara itu berasal dari bibi pelayan yang sedang membawa perlengkapan mandi baru untuk Dante.

Melihat Bibi pelayan senyumku mengembang.

“Kebetulan sekali,” ucapku pada Bibi pelayan.

“Ada apa?” tanya Bibi pelayan mengernyitkan kening.

“Aku baru saja melihat tanda lahir Dante yang sangat mirip dengan Daren. Bibi bilang mereka kembaran ketika aku baru datang ke rumah ini. Jadi yang ingin aku tanyakan kenapa tanda lahir mereka sangat sama, bahkan sampai pada retakan manik di ujung gelang simpul mereka terlihat sama dan ini sangat aneh,” tanya Alice.

Bibi pelayan itu menarik tanganku dan membawaku ke tempat sepi di samping kamarku.

Bibi pelayan itu menoleh ke sana kemari untuk memastikan tak ada seorang pun di tempat kita berbicara.

“Sebenarnya saya diminta untuk merahasiakan bahwa mereka adalah kembaran, itu alasannya saya tidak mengatakan bahwa Nona sudah pernah melihat Tuan Daren,” Ujar Bibir pelayan itu dengan raut wajah panik.

Aku hanya bisa menautkan kedua alis bingung, “Tetap saja itu tidak menjawab pertanyaanku,” jawabku.

Aku mengerti, jika aku ketahuan bertemu Daren apalagi sampai mengobrol, sudah pasti Dante marah besar karena aku tahu Daren adalah keluarga yang ingin disembunyikan.

Bibi itu terdiam tanpa jawaban.

“Kemana Daren? Kenapa Daren tidak ada di rumah sebelah, padahal aku sudah berkali-kali datang ke tempatnya?” tanyaku lagi kepada Bibi pelayan yang memijat pelipisnya tampak bingung.

Bibi pelayan itu kembali melihat sekitar dan kembali menatapku.

Bibi pelayan itu menghela nafas panjang, “Saya akan mengatakannya, tapi Nona harus berjanji untuk berpura-pura tidak tahu, saya mengatakannya karena kasihan kepada Nona. Saya juga tidak akan selamanya berada di tempat yang terasingkan ini.”

“Iya, cepat katakan!” pintaku mendekat ke arah Bibi pelayan.

Dengan setengah cemas Bibi pelayan itu menjawab, “Sebenarnya Tuan berkepribadian ganda.”

Terkejut, aku menganga tak pernah menduga jawaban seperti ini.

“Jadi itu alasannya banyak pelayan mengatakan bahwa beberapa kali mereka melihat Tuan Dante membunuh seseorang di rumah ini,” sambung Bibi pelayan itu.

“Sebenarnya Tuan Dante sendiri bahkan tidak tahu siapa yang dibunuh dan saya juga tidak tahu yang membunuhnya itu Tuan Dante atau Tuan Daren. Intinya yang saya tahu, ketika ke rumah belakang maka dia Tuan Daren dan ketika Tuan ke depan, dia Tuan Dante, hanya itu. Saya memberitahu Nona karena nasib Nona sudah sangat buruk. Jangan sampai Nona terbunuh di rumah ini.” Bibi pelayan itu menatapku kasihan.

“Hidup Tuan juga kasihan, dulu dia dibuang ke panti asuhan oleh keluarganya dan sepertinya karena kehidupan keras di masa lalu hingga Tuan berakhir memiliki kepribadian ganda. Hanya saja, saya sudah tidak mau ada korban lagi di rumah ini.”

Aku hanya bisa tertegun mendengarnya.

Aku yakin yang membunuh Ayahku pasti Dante karena Daren terlihat seperti pria sempurna yang tidak mungkin membunuh siapapun. Tapi bisa juga kepribadian Dante bukan hanya ada Daren, tapi ada yang lain lagi. Siapa yang tahu.

Namun yang jelas aku akan sangat salah jika membalaskan dendamku sekarang. Tidak mungkin aku  menyakiti orang yang menderita gangguan jiwa.

“Apa mungkin Dante menjadi kejam tak berperasaan karena orang-orang yang ditemuinya hanyalah orang-orang yang jahat padanya?” tanyaku pada Bibi pelayan.

Bibi pelayan itu mengangguk, “Tak ada satupun orang yang Tuan percaya. Oh ada, satu orang pengasuhnya. Hanya itu. Selebihnya tak ada seorangpun yang Tuan percaya dan memang rata-rata yang ditemui Tuan adalah orang yang jahat dan lebih kejam dibandingkan dirinya. Sebenarnya Tuan Dante masih cukup baik jika dibandingkan dengan yang lainnya.”

Mendengar penuturan itu aku terdiam.

Untuk membalaskan dendam aku harus membantunya sembuh terlebih dahulu. Aku tidak mau Daren juga ikut menderita karena Dante.

Mungkin tugasku sekarang adalah menunjukkan hal-hal baik kepada Dante agar dia cepat pulih. Setelah itu barulah aku pikirkan balas dendamku. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status